web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Rasul Doa, Bapak Yatim Piatu

3.5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Karir cemerlang dan popularitasnya dalam seni dan sastra ia tinggalkan. Pria berdarah bangsawan ini memilih menjadi pelayan anak yatim piatu dan miskin papa.

Pada suatu hari, bocah laki-laki duduk di kantin kompleks asrama. Ia melihat pengemis di depan pintu kantin, dilempari aneka macam makanan oleh si pemilik kantin. Makanan-makanan itu mengenai tubuh si pengemis, berjatuhan, terserak, bertebaran di lantai.

Pengemis itu berusaha memungut remah-remah kue yang jatuh berhamburan itu. Bocah laki-laki berusia tujuh tahun itu segera bergegas mendekati si pengemis, kemudian ikut memungut makanan yang berserakan itu dan memasukkan ke dalam keranjang. Lalu, ia memberikannya kepada si pengemis. Pengemis itu tertegun.

Itulah sepenggal kisah masa kecil Hannibal Mary Di Francia. Sejak usia belia, Hannibal memiliki kepedulian mendalam terutama pada yatim piatu, sudah tumbuh ketika usianya baru setahun lebih. Kala itu, ayahnya meninggal.

Hannibal merasakan anak-anak yang ditinggal wafat orangtua harus berjuang bertahan hidup, tanpa pribadi-pribadi yang menjadi sumber kasih sayang dan perlindungan. Kelak, seluruh pengalaman ini menjadi salah satu fokus karya pastoralnya saat menjadi imam.

Melepaskan Semua
Hannibal Mary Di Francia lahir di Messina, Sisilia, Italia, 5 Juli 1851. Anak ketiga dari empat bersaudara ini berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya, Francis adalah seorang ksatria, the Marquises of St Catherine of Jonio, anggota konsulat dan kapten angkatan laut. Sementara sang ibu, Anna Toscano, berasal dari keluarga bangsawan.

Meski hidup di tengah keluarga yang bergelimang harta, Hannibal tak silau dengan pendar materi. Ia justru keranjingan pada hidup rohani. Saban hari, ia mengikuti Perayaan Ekaristi dan menerima komuni. Relasinya dengan Sang Ilahi makin intim dari tahun ke tahun.

Suatu ketika, Hannibal berdoa di hadapan Sakramen Mahakudus. Ia menerima wahyu agar mendoakan tumbuhnya benih-benih panggilan dalam Gereja. Waktu itu usianyanya sekitar 17 tahun. Tak lama sejak kejadian itu, Hannibal menyadari, wahyu yang ia terima persis seperti permintaan Yesus untuk berdoa agar Tuhan mengirim banyak pekerja untuk memanen hasil tuaian di kebun anggur-Nya (Mat 9:38;Luk 10:2).

Di sekolah, Hannibal dikenal sebagai siswa yang tekun dan cerdas, terutama di bidang sastra. Sejak remaja, ia dididik oleh penyair terkenal Sisilia, Felice Bisazza (1809-1867). Di bawah bimbingan Bisazza, talenta berkembang pesat. Begitu pula dengan kemampuannya di bidang seni. Karirnya sebagai penyair pun cukup cemerlang.

Akan tetapi, sejak peristiwa pewahyuan di hadapan Sakramen Mahakudus, Hannibal mulai menanggalkan semua prestasi dan karir gemilang demi melayani Tuhan sebagai seorang rohaniwan. Sabda Yesus yang ia terima menjadi titik tolak panggilan hidupnya. Dalam hatinya, sudah tertanam kuat bahwa ia dipanggil untuk menjadi pekerja yang dikirim Tuhan. Ia pun melakoni formasi sebagai calon imam.

Beberapa bulan sebelum menerima tahbisan imamat, Hannibal berjumpa dengan pengemis buta, Francesco Zancone, di Messina, Italia. Perjumpaan itu memberi kesan mendalam. Ia seolah dituntut melayani mereka yang terpinggirkan di tengah masyarakat, terutama yang cacat, sakit, miskin, dan menderita. Perjumpaan ini seolah kian menegaskan orientasi pastoralnya. Usai menamatkan pendidikan teologi, ia ditahbiskan menjadi imam pada 16 Maret 1878 oleh Uskup Agung Messina, Mgr Giuseppe Guarino (1827-1897).

Realisasi Misi
Sebagai imam muda, Pastor Hannibal bersemangat merealisasikan berbagai rencana pastoral yang telah tertanam sejak usia remaja. Atas izin Mgr Guarino, ia menghibahkan rumahnya sebagai sekolah dan asrama untuk anak-anak yatim piatu.

Rumah tinggal bagi anak-anak yatim piatu ini dipercayakan dalam perlindungan St Antonius Padua. Kelak, seluruh karya karitatifnya bagi anak-anak yatim piatu dikenal dengan sebutan “Yatim Piatu St Antonius Padua”. Di dalam panti asuhan, Pastor Hannibal tidak sekadar memberi mereka makan-minum dan bekal ketrampilan untuk bekerja, tapi juga membina dan menanamkan nilai-nilai moral, terutama pendidikan rohani.

“Semua upaya ini sungguh-sungguh bertujuan untuk menciptakan suasana keluarga yang baik, sehingga mereka bisa menemukan rencana Allah dalam hidup masing-masing,” ungkapnya.

Pastor Hannibal bertekad melayani para anak yatim piatu dan kaum papa hingga ke seluruh penjuru dunia. Awalnya, ia sempat bingung untuk merealisasikan impiannya. Namun dalam salah satu refleksi, ia menemukan sebuah kata singkat dan sederhana yang bisa membangkitkan optimismenya: rogate (Latin: mintalah). Kata ini seolah membuka memori masa lalu kala masih berusia 17 tahun. Pengalaman yang muncul adalah kejadian di hadapan Sakramen Mahakudus. Di situlah Yesus seolah bersabda kepadanya, “Mintalah kepada Tuan yang memiliki panenan agar mengirim para pekerja!”.

Demi merealisasikan impian misinya, Pastor Hannibal mulai mengembangkan jejaring. Lalu, pada 1887 ia mendirikan kongregasi religius The Daughters of Devine Zeal. Selang sepuluh tahun, ia membuka kongregasi baru Rogationists. Dua kongregasi ini memprioritaskan panggilan hidup dalam doa. Maka, doa juga menjadi kaul keempat dalam kongregasi tersebut selain tiga nasihat Injili: kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan. Misi utama dua kongregasi itu adalah berdoa untuk panggilan khusus, pelayanan orang miskin, anak-anak yatim piatu, dan terlantar. Pada 6 Agustus 1926, Takhta Suci merestui dua kongregasi yang ia dirikan secara resmi.

Rasul Doa
Setelah bertahun-tahun membenamkan diri dalam karya pelayanan bagi anak-anak yatim piatu, terlantar, miskin, dan menderita, kesehatannya mulai menurun. Pastor Hannibal terjangkit radang selaput dada. Derita fisik ini kian memperlemah kesehatannya. Ia bergulat dengan rasa sakit selama tiga tahun. Meski demikian, perhatian dan semangatnya untuk melayani tak sirna hingga maut menjemputnya pada 1 Juni 1927.

Teladan hidup, kesaksian iman, dan pelayanan Pastor Hannibal akhirnya secara resmi direstui Takhta Suci pada 21 Desember 1989. Lalu pada 7 Oktober 1990, Bapa Suci Yohanes Paulus II menyematkan gelar Beato padanya. Selang 14 tahun kemudian, tepatnya 16 Mei 2004, kanonisasi Beato Hannibal Mary Di Francia digelar setelah disahkannya mukjizat kesembuhan yang dialami seorang gadis asal Filipina, Iloilo. Gadis ini terserang bakteri meningitis. Melalui doa dengan perantaraan Pastor Hannibal, gadis itu mengalami kesembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Gereja mengenang rasul doa dan bapak para yatim piatu ini setiap 1 Juni.

Odorikus Holang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles