HIDUPKATOLIK – Seminaris Dalam Menapaki Panggilan Menjadi Imam – bagian IV (akhir)
Pada bab IV dan V karya tulis yang dibagikan oleh seminaris Sergio Putra De Paulo Kou, dikisahkan tentang Implementasi Hidup Panggilan di Seminari Tuka, Bali dengan berbagai dinamika masalah berikut solusi yang ditawarkan, hingga pada sebuah kesimpulan penulisnya, yang sekaligus menjadi penutup dari artikel ini.
Semoga dapat menginspirasi kita didalam panggilan hidup dengan profesi apapun yang sedang kita jalani saat ini.
Masalah yang berkaitan dengan hidup panggilan di Seminari
- Sering Terlambat
Seminaris yang terlambat bisa disebabkan oleh banyak hal, tetapi seminaris yang sering terlambat hanya ada satu penyebabnya yakni kemalasan. Seminaris yang sering terlambat dalam berbagai kegiatan biasanya cenderung malas dan tak pandai merawat diri.
Kemalasan ini menunjukan dirinya tak mampu menguasai dirinya sendiri, akibatnya kehidupan di Seminari pun kacau tak teratur, dengan kata lain hanya mengikuti arus. Sehingga dalam hidup panggilannya pun seminaris tersebut tidak pasti, karena kurang mengenal dan menguasai dirinya sendiri.
- Tidak setia pada tugas
Dalam hidup keseharian di Seminari, tiap harinya seminaris tentu memiliki tugas baik itu tugas sekolah maupun tugas asrama. Namun banyak seminaris yang mengeluh akan banyaknya tugas yang diberikan kepada mereka sehingga mereka pun malas mengerjakannya. Padatnya kegiatan di Seminari sering menjadi alasan untuk tidak membuat tugas.
Misalnya saja dalam kerja pos, karena alasan tertentu seminaris tidak mau bekerja pos dan mereka bersembunyi di tempat lain. Ini menunjukan ketidaksetiaan seorang seminaris dalam mengerjakan tugasnya. Seminaris yang tidak setia, tentu akan bermasalah pada hidup panggilannya karena kehidupannya penuh dengan kelabilan dalam meneguhkan komitmen hidup panggilannya.
- Boros
Dalam hidup berasrama, me-manage (mengatur) pengeluaran dan pemasukan uang adalah hal yang umumnya dilakukan oleh para seminaris. Dengan begitu para seminaris mengetahui kemampuan finansial dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidup di asrama.
Namun kebanyakan seminaris kebablasan dalam mengatur pegeluaran uang. Pengeluaran sering kali lebih besar daripada pemasukan, dengan kata lain budaya hidup konsumtif (boros). Gaya hidup konsumtif memicu gejala gaya hidup hedonis (mewah). Jelas bahwa hedonisme sangat menghambat pengembangan hidup panggilan.
Solusi dalam mengatasi masalah dalam hidup panggilan
- Memberi hukuman pada yang terlambat
Memberi hukuman bagi seminaris yang terlambat, sebagian dapat memberi efek jera agar tidak terlambat lagi. Akan tetapi bila seminaris tersebut sudah sering terlambat dan menjadi terbiasa dihukum, seminaris tersebut akan menjadi ‘kebal’ terhadap rasa jera. Sehingga solusi yang bisa diterapkan adalah memberi denda.
- Kontrol yang ketat
Dalam mengerjakan tugas, terkhusus kerja pos, seminaris cenderung lebih sering bersantai apabila tidak dikontrol baik oleh sie.PU maupun oleh pembina. Maka dari itu solusi yang bisa diterapkan adalah kontrol sosial, di mana para seminaris disekitarnya saling memberikan teladan dan berinisiatif untuk menegur yang malas.
- Hidup hemat dan tekun menabung
Masing-masing seminaris tentu memiliki kebutuhan hidup yang mesti dipenuhi. Dan demi kebutuhan tersebut seminaris tentu mesti mengeluarkan uang. Agar semua kebutuhan dapat terpenuhi hendaknya seminaris mampu menyadari kemampuan finansial keluarganya.
Hidup hemat dan tekun menabung adalah solusi terpraktis bagi seminaris untuk mengatur keuangan. Apalagi, di sekitar seminari, terdapat koperasi yang tentunya mempermudah bagi seminaris untuk bisa menabung.
Kesimpulan
Panggilan adalah suara Allah yang mengundang kita mengambil bagian dalam mewartakan Kerajaan Allah di dunia, panggilan dari Allah dapat kita rasakan melalui hati kita, sebagai seorang seminaris kita dipanggil untuk menumbuh-kembangkan panggilan hidup menjadi Imam.
Dalam menumbuh-kembangkan panggilan seminaris diharapkan untuk memperhatikan hal-hal kecil yang dapat mempengaruhi panggilan contohnya kebersihan, kerapian dan kedisiplinan. Panggilan bertumbuh dalam proses, maka dari itu para seminaris diharapkan untuk untuk mencintai dan mengikuti proses dengan baik.
Untuk menjadi imam bukanlah hal yang mudah dan untuk menentukan panggilan sangatlah sulit maka dari itu para seminaris harus dapat mempersiapkan diri dengan baik melalui hal-hal kecil yang bermula dari diri sendiri seperti bertanggung jawab dalam kerja POS, dengan demikian para seminaris akan menjadi imam yang bertanggung jawab, berkualitas dan mampu memimpin umat.
Baca juga bagian sebelumnya:
- https://www.hidupkatolik.com/2017/12/13/16017/seminaris-dalam-menapaki-panggilan-menjadi-imam-bagian-i/
- https://www.hidupkatolik.com/2017/12/14/16027/seminaris-dalam-menapaki-panggilan-menjadi-imam-bagian-ii/
- https://www.hidupkatolik.com/2017/12/15/16055/seminaris-dalam-menapaki-panggilan-menjadi-imam-bagian-iii/
- https://www.hidupkatolik.com/2017/11/23/15021/suka-duka-seorang-pastor-bagian-i/
(A.Bilandoro)