HIDUPKATOLIK.com – Didasari kebutuhan untuk memahami iman Katolik komunitas ini terbentuk. Komunitas ini khusus untuk kaum pria Katolik. Dari komunitas ini, mereka membawa buah rohani untuk “oleh-oleh” keluarga.
Sore menjelang malam, satu per satu sejumlah pria bermunculan kemudian mengisi tempat duduk yang tersedia di Aula Paroki St Paulus Wonosobo, Jawa Tengah, Keuskupan Purwokerto. Mereka kemudian saling bersalaman, menyapa satu sama lain, lantas berbincang ringan sambil menunggu acara dimulai.
Hanya pria, yang hadir, karena ini memang pertemuan kaum pria Katolik. Mereka datang dari berbagai latar belakang. Mereka memberi nama kelompok ini Komunitas Pria Katolik (KPK). Pada pukul 17.00 WIB, acara dimulai dengan katekese, yang biasanya disampaikan Pastor Kepala Paroki Romo Phillips Seno Dewantoro MSC dan Pastor Rekan Romo Yosef Doni Srisadono MSC. Setelah itu, mereka berdiskusi dan sharingpengalaman.
Berawal dari Keprihatinan
KPK dirintis awal 2013. Awal mulanya, umat Paroki Wonosobo, Benedictus Yuli Irawan prihatin setelah mendengar sharing seorang bapak. Bapak itu mengisahkan bahwa selama mengikuti berbagai kegiatan rohani di Gereja Katolik, ia merasa kosong dan tidak memperoleh apa-apa. Lalu, bapak itu bergabung dengan fellowship dari Gereja Kristen Protestan.
Yudi merasa tergerak, dan berinisiatif menghubungi Romo Phillips. Ia menceritakan apa yang dirasakan dan dipikirkannya. Dari diskusi dengan Romo Phillips dan pastor rekan Romo Yosef Doni, lantas tercetus ide untuk membentuk komunitas. Mereka sepakat mendirikan suatu wadah yang diberi nama Komunitas Pria Katolik (KPK).
Menurut Romo Phillips, di Paroki St Paulus Wonosobo memang sudah ada beberapa komunitas perempuan, seperti Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Warakawuri. Sedangkan untuk kaum Adam belum ada. Maka, pembentukan KPK juga menjawab pemikiran itu. Jadilah, KPK terbentuk bersamaan dengan terbentuknya Dewan Pastoral Paroki (DPP) Paroki St Paulus Wonosobo. “Waktu itu tidak ada acara peresmian KPK, tetapi sejak DPP baru terbentuk dan diresmikan pada 10 Agustus 2014, KPK masuk dalam salah satu kelompok kategorial di DPP,” jelasnya.
Pertemuan pertama KPK diadakan pada Juni 2013, dihadiri oleh tujuh orang. Mereka membicarakan banyak hal seputar iman Katolik, termasuk Ekaristi. “Perayaan Ekaristi adalah sesuatu yang luar biasa, tetapi banyak yang belum paham tentang hal itu,” ujar Romo Phillips. Lalu pertemuan-pertemuan berikutnya diadakan setiap bulan di rumah-rumah anggota. Pertemuan yang awalnya hanya dihadiri oleh tujuh orang kemudian bertambah, berkat partisipasi anggota dan umat lain dalam menyebarkan informasi lisan (gethok tular). Kini pertemuan rutin bulanan diadakan di aula paroki.
Berkembang Alami
Usia KPK masih tergolong muda. Komunitas ini masih terus mencari bentuk. Romo Phillips berkomitmen dan tetap memantau perkembangannya. Bila semakin baik, ada kemungkinan akan dikembangkan dengan membentuk KPK di setiap lingkungan.
Di wilayah Keuskupan Purwokerto, kelompok seperti KPK ini baru ada di Paroki St Paulus Wonosobo. Meskipun demikian, mereka tidak berambisi untuk menjadi pelopor bagi terbentuknya KPK-KPK di paroki lain. Mereka menyadari bahwa setiap paroki memiliki pergumulan yang berbeda, sehingga dapat membentuk kelompok yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Sejauh ini KPK tidak memiliki target. Namun, Romo Phillips selalu mendukung dan mendengarkan usulan dan masukan para anggota terkait masa depan komunitas. Fokus pembicaraan pada setiap pertemuan adalah hal-hal seputar iman Katolik. “Masih banyak hal seputar iman Katolik yang perlu diperdalam,” tegasnya.
Ke depan KPK tidak ingin hanya berkutat pada pembahasan seputar pengetahuan iman. Mereka juga ingin membahas tema lain, misalnya keluarga. “Hal itu pernah KPK lakukan dalam gelaran acara katekese bertajuk komunikasi hati yang mengambil topik hubungan dengan pasangan,” tutur Romo Philips.
Semua Kalangan
Sebagai salah seorang pendiri, Yudi berharap komunitas ini dapat berguna bagi setiap anggota. Bila para anggota bangga dengan imannya, maka mereka bisa menjadi militan dan tidak takut menunjukkan identitas sebagai orang Katolik. Selain itu, menurut Yudi, pria Katolik harus bisa menjadi garam bagi keluarga dan lingkungan. Untuk itu, ia selalu mendorong setiap anggota KPK untuk mengajak pria Katolik yang lain bergabung. “Apabila anggota KPK sudah tambah wawasan kekatolikan, diharapkan mereka mau membagikan untuk keluarga,” katanya.
Pada awal mula, anggota KPK tidak saling mengenal karena datang dari berbagai latar belakang. Namun kini, mereka dapat menikmati kebersamaan dan persaudaraan dalam komunitas. Meskipun dalam pertemuan kadang ada juga perdebatan antar anggota, hal itu tidak menimbulkan masalah bagi hubungan dan komunikasi antar anggota. “Mereka tetap bersatu dalam memahami iman Katoliknya,” ujar Romo Philips.
Kini KPK bertekad untuk mendekati dan mengajak pria-pria Katolik yang kurang aktif di gereja. Mereka mengadakan kunjungan secara rutin ke umat yang kurang tersapa. Melalui kunjungan itu pula, mereka juga menebar semangat komunitas. Sekarang, jumlah anggota sudah 50-an. “Mereka juga makin rajin Misa harian. Dan, untungnya lagi, beberapa aktivis KPK banyak yang bergabung membantu DPP.
Anna Marie Happy Handayani