HIDUPKATOLIK.com – Salam sejahtera Romo. Saya menikah April 2014 dengan pria Protestan yang tidak pernah saya kenal sebelumnya. Tiba-tiba ia datang ke rumah untuk meminang. Saya tidak mau, tetapi kedua orangtua saya memaksa agar saya menerima pertunangan itu dan menikah dengannya. Bahkan, orangtua saya mengancam akan bunuh diri jika saya tidak mau menikah dengan pria tersebut.
Saya kecewa dengan sikap kedua orangtua saya, tetapi tidak berani melawan. Pada saat pernikahan berlangsung, khususnya saat mengucapkan janji perkawinan di depan pendeta, saya nyatakan bahwa saya tidak mencintai pria itu dan dipaksa untuk menikah dengannya. Saya mengucapkannya sampai tiga kali. Pada kali ketiga, tangan saya dicubit oleh seseorang di belakang saya. Rupanya orangtua saya memaksa agar menjawab sesuai dengan permintaan pendeta. Akhirnya saya menyerah.
Sampai saat ini saya belum bisa menerima pria itu. Ia sering berbohong kepada saya dan orangtua saya. Apakah saya bisa menggugat perceraian atas pernikahan kami? Kalau bisa, kepada siapa saya harus melapor dan meminta perlindungan hukum? Saya takut orangtua saya marah kalau saya mengatakan yang sebenarnya.
Novia, Kalimantan Utara
Novia yang sedang bingung, pernikahan Anda sebagai seorang Katolik adalah pernikahan yang belum tentu sah. Kami perlu mendapat kepastian mengenai ada tidaknya dispensasi dari pernikahan Anda, baik tentang izin menikah beda Gereja, maupun pernikahan di Gereja lain. Kemungkinan besar, Anda menikah secara tidak sah, karena menikah secara Protestan dan tidak melalui proses yang diwajibkan secara Katolik.
Pernikahan di luar Gereja adalah pernikahan ilegal secara Katolik, meskipun dapat sah secara sipil atau agama tempat pernikahan dilaksanakan. Di samping itu, ada indikasi kuat bahwa Anda menikah di bawah tekanan dari orangtua dan calon Anda waktu itu, sehingga ini makin memperkuat bahwa perkawinan Anda tidak boleh disahkan.
Sangat disayangkan bahwa Anda mengikuti apa yang sebenarnya tidak Anda harapkan. Sebagai orang dewasa, seharusnya Anda tidak mengikuti kata orang, termasuk orangtua Anda, jika itu membahayakan dan berisiko perceraian. Menikah menurut Gereja Katolik harus berdasarkan cinta, sehingga dapat dimungkinkan kebahagiaan sejati dan asli, bukan untuk alasan lain.
Pernikahan tanpa cinta dan karena terpaksa termasuk golongan yang melanggar hukum. KHK 1103 menyatakan “Tidak sahlah perkawinan yang dilangsungkan karena paksaan atau ketakutan berat yang dikenakan dari luar, meskipun tidak dengan sengaja, sehingga untuk melepaskan diri dari ketakutan itu seseorang terpaksa memilih perkawinan.” Anda bahkan dengan sengaja membiarkan diri terpaksa menikah karena orangtua, maka pasti pernikahan Anda juga terhalang.
Alasan utama mengapa perkawinan Anda perlu diselesaikan adalah persoalan keterpaksaan itu. Akan tetapi, Anda sebenarnya tidak menikah secara sah Katolik, sehingga Anda tidak perlu mengurus pembatalannya di Gereja Katolik. Cukuplah Anda urus penyelesaian di kantor Catatan Sipil dengan mengajukan hal-hal yang Anda rasa mengganggu relasi hidup perkawinan Anda. Gereja tidak mempunyai fasilitas membantu jenis perkawinan yang tidak pernah diadakan di Gereja Katolik. Mencintai dan menghormati orangtua harus dirumuskan secara baru, bukan hanya dengan menuruti setiap kata-kata mereka. Kita harus menentukan dengan bertanggung jawab atas pilihan kita, bukan dipilihkan oleh orang lain. Orangtua Anda tidak salah, karena meneruskan ajaran nenek moyangnya. Anda yang harus merumuskan kembali apa arti menghormati dan mencintai orangtua. Persembahan terbaik untuk orangtua adalah kebahagiaan hidup kita sendiri.
Pesan khusus untuk Anda dan para pembaca yang masih mempunyai anak-anak yang akan menikah: Pernikahan yang dipaksa adalah sesuatu yang sangat berisiko. Orang seharusnya menikah dengan pribadi yang ia cintai. Pemaksaan dengan alasan apapun tidak diperbolehkan, bahkan dapat dikatakan justru membuat hidup anak-anak yang menikah mengalami risiko perceraian.
RP Alexander Erwin Santoso MSF