HIDUPKATOLIK.com – Bencana bukanlah kutukan atau amarah dari Tuhan. Lewat bencana, manusia dapat belajar rendah hati menerima pertolongan dan belajar untuk berbelarasa.
Berita tanah longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara muncul di televisi, Jumat malam, 12/12. Tanah longsor yang menimbun puluhan rumah yang dihuni sekitar 300 jiwa dari 53 keluarga terjadi pukul 17.45 WIB.
Erika Inggarwati, umat Paroki St Antonius Banjarnegara, malam itu bersama teman-teman lintas agama sepakat membuka dapur umum. Paginya, pukul 05.00, ia belanja ke pasar. Jelang siang, ia bersama teman-temannya mengirim 650 nasi bungkus ke pengungsian.
Inggarwati sempat tertegun mendengar kisah seorang rekan yang pulang dari Dusun Pagerpelas yang terisolir. Nasi bungkus Inggarwati menjadi bantuan pertama di tempat itu. “Teman saya baru bisa menjangkau pukul empat sore. Padahal, seharian pengungsi belum makan nasi. Sayang, yang dibawa hanya 100 bungkus, sementara pengungsinya 495 orang,” tuturnya. Akhirnya nasi bungkus diprioritaskan bagi anak-anak.
Ibu rumah tangga ini membuka dapur umum hingga proses evakuasi selesai. Dari saweran, terkumpul dana 25 juta rupiah untuk mendukung kegiatan itu. Selain Inggarwati, Kepala Bidang Asistensi Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banjarnegara Veronika Tri Candra Irianti juga membuka dapur umum. Tempatnya di Karang Kobar. Dapur itu dibantu banyak kalangan, seperti Taruna Siaga Bencana (Tagana), umat, dan Posko Bencana Paroki St Antonius Banjarnegara (Posko St Antonius). “Kalau kekurangan bahan makanan, tinggal telepon paroki. Setelah dimasak, makanan dikirim ke tempat pengungsian,” kata Veronika.
Posko Tanah Longsor
Sementara itu, Posko St Antonius dibentuk pada hari kedua bencana, Sabtu, 13/12. Selain membangun Posko Induk di Pastoran, Paroki juga mendirikan Sub Posko di Stasi Karang Kobar, dekat lokasi bencana. Posko ini menerima bantuan dari perorangan dan lembaga dari berbagai paroki di Keuskupan Purwokerto dan keuskupan lain. Menurut Koordinator Posko Benedictus Nugroho, selain menyalurkan makanan untuk pengungsi dan relawan, posko juga menyalurkan tikar, linggis, kasur, kompor gas dan kebutuhan lain.
Dalam aksinya, mereka dibantu oleh Karitas Purwokerto (Karito) dan Karitas Indonesia (Karina). Sejumlah 21 relawan Tanggap Darurat (Tagar) dari Magelang binaan Karitas Keuskupan Agung Semarang juga turut membantu. Ada juga mahasiswa dari Unika Soegijapranata Semarang yang membantu trauma healing bagi pengungsi. Menurut Ketua Karito Romo Tarcisius Puryatno, saat bencana terjadi, Karito memang mendorong paroki setempat untuk mendirikan posko. “Keberadaan Karito menjadi suporting unit,” katanya.
Tanggap darurat menjadi perhatian Karito. Menurut Romo Puryatno, di wilayahnya ada tiga potensi bencana alam yaitu, tanah longsor, banjir dan gas beracun. “Untuk mengatasi bencana itu, Karito membuat pelatihan. Masyarakat dilatih membuat analisis situasi riil, lantas membuat aksi yang tepat,” papar Vikjen Keuskupan Purwokerto ini.
Ketika tanah longsor terjadi di Banjarnegara, sejumlah relawan orang muda yang didampingi Karito juga turut membantu Posko St Antonius. Dalam aktivitasnya, selain bekerja sama dengan kelompok masyarakat dan relawan, Karito juga membangun jejaring dengan pemerintah seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Posko Bencana Sinabung
Di lain tempat, yaitu di Sumatra Utara,bencana letusan gunung Sinabung sejak 11 November 2013 sampai sekarang belum usai. Statusnya kini level III. Waktu letusannya menghebat, Gereja Katolik membantu korban di bawah koordinasi Karitas Pengembangan Sosial Ekonom Keuskupan Agung Medan (PSE KAM) yang dipimpin Pastor Markus Manurung OFMCap.
Mereka membuat tiga posko: Dua posko untuk pengungsi di Kabanjahe, yakni di Paroki St Petrus & Paulus (Posko St Petrus) dan Paroki St Perawan Maria (Posko St Maria), serta Posko Gudang Bantuan di Paroki St Fransiskus Berastagi. “Kami aktif menyalurkan bantuan ke posko lain yang membutuhkan,” ungkap Pastor Paroki St Fransiskus Berastagi Pastor Moses Elias Situmorang OFMCap kepada HIDUP via surat elektronik, Selasa, 3/2.
Jumlah pengungsi yang ditangani sebanyak 342 KK (1450 jiwa) di Posko St Petrus dan 85 KK (275 jiwa) di Posko St Maria. Pengungsi mendapat bantuan beras, ikan, selimut, bubur bayi, obat, dll. Pada 24 Januari 2014, Presiden SBY sempat bermalam di Posko St Petrus ketika mengunjungi korban bencana Sinabung.
Agar tak bosan di pengungsian, Karitas PSE KAM juga memberdayakan pengungsi dengan berbagai pelatihan. Kaum ibu membuat kerajinan tangan, bapak-bapak bekerja padat karya, serta orang muda membuat roti dan meracik kopi. Khusus untuk posko-posko di luar kota Kabanjahe dan Berastagi, Karitas PSE KAM bekerjasama dengan RS Santa Elisabeth Medan, RS Harapan Pematangsiantar, dan RS Charitas Palembang, memberikan pengobatan gratis setiap hari Minggu pada Januari sampai Juni 2014.
Berbagai Bantuan
Untuk melayani pengungsi, posko dibantu oleh para relawan umat paroki setempat dan masyarakat yang tak terdampak bencana. Sesudah tiga bulan, peran relawan berkurang karena pengungsi sudah dilibatkan mengurus keperluan mereka sendiri.
Letusan gunung Sinabung yang hampir satu setengah tahun, membuat relawan dan pengungsi bosan juga putus asa. Menurut Pastor Moses yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Tanggap Darurat KAM, untuk mengatasinya didatangkan psikolog yang membuat program refreshing.Mereka juga kedatangan beberapa lembaga sosial yang membuat pelatihan dan permainan untuk anak-anak. Tak ketinggalan, para frater baik dari Ordo Kapusin Konventual, imam diosesan, mahasiswa STP Delitua, dan para suster dari KAM yang datang silih berganti memberi peneguhan, hiburan dan permainan.
Bantuan lain juga datang dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) berupa pembuatan tempat relokasi di hutan Siosar. Tak ketinggalan, Uskup KAM Mgr Anicetus B. Sinaga turut berpartisipasi berkunjung ke pengungsian. Guna mendukung pelayanan Posko, Pastor Markus bergerak cepat menggalang bantuan. “Puji syukur bantuan banyak mengalir. Baik dari dalam maupun luar negeri,” ungkap Pastor Moses.
Sejak bulan Oktober 2014 pengungsi di luar radius 5 Km dari Gunung Sinabung sudah kembali ke rumah masing-masing. Sedangkan yang berada di Radius 0-4 Km tidak diizinkan pulang. Kebutuhan mereka dijamin pemerintah, termasuk sewa rumah di daerah aman, sebelum pindah ke tempat relokasi di Siosar. Pada Desember 2014, posko-posko milik Karitas PSE KAM ditutup.
Aksi untuk Tuhan
Mereka merefleksikan karyanya, sebagai pelayanan untuk Tuhan. “Kalau berbuat baik pasti Tuhan tahu. Saat tangan kanan memberi, tangan kiri tidak boleh tahu,” kata Inggarawati. Sedangkan Veronika menghabiskan libur natalnya bersama pengungsi. Kadang ia tidur bersama mereka. Bagi Pastor Moses, bencana bukan kutukan Tuhan. Bila bencana dianggap sebagai kutukan, sama saja menganggap Allah sebagai pembalas dendam. Ia mengatakan, “Bagi korban, bencana mengajarkan sikap rendah hati untuk menerima uluran tangan orang lain. Bagi yang tidak terkena, bencana merupakan kesempatan untuk belajar berbelarasa.”
A. Nendro Saputro
Pelapor: Sutriyono (Purwokerto)