web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Kepedulian Terhadap Sesama

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Melayani sesama adalah salah satu bentuk perutusan kita sebagai umat Kristiani. Lingkungan dan Paroki St Nikodemus Ciputat membantu umat melalui layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS).

Pagi itu, sekitar pukul 08.30 WIB di Kompleks Perumahan Ciputat Baru, Tangerang Selatan seorang pria berusia 81 tahun mengenakan celana pendek dan baju putih berkerah tampak ceria. Senyum sumringah menghiasi wajahnya yang keriput. Pria itu bernama lengkap Theodorus Yusuf Nangoe. Tetangga dan sahabat kenalan memanggilnya Opa Theo.

“Silahkan masuk. Maaf kita duduk di sini saja,” demikian kata Opa Theo mengawali pembicaraan sambil mempersilahkan HIDUP duduk di kursi plastik berwarna biru yang ada di teras rumahnya, Sabtu, 10/15. Di rumah yang beralamat di Jalan Anggur nomor 6 itu, Opa Theo tinggal bersama dua orang anak dan empat cucu. Istrinya sudah meninggal tahun 2001 dan dimakamkan di pemakaman umum Tanah Kusir, Jakarta.

Inisiatif Lingkungan
Opa Theo lahir di Manado, 19 Juli 1933. Sejak tahun 1955, ia meninggalkan Manado menuju Surabaya. Ia sempat kuliah di Universitas Airlangga Surabaya namun tidak tamat. Kemudian ia bekerja di bidang farmasi. Di kota Pahlawan ini, ia menemukan pendamping hidup dan menikah di Gereja St Vincentius Surabaya. Tahun 1992, Opa Theo memboyong istri dan anaknya ke Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ia harus bekerja di toko sepatu milik keponakannya di Bandung. Tahun 2001, ia baru menetap dan tinggal bersama keluarga di Jakarta.

Setelah sekian lama tidak pulang, tahun 2011, untuk pertama kalinya Opa Theo menyempatkan diri kembali ke kampung halaman. Selama berada di kampung ia tinggal bersama keponakan, anak dari adiknya. Karena usianya semakin tua, ia mulai sering sakit-sakitan. Sekitar bulan Agustus tahun 2014, ketua lingkungan St Agustinus, Wilayah III, Paroki St Nikodemus Ciputat, Gatot Wahyu Widodo mendengar bahwa Opa Theo akan pulang ke Jakarta. Tanpa pikir panjang ia ber inisiatif membuatkan kartu BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan) untuk Opa Theo. Inisiatif itu mendapat respon positif dari sekretaris lingkungan Teddy D. Atmana yang rumahnya bersebelahan dengan rumah Opa Theo.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Begitu Opa Theo tiba di rumah, saat itu juga kartu keluarga dan KTPnya diminta sebagai persyaratan untuk membuat BPJS. Keesokan harinya, Teddy bersama warga lingkungan yang lain I. L. Sapto Ajie berangkat pagi-pagi ke klinik dan Rumah Bersalin Makmur Jaya, Tangerang Selatan. Pada hari itu juga kartu BPJS untuk Opa Theo langsung jadi. Ia didaftarkan di pelayanan kelas tiga dengan iuran 25.500 rupiah per bulan.

Cuci Darah
Dengan menggunakan BPJS tersebut, Opa Theo kemudian berobat ke Klinik dan Rumah Bersalin Makmur Jaya untuk mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit (RS) Umum Daerah Tangerang Selatan. Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap, Opa Theo divonis menderita diabetes dan dianjurkan untuk cuci darah. Mendengar anjuran ini ia sempat menolak. Lalu Opa Theo didorong terus oleh keponakannya. Ia baru bersedia melakukan cuci darah pertama di RS Sint Carolus Jakarta dengan biaya sendiri tanpa tanggungan BPJS yang sudah dimiliki. Tiga kali cuci darah biaya yang dihabiskan sekitar sembilan juta rupiah. Hal ini cukup memberatkan dirinya.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Menyadari hal itu, Opa Theo kemudian melakukan cuci darah menggunakan fasilitas BPJS dua kali dalam seminggu, yakni setiap hari Senin dan Kamis di RS Bhineka Bhakti Husada, Pamulang. Ia biasa berangkat pukul lima pagi dari rumah dengan ojek menuju pasar Ciputat. Dari sana ia naik angkot menuju RS Bhineka Bhakti Husada. Di rumah sakit itu ia mendapat jadwal cuci darah pukul enam pagi. Cuci darah berlangsung selama empat jam. Meskipun lama dan melelahkan, Opa Theo tetap bersemangat. “Dengan BPJS biaya cuci darah saya dapat ditanggung semua. Saya senang dan sungguh terbantu,” tuturnya.

Sebagai Ketua Lingkungan, Gatot merasa bahwa inisiatif ini dilakukan secara spontan. Mereka sadar konsekuensinya dan akan komit membayar iuran BPJS Opa Theo dengan menggunakan uang kas Lingkungan. Langkah ini mereka lakukan sebagai bentuk perhatian dan kepedulian terhadap sesama. “Lingkungan kami terdiri dari 33 kepala keluarga (KK). Kami punya kebiasaan untuk saling membantu dan bahu-membahu jika ada di antara kami yang membutuhkan bantuan,” katanya. Hal senada juga diungkapkan Teddy. Menurutnya, apa yang mereka lakukan untuk Opa Theo adalah wujud dari panggilan sebagai murid Kristus. “Mungkin pelayanan kami belum memuaskan, tapi yang penting kami sudah berusaha melakukan apa yang bisa kami kerjakan,” ujarnya.

Bergerak Sendiri
Inisiatif yang dilakukan oleh Lingkungan St Agustinus ini tanpa sepengetahuan Pastor Paroki. Menurut Gatot, hal yang baik dan berguna bagi sesama harus dilakukan tanpa harus menunggu petunjuk dari Paroki. “Kami ingin membantunya secara maksimal sesuai dengan kemampuan kami,” tandasnya.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Selain Opa Theo, juga ada warga Paroki St Nikodemus yang telah merasakan pelayanan BPJS Kesehatan. Jika Opa Theo iuran BPJS-nya dibiayai lingkungan, warga yang satu ini dibayari oleh Paroki. Umat yang tidak mau disebutkan namanya ini adalah suami dari karyawati Paroki St Nikodemus. Paroki ini telah memiliki kebijakan untuk mendaftarkan karyawannya yang berjumlah delapan orang sebagai anggota BPJS. Menariknya, keluarga karyawan juga ikut didaftarkan. Paroki mendaftarkan mereka di kelas dua.

Sebelumnya, pasutri ini sudah terdaftar sebagai anggota BPJS di Puskesmas Cilandak, Jakarta. Dengan adanya kebijakan Paroki, biaya iuran yang semula ditanggung sendiri akhirnya dapat ditanggung Paroki. Beberapa waktu yang lalu, sang suami ingin melepas pen yang dipasang di tangannya akibat kecelakaan beberapa tahun sebelumnya.

Operasi penglepasan pen ini dilakukan di RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Jika ditotal, operasi tersebut menelan biaya sekitar 20 juta rupiah. Dengan BPJS, seluruh biaya operasinya ditanggung lembaga itu. Dengan pengalaman ini, ia merasa senang dan bersyukur atas inisiatif Paroki St Nikodemus tersebut. “BPJS merupakan program yang baik dari pemerintah. Gereja sebaiknya mendukung upaya ini sebagai bentuk kepedulian terhadap umat,” tegasnya ketika diwawancarai HIDUP melalui telepon, Rabu malam, 14/15.

Selain BPJS Kesehatan, ia juga berharap agar program pemerintah seperti ini dapat dikembangkan bukan hanya untuk pelayanan kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk pendidikan, tempat tinggal, dsb. Hal senada juga diungkapkan sang istri. Ia merasa bahwa BPJS sangat membantu dan dapat memberikan keringanan terutama bagi keluarga yang kurang mampu.

Celtus Jabun

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles