web page hit counter
Selasa, 19 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Lupakan Polemik, Pandang ke Depan

4/5 - (6 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Gereja bukan tempat para malaikat, tetapi rumah orang berdosa yang mencari keselamatan dari Allah. Dalam kemurahan hati Allah, kita diampuni dan mengampuni.

Pengunduran diri Mgr Hubertus Leteng sebagai Uskup Ruteng menyisakan tanya: Apa sebab pengunduran itu? Tak pelak, ini memantik dugaan ihwal pengunduran diri Uskup yang ditunjuk Vatikan pada 7 November 2009 itu. Di beberapa media, disebutkan alasan pengunduran diri tetapi masih sebatas “dugaan” tanpa sumber yang valid.

Untuk menemukan titik terang, HIDUP menghubungi Mgr Antonius Bunjamin Subianto OSC, yang ditunjuk Vatikan menjadi Visitor Apostolik untuk Keuskupan Ruteng. Kala dihubungi pekan lalu, Mgr Anton sedang sibuk mempersiapkan Sidang Tahunan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) November mendatang. Praktis, Mgr Anton hanya bisa dihubungi via telepon dan surat elektronik.

Patut Diapresiasi
Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) 401, diatur perihal pengunduran diri seorang Uskup. Pertama, Uskup diosesan yang sudah berusia genap 75 tahun, diminta untuk mengajukan pengunduran diri dari jabatannya kepada Paus, yang akan mengambil keputusan setelah mempertimbangkan segala keadaan. Kedua, Uskup diosesan yang karena alasan kesehatan atau karena alasan berat lain, menjadi kurang cakap untuk melaksanakan tugasnya, diminta dengan sangat untuk mengajukan pengunduran diri dari jabatannya.

Pengunduran diri Mgr Hubert tidak masuk di kategori pertama. Ia lahir di Taga, Manggarai, 1 Januari 1959 (58 tahun). Terhitung dari hari penunjukan sampai pengunduran diri pada 11 Oktober 2017, Mgr Hubert menjadi gembala utama Keuskupan Ruteng selama tujuh tahun, 338 hari.

Terlepas dari itu, pengunduran diri Uskup Ruteng, kata Mgr Anton, patut diapresiasi. Inti dari alasan dan tujuan pengunduran diri Mgr Hubert, lanjut Mgr Anton, adalah demi kebaikan Keuskupan Ruteng yang selama ini mengalami polemik yang dikaitkan langsung dengan Mgr Hubert. “Pengunduran diri ini semestinya ditanggapi dan diapresiasi secara positif; bukannya malah menafsirkan hal-ihwal sebab pengunduran diri.”

Mgr Anton mengatakan, orang memang bisa menafsirkan macam-macam alasan pengunduran diri ini, tergantung darimana memandangnya. “Masalah dan berita yang diungkapkan ke media massa oleh orang-orang tertentu itulah yang bisa mencoreng Gereja,” jawab Mgr Anton.

Bagi Mgr Anton, pengunduran diri Mgr Hubert adalah tanda kebesaran hati Mgr Hubert demi Gereja Keuskupan Ruteng. “Itulah yang saya bicarakan bersama Monsinyur Hubertus Leteng dalam suasana doa dan haru demi mengakhiri polemik yang terjadi; demi kebaikan para imam, dan demi masa depan Keuskupan Ruteng,” tulis Mgr Anton saat melakukan visitasi Apostolik Agustus silam.

Uskup Bandung itu menyebutkan, Mgr Hubert berinisiatif untuk mengundurkan diri. Karena itu, Vatikan pun tak perlu menuliskan alasannya. Yang jelas, lanjut Mgr Anton, dengan pengunduran diri itu diharapkan polemik pun selesai. Semua pihak mulai fokus pada masa depan Gereja. “Pengunduran diri itu juga, saya kira merupakan bagian dari permintaan maaf Monsinyur Hubertus Leteng atas apa yang sekarang ini telah menjadi polemik yang melibatkan dirinya,” kata Mgr Anton seraya berharap Gereja, terutama para imam dan awam di Keuskupan Ruteng, untuk fokus pada pembangunan Keuskupan Ruteng ke depan.

Mgr Anton bersyukur kepada Allah karena Roh Kudus berkarya dalam proses penyelesaian polemik ini. Tak ada manusia yang sempurna. Terlepas dari kelemahan dan kekurangan, lanjut Mgr Anton, Gereja juga perlu mengapresiasi jasa dan cinta Mgr Hubert untuk Gereja Ruteng dalam tugas penggembalaan selama tujuh tahun. “Monsinyur Hubertus telah berusaha setia melayani keuskupan sekalipun badai persoalan sedang bergejolak. Pengunduran dirinya sendiri, saya kira patut dihargai sebagai cara arif dalam menghentikan polemik demi kebaikan bersama,” tegas Mgr Anton.

Mgr Hubert sendiri merespon ketika HIDUP menghubunginya. Namun, ia enggan menyampaikan apapun ke media. “Minta maaf ya, saya lebih memilih diam daripada isi hati saya dimuat dan dikomentari dalam media massa,” tulis Mgr Hubert via pesan Whatsapp.

Jalan Terbaik
Sepekan usai ditunjuk menjadi Visitor Apostolik, Mgr Anton pertama-tama berbicara dengan Mgr Hubert tentang rencana visitasi ke Keuskupan Ruteng. Mgr Hubert, kata Mgr Anton, sangat kooperatif bahkan memfasilitasi akomodasi, transportasi, dan pertemuan dengan orang-orang yang dianggap relevan.

Mgr Anton juga bertemu dengan banyak imam, dan beberapa awam di Keuskupan Ruteng. Beberapa perwakilan awam Manggarai Diaspora di Jakarta, juga dijumpai Mgr Anton dalam misi visitasi pastoral itu. “Kemudian, saya mewawancara orang-orang yang relevan, yaitu mereka yang nama-namanya muncul dalam berbagai berita dan laporan, serta mereka yang kira-kira mengetahui persoalan yang sedang terjadi.”

Pengunduran ini, kata Mgr Anton tentu mengagetkan. Namun ketika ditanya; apakah ada beban moril menjadi Visitor Apsotolik? Mgr Anton menjawab, ia menjalankan tugas perutusan dengan sukacita dan seraya terus memohon bantuan Roh Kudus. “Jadi, tak ada beban apapun. Saya melaksanakan tugas sebaik mungkin demi kebaikan Gereja Universal.”

Mgr Anton berharap, Keuskupan Ruteng memberi maaf atas kekurangan dan kelemahan Mgr Hubert selama tujuh tahun menjadi gembala utama di Tanah Nuca Lale. Gereja, kata Mgr Anton, bukanlah tempat para malaikat, tetapi rumah orang berdosa yang mencari keselamatan dari Allah. Gereja adalah rumah Bapa yang penuh murah hati dan penuh belas kasih. “Kalau ada kekurangan dan kelemahan dari siapapun, termasuk gembalanya, mohon diselesaikan secara internal dengan baik. Marilah kita berbesar hati dan rendah hati menghadapi segala persoalan dengan arif dalam terang Roh Kudus.”

Edward Wirawan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles