HIDUPKATOLIK.COM – Makna Bintang Natal
[kilas balik Hidup edisi-51 hal.41,21 Desember 2008]
ROMO, pada gua Natal atau pohon Natal seringkali dipasang bintang. Apakah ini adalah bintang yang membimbing para orang majus itu? Apakah secara astronomis memang ada bintang yang demikian ataukah hanya suatu gaya bahasa? Apa relevansi keberadaan bintang Betlehem itu untuk kita? (Abigail Sutrisna)
Pertama, bintang itu seringkali disebut Bintang Betlehem atau Bintang Natal atau Bintang Yesus. Bintang yang dipasang pada Kandang Natal atau Pohon Natal memang
mewakili bintang yang membimbing orang-orang majus. Kisah tentang bintang Betlehem ini hanya ditemukan di Injil Matius. Keberadaan bintang ini dipandang sebagai pemenuhan ramalan Bileam (Bil 24:17). Bintang ini mewartakan kedatangan Yesus ”Raja orang Yahudi.” (Mat 2:1-2).
Kedua, kisah masa kanak-kanak Matius banyak mengikuti pola-pola dari Perjanjian Lama. Misalnya, pola pemberitahuan tentang kelahiran, kisah tentang Yusuf. Kisah
orang-orang Majus dan bintang juga menggemakan kembali kisah yang ada dalam Pentateukh tentang Musa dan digabungkan dengan gambaran Mesias yang berasal dari
keturunan Daud (bdk Bil 22-24, tentang Bileam). Sudah hampir pasti teks ini mengacu pada munculnya kerajaan Daud. Sebagaimana Bileam sudah melihat terbitnya bintang
Daud, demikianlah orang-orang Majus telah melihat bintang dari Raja orang Yahudi di Timur.
Matius mau menggambarkan bahwa melalui astrologi orang-orang Majus mendapatkan wahyu yang tidak sempurna. Mereka ini mengamati tata-susun (konstelasi) bintang-
bintang dan menafsirkan bahwa tata-susun bintang pada saat tertentu mempunyai
makna tertentu. Dengan itu, mereka menyimpulkan bahwa seorang raja dilahirkan di Yudea, karena itu mereka ingin datang menyembahnya.
Ketika mereka tiba di Yudea, mereka membutuhkan petunjuk arah. Salah satu jalan yang masuk akal untuk bertanya tentang raja yang baru dilahirkan, tentulah bertanya kepada raja yang sedang memerintah. Akhirnya, mereka dibimbing untuk menemukan kepenuhan
tafsiran astrologi mereka itu dalam pribadi bayi Yesus, Sang Wahyu yang sempurna.
Ketiga, secara astronomis dan astrologis, ada berbagai teori tentang keberadaan bintang Betlehem. itu. Masing-masing teori memiliki keunggulan tetapi juga kelemahan. Berikut ini adalah teori terbaru yang tampaknya dapat diterima. Teori ini dikemukakan oleh seorang astronomis Michael Molnar dalam bukunya, The Star of Bethlehem: The Legacy of the Magi.
Menurut Molnar, pada sekitar tahun 6 SM (Sebelum Masehi), dua tahun sebelum kematian Raja Herodes, planet Yupiter muncul di Timur sebagai bintang fajar dalam tanda orang Yahudi, Aries sang kambing jantan. Planet Yupiter yang muncul di Timur inilah bintang
Betlehem itu. Matius merujuk hal ini sebagai ”bintang-Nya di Timur” (Mat 2:2.9). Peristiwa ini terjadi sekitar tanggal 17 April tahun 6 SM.
Para astrolog percaya bahwa ketika bintang rajawi Zeus, yaitu planet Yupiter, berada di Timur, saat inilah saat yang paling kuat untuk memberikan kerajawian. Ciri kerajawian
lainnya juga muncul dari pertemuan antara planet Saturnus dan Yupiter pada saat matahari terbit. Justru hal inilah yang juga terjadi ketika Yupiter berada di Timur.
”makna bintang dari Tiga Raja adalah undangan untuk semua orang Kristiani untuk
menjadi misionaris bagi seluruh umat manusia, dengan memberikan pencerahan
melalui kata dan kesaksian hidup, membimbing jalan untuk saudari-saudara kita.”
Keempat, lepas dari aspek astronomis, pada awal tahun 2008 ini Paus Benediktus XVI menggarisbawahi misi Gereja dan setiap orang Kristiani untuk memberikan pencerahan
dalam pencaharian akan kebenaran. Menurut Bapa Suci, makna bintang dari Tiga Raja adalah undangan untuk semua orang Kristiani untuk menjadi misionaris bagi seluruh umat manusia, dengan ”memberikan pencerahan melalui kata dan kesaksian hidup, membimbing jalan untuk saudari-saudara kita.” Bintang Betlehem juga tanda
bahwa kita harus tanpa kenal lelah mencari kebenaran.
Cahaya bintang, yang diikuti oleh orang-orang Majus, adalah tanda bahwa ”cahaya Kristus telah mulai menarik umat manusia kepada-Nya . . . dari segala bahasa, bangsa,
dan budaya.” Bapa Suci melanjutkan: ”Adalah kekuatan Roh Kudus yang menggerakkan hati dan pikiran untuk mencari kebenaran, keindahan, keadilan, dan kedamaian.”
Dengan mengutip Almarhum Paus Yohanes Paulus II, Paus Benediktus menegaskan, ”Manusia menemukan dirinya dalam perjalanan yang tanpa akhir dalam arti manusiawi,
yaitu pencaharian akan kebenaran dan akan seorang pribadi yang bisa dipercayai.” (Fides et Ratio 33).
Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM
(ab)