HIDUPKATOLIK.com – Aroma tak sedap menyelubungi keputusan pengunduran diri Mgr Hubert. “Saya tak ingin melihat masa lalu, tapi menatap masa depan,” ujar Mgr San.
Pertemuan di aula Keuskupan Ruteng, Flores, Nusa Tenggara Timur, berlangsung sekitar pukul 18.00 WITA, Rabu, tiga Minggu lalu. Hal ini diketahui dari foto yang dirilis Romo Erick Ratu dari Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Ruteng. Foto ini terlihat di situs resmi keuskupan, www.keuskupanruteng.org. Tampak sekitar belasan orang di ruangan bertembok putih.
Peserta pertemuan itu adalah anggota kuria, dewan konsultores, dan dewan imam Keuskupan Ruteng. Sekretaris Eksekutif Kon ferensi Waligereja Indonesia Romo Siprianus Hormat juga bergabung dalam pertemuan itu. Seluruh para imam itu duduk mengelilingi meja berwarna cokelat yang disusun letter U. Di hadapan mereka, di meja terpisah, ada Uskup Ruteng Mgr Hubertus Leteng dan Uskup Denpasar Mgr Silvester Tung Kiem San. Kedua Uskup itu mengapit Pelaksana Tugas ad interim Nunsiatura Apostolik Indonesia, Pastor Fabio Salerno. Di hadapan para peserta, imam asal Italia ini membacakan selembar decretum (dekrit) mahapenting dari Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-bangsa (Congregatio pro Gentium Evangelizatione) bagi Keuskupan Ruteng.
Mengabulkan, Menunjuk
Dekrit berkode 3725/17 dalam bahasa Latin itu berbunyi, cum per renuntiationem Exc. mi ac Rev.mi Domini Huberti Leteng Dioecesis Rutengensis vacans exstiterit…Exc. mim ac Rev.mum Dominum Silvestrum San Episcopum Denpasarensem, Administratorem Apostolicum Sede et ad nutum Sanctae Sedis Dioecesis Rutengensis.
Maklumat Pastor Salerno berbarengan dengan informasi yang dirilis Kantor Berita Takhta Suci dalam buletin harian “Sala Stampa” pada pukul 18.00 waktu Roma. Rinunce e nomine, pengunduran diri dan penunjukkan , demikian satu dari lima topik berita yang dirilis Vatikan pada hari itu.
Ada dua peristiwa suksesi kepemimpinan dalam tubuh gereja Katolik lokal dalam sehari itu. Di warta berseri 01518IT.01, Paus menunjuk Uskup Palmeira dos Índios, Mgr Dulcênio Fontes de Matos sebagai Uskup Campina Grande, Brazil. Sebelumnya, di pengumuman bersandi 01517IT.01, memuat pengabulan Paus Fransiskus terhadap pengunduran diri Uskup yang menerima tahbisan episkopal pada 14 April 2010. Sekaligus menunjuk Mgr San sebagai Administrator Apostolik Ruteng.
Pada hari yang sama juga, selang beberapa menit, Sekretaris Jenderal Keuskupan Ruteng, Romo Manfred Habur, mengeluarkan keterangan pers. Dalam salah satu bagian keterangan itu menyebut, Pastor Salerno, selaku wakil Takhta Suci mengingatkan, tugas-tugas Administrator Apostolik akan berakhir ketika Pontifice Romano sudah mengangkat Uskup baru untuk Keuskupan Ruteng dan telah mengambil alih secara kanonik jabatan tersebut.
Tak Mudah
Pada Selasa, 17/10, Mgr San berada di kabupaten yang terkenal dengan ikon pariwisata Danau Tiga Warna atau Kelimutu. “Mohon maaf. Saya sedang ada di Ende dan sedang banyak acara Minggu ini. Kalau bisa ditunda Minggu berikutnya. Terima kasih,” balas mantan Praeses Seminari Tinggi Ritapiret, Maumere, Flores, dalam pesan singkat (short message service/SMS).
Berselang tiga menit, setelah memintanya kembali untuk bisa mewawancarai pada malam hari, Bapa Uskup akhirnya menyanggupi. “Bisa menelpon sekarang. Malam saya ada acara,” balas Uskup kelahiran Mauponggo, Kabupaten Nagekeo, Flores, pada pukul 15.04 WIB, atau pukul 16.00 WITA.
Mgr San tak menampik, tanggung jawab baru yang diembannya itu tak mudah. Menurutnya, Keuskupan Ruteng memiliki wilayah amat luas, banyak paroki dan umat. Selain itu, di “Tanah Nuca Lale” sedang terjadi “badai”. Butuh energi dan perhatian ekstra, apalagi Mgr San juga sedang mempersiapkan sinode keempat Keuskupan Denpasar, selama lima hari pada pengujung November mendatang.
Sebagai Uskup, demi ketaatan kepada Takhta Suci dan keutuhan Gereja, Doktor Kitab Suci jebolan Universitas Kepausan Urbania Roma, ikhlas menerima dan menjalankan tanggung jawab tambahan itu. “Tapi tugas ini tidak selamanya, hanya sementara, sampai Roma menunjuk Uskup baru untuk Ruteng. Kapan? Saya juga tidak tahu,” ujarnya.
Pada Kamis, pekan lalu, Mgr San bertolak dari Ende ke Ruteng. Keesokannya, sang Uskup bertemu dengan seluruh imam yang berkarya di Keuskupan Ruteng. Tujuannya, lanjut Mgr San, ingin bertemu, berkumpul, berdialog, dan mendengar harapan para imam terhadap situasi yang sedang terjadi, demi kemajuan dan kesatuan Gereja Lokal. “Jika imam bersatu, umat juga akan bersatu,” harapnya.
Seorang imam di Keuskupan Ruteng, yang tak ingin disebutkan namanya membenarkan soal adanya pertemuan tersebut. “Iya, saya juga mendapat undangan. Surat keluar tanggal 12 Oktober dan ditandatangani langsung oleh Administrator Apostolik (Mgr San),” jawabnya saat dihubungi melalui telepon, Kamis, 19/10.
Sejarah selalu terulang, meski berbeda peristiwa, tetapi memiliki pola yang sama. Selang beberapa waktu usai Paus Benediktus XVI menunjuknya sebagai Uskup Denpasar pada 22 November 2008, Romo Hubert menggantikannya sebagai Praeses Ritapiret. Posisi itu tak lama diduduki oleh dosen spiritualitas di STFK Ledalero, Maumere. Sebab pada 7 November 2009, Vatikan menunjuk Romo Hubert sebagai Uskup Ruteng.
Sekitar tujuh tahun setelah ditahbiskan sebagai uskup, Mgr Hubert mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pemimpin reksa pastoral Gereja setempat. Takhta dan karya keuskupan yang ditinggalkan oleh Mgr Hubert digantikan oleh Mgr San, teman kelasnya, yang dulu ia gantikan sebagai Praeses Ritapiret.
Berhadapan dengan tanggung jawab ini, Mgr San akan menjalankan dengan sebaik-baiknya. Ia tidak ingin melihat masa lalu, namun akan fokus pada perkembangan Gereja di Ruteng ke depan. “Saya tidak ingin melihat yang lalu-lalu. Saya ingin menatap ke depan,” ujarnya.
Bertemu Imam
Dalam pertemuan antara Mgr San dengan para imam yang berkarya Keuskupan Ruteng di aula lantai dua keuskupan, Jumat, 20/10, ada sejumlah poin yang disampaikan Administrator Apostolik Keuskupan Ruteng itu. Berdasarkan informasi dari seorang imam yang tak ingin disebutkan identitasnya, Mgr San berharap pertemuan itu membawa kesejukan dan persaudaraan agar dapat diikuti umat.
Mgr San juga berharap, para imam menghargai keputusan Mgr Hubert yang telah resmi mengajukan pengunduran diri dari jabatan sebagai Uskup Ruteng. Sikap ini mestinya sama seperti Takhta Suci.
Pasca putusan Takhta Suci pada 11 Oktober lalu, lanjut Mgr San, semua imam dan umat Ruteng harus menghentikan semua polemik. Semua komponen Gereja harus bergerak maju. Secara khusus kepada para imam, Mgr San berharap, agar menjaga kebersamaan dan persaudaraan, melakukan rekonsialisi, dan metanoia sungguh-sungguh. Mgr San juga mengajak para imam mau bekerja sama dalam melayani umat. “Melayani dalam semangat ketaatan Injili. Ketataan karena iman kepada Kristus yang telah lebih dahulu menunjukkan ketaatan kepada kehendak Bapa-Nya, bahkan sampai mengorbankan diri, disalibkan, dan wafat (bdk. Flp 2:1-11).”
Yanuari Marwanto