HIDUPKATOLIK.com – Tema “Tiada Syukur Tanpa Peduli” dicanangkan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) untuk mensyukuri berkembangnya aneka pelayanan bidang sosial, ekonomi, dan pastoral. Tak hanya itu, pelayanan pendidikan dan kesehatan pun kian banyak membantu sesama. Menanggapi hal itu, HIDUP mewawancarai Anggota Komisi Pelayanan Sosial Ekonomi (PSE) KAJ sekaligus Ketua Panitia Aksi Puasa Pembangunan (APP) KAJ, Anastasius Widyahadi Seputra, Rabu, 11/2. Berikut petikannya:
Apa saja aneka pelayanan yang telah di buat umat dan lembaga di KAJ?
Keberhasilan kita antara lain, Gerakan Ayo Sekolah Ayo Kuliah (ASAK). Ketika dicanangkan tahun 2010, hanya Paroki St Thomas Rasul Bojong Indah, Jakarta Barat. Kini, gerakan itu berkembang di 33 paroki. ASAK sudah membantu se kitar tiga ribu anak SD hingga Perguruan Tinggi. Ada juga beasiswa yang belum termasuk anggota ASAK.
Di sejumlah paroki, ada juga aksi bedah rumah dan warung, layanan kesehatan bagi lansia, Gerakan Belarasa Berkhat St Yusup (BKSY), gerakan lingkungan hidup, pembekalan guru melalui program Sentra Belajar Guru (SBG) yang bekerjasama dengan Komisi Pendidikan KAJ. Lalu Credit Union Micro finace Innovation (CUMI) berhasil memberdayakan kaum miskin dan ekonomi lemah di beberapa paroki.
Sejauh mana tema “Tiada Syukur Tanpa Peduli” disosialisasikan?
APP ini hasil kerjasama sejumlah komisi, seperti Liturgi, Kateketik, Kesehatan, Kerasulan Keluarga, Kitab Suci, Komunikasi Sosial, dan Kepemudaan. Dalam pertemuan Pastores, Mgr Ignatius Suharyo dan Ketua Komisi PSE, Pastor Eddy Mulyono SJ sudah menyampaikan se putar APP kepada para pastor.
Lalu, sosialisasi diberikan kepada Panitia APP tiap paroki agar mereka menge tahui arah, gerak, dan program APP.Untuk sekolah-sekolah, Komisi PSE bersama Komisi Kateketik mengundang dan memberi pembekalan kepada para kepala sekolah dan katekis agar tiap sekolah membuat aksi nyata sesuai tema.
Kami pun mengundang kelompok kategorial, seperti WKRI, Keluarga Maha siswa Katolik (KMK), Tim Kesehatan dan Seksi Kepemudaan Paroki. Jalur teritorial dan kategorial menjadi saluran rahmat dan berkat bagi umat.
Persiapan APP sudah kami mulai sejak November 2014. Kami berkoordinasi dengan komisi-komisi yang terlibat. Lalu kami mengundang Panitia APP setiap paroki dan membagikan formulir yang dibutuhkan. Pada Januari lalu, kami meng undang kembali Panitia APP dan mempresentasikan bahan-bahan APP, termasuk Aksi Nyata Puasa (ANP).
Apa sasaran APP?
Rumus keberhasilan APP adalah A x B x C x D. A berarti Alat, yakni APP. B adalah Bekerja atau aksi nyata. C adalah Cita-cita untuk mewujudkan masya rakat adil dan sejahtera. Semua itu di dasari oleh D, yaitu Doa, yang menyadar kan orang untuk selalu rendah hati.
Bagaimana pengelolaan dana APP?
Dana APP dari paroki 100 persen diserahkan ke keuskupan. Kemudian, 70 per sen dana itu tinggal di keuskupan, 30 persen disetor ke KWI. Dana untuk KWI yang dikelola Komisi PSE KWI, di bagi menjadi 15 persen untuk dana APP nasional, 10 persen dana solidaritas antar keuskupan, dan 5 persen untuk Karitas Internasional (Karina), untuk membantu korban bencana.
Apakah lingkungan atau paroki diperbolehkan ‘menyunat’ dana APP sebelum di serahkan ke KAJ?
Jika hal itu terjadi, pasti dilakukan oknum yang tidak tahu aturan main atau rule of the game-nya. Dana APP dari lingkungan dan paroki seharusnya 100 persen diserahkan ke keuskupan, yakni Komisi PSE KAJ. Paroki hanya boleh memotong dana APP untuk membiayai bahan-bahan APP. Bila paroki merancang program APP dan kekurangan dana, mereka bisa mengajukan itu kepada Komisi PSE KAJ.
Dulu pernah ada aturan, paroki bisa memotong 25 persen. Namun sejak masa Mgr Leo Soekoto SJ, hal itu dihentikan. Menurutnya, jika hal itu terjadi di KAJ, paroki kaya akan semakin kaya, dan paroki miskin kian menderita.
Mgr Leo menandaskan, semua dana APP diatur keuskupan. Jika ada paroki miskin yang butuh, kita akan membantu. Jika paroki kaya tak butuh bantuan, kita pun tidak memberi.
Komisi PSE KAJ selalu membuat laporan, yakni evaluasi tertulis kegiatan dan pemasukan dana, sehingga bisa di buktikan jumlah riil yang diterima dari tiap paroki. Ini sebagai bukti. Kami selalu menekankan agar buku evaluasi yang diterima paroki harus sampai ke tiap lingkungan.
Yanuari Marwanto