HIDUPKATOLIK.com – Sejak kecil, hidupnya sudah mencerminkan kesalehan dan dibaktikan demi pelayanan pada Gereja. Ia menjadi Paus kala Gereja dilanda kemerosotan moral dan praktik indisipliner para klerus. Ia berjuang memperbaikinya.
Tahun 857, pimpinan Gereja Konstantinopel, Patriakh Ignatius I sempat dicopot oleh Paus, Penerus Takhta St Petrus di Roma. Patriakh Ignatius I dinilai telah melanggar Hukum Gereja.
Takhta St Andreas Konstantinopel pun mengalami sede vacante. Saat itu, Photius secara tidak legitim berhasil menduduki Takhta Konstantinopel. Lalu Paus mempromulgasikan dekrit pada 8 Mei 857, yang ditujukan kepada seluruh uskup untuk menolak kedudukan Photius sebagai Patriakh Konstantinopel.
Menyikapi polah Photius, pada April 863, digelarlah Sinode Roma yang menjatuhkan hukuman ekskomunikasi kepada Photius. Dalam sejarah hubungan Gereja Barat dan Timur, perseteruan Penerus Takhta St Petrus di Roma dengan Patriakh Ignatius I dan Photius ini dianggap sebagai bibit perpecahan yang kelak berpuncak pada Skisma Besar tahun 1053. Meski demikian, Paus masih berusaha merestorasi status Ignatius I sebagai Patriakh Konstantinopel untuk menghentikan sepak terjang Photius. Namun, usaha ini pun gagal.
Cikal bakal perselisihan Gereja Barat dan Timur itu terjadi pada masa Paus Nikolaus I. Dalam sejarah, Paus Nikolaus I dikenal sebagai salah satu Paus besar pada zaman Abad Pertengahan. Pengaruhnya sangat penting pada perkembangan tata kelola kepausan. Bahkan, posisinya di kalangan para pemimpin sipil –para raja dan bangsawan– dalam dunia kekatolikan di Eropa sangat kuat.
Saleh dan Terpelajar
Nikolaus lahir di Roma, Italia, 825. Ia berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya seorang bangsawan, bernama Theodore. Sejak kecil, ia sudah mengenyam pendidikan yang memadai. Orangtuanya amat memperhatikan aspek intelektual dan kerohanian buah hati mereka.
Bocah berdarah Romawi ini tumbuh dengan banyak keutamaan. Selain memiliki kemampuan akademis yang unggul dan pengetahuan luas, ia dikenal sebagai pribadi yang saleh dan banyak kebajikan terpancar dalam dirinya.
Nikolaus bahkan sudah mendedikasikan diri dalam pelayanan bagi Gereja sejak dini. Ia memilih untuk menekuni jalan hidup sebagai religius. Ia menerima tahbisan Subdiakon dari Paus Sergius II (844-847); dan tahbisan sebagai Diakon dari Paus Leo IV (847- 855). Peristiwa pentahbisan tersebut mengindikasikan bahwa dirinya memiliki relasi yang dekat dengan para Paus pada masa itu.
Tak heran jika pasca wafatnya Paus Benediktus III (855-858) pada 7 April 858, nama Nikolaus menyeruak sebagai salah satu kandidat kuat Penerus Takhta St Petrus. Kala Paus Benediktus III mangkat, Kaisar Louis II sedang berada di sekitar Roma. Mendengar kabar duka itu, Sang Kaisar segera bergegas masuk ke Kota Abadi untuk menebar pengaruh dalam proses pemilihan Paus baru.
Intervensi Kaisar ini akhirnya berbuah. Pada 24 April 858, Nikolaus terpilih menjadi Paus. Pada hari yang sama, ia dimahkotai dan langsung menduduki Takhta St Petrus. Upacara inagurasi itu dihadiri Kaisar Louis II, yang ikut mengusung nama Nikolaus hingga naik takhta.
Penegak Moralitas
Ketika mengawali masa kepausannya, Paus Nikolaus I melihat bahwa situasi kekristenan pada waktu itu carut marut. Kehidupan moralitas kristiani mengalami kemerosotan. Praktik hidup kaum klerus, baik imam maupun uskup tidak dapat menjadi contoh kehidupan rohani yang ideal bagi umat beriman.
Dengan terpilihnya Nikolaus sebagai Paus, gerak reformasi kehidupan rohani dan moralitas kristiani menjadi prioritas pada masa awal kepausannya. Banyak imam, uskup, dan bangsawan yang tidak suka atas agenda pembaruan yang ia gariskan.
Misalnya, Uskup Agung Ravenna (kini: Keuskupan Agung Ravenna-Cervia), Mgr Yohanes menggembalakan umatnya dengan gaya yang sangat represif layaknya seorang diktator. Para uskup di Keuskupan Sufragannya (Cesena-Sarsina, Forli-Bertinoro, Rimini, dan San Marino-Montefeltro) diperlakukan secara tidak adil.
Bahkan, delegatus Paus pun diperlakukan secara kasar dan tidak hormat. Ia juga memalsukan dokumen-dokumen penting demi mengeruk kekayaan. Menanggapi hal ini, Paus Nikolaus I melakukan investigasi secara teliti dan akhirnya menjatuhkan hukuman ekskomunikasi kepada Mgr Yohanes.
Sanksi serupa juga diterima oleh Uskup Bergamo, Mgr Hagano. Ia diekskomunikasi oleh Paus Nikolaus I setelah melakukan tindakan perlawanan terhadap disiplin dalam hidup menggereja yang telah diamanatkan Bapa Suci.
Pejuang Monogami
Sementara itu, Uskup Agung Köln (Cologne) Mgr Günther dan Uskup Agung Trier Mgr Thietgaud disuspensi oleh Paus Nikolaus I dalam Sinode Lateran pada Oktober 863. Setelah Bapa Suci melakukan investigasi secara saksama, dua uskup agung tersebut kedapatan bersalah dengan melakukan pembiaran terhadap praktik pernikahan tidak sah di kalangan para bangsawan di wilayah keuskupannya. Bahkan sebenarnya, mereka juga ikut hadir dalam Sinode Lateran untuk mewakili Raja Lothair II dari Lorraine yang menceraikan istrinya, Theutberga dan menikah lagi dengan Waldrada.
Melihat utusannya justru dihukum oleh Paus Nikolaus I, Raja Lothair II segera merangsek ke Roma dengan bala tentara. Ia sempat menyekap Bapa Suci di Basilika St Petrus selama dua hari tanpa diberi asupan makanan. Meski mendapat ancaman dan tekanan, Bapa Suci tak gentar. Akhirnya, Kaisar Louis II membebaskan Paus dan minta agar Raja Lothair II berdamai dengan Paus. Namun, Bapa Suci tetap bersikukuh pada keputusannya untuk mengembalikan pernikahan Raja Lothair II dengan Theutberga.
Selain itu, Uskup Agung Reims, Mgr Hincmar dan Uskup Soissons (-Laon), Mgr Rothad juga berkonflik dengan Paus. Mgr Rothad diturunkan dari takhta karena menolak keputusan Sinode Soissons (-Laon). Sementara Mgr Hincmar melawan hak prerogatif Paus dalam pengangkatan uskup. Tak gentar Paus tetap menegakkan aturan dan disiplin di kalangan hirarki meski mendapat banyak perlawanan.
Cermin Kesucian
Selama bertakhta, Paus Nikolaus I juga memberikan perhatian besar pada aktivitas misionaris. Ia banyak mengirimkan utusannya ke pelbagai tempat untuk mendukung agenda reformasi yang telah ia canangkan, termasuk dalam karya penginjilan di beberapa daerah seperti di antara bangsa Slav dan Bulgaria.
Di Roma, Paus Nikolaus I sempat melakukan restorasi beberapa gereja dan memberkatinya sendiri. Sebagai Paus, ia dikenal sebagai figur asketis yang setia mempraktikkan kesalehan kristiani dalam hidup pribadinya.
Paus Nikolaus I bertakhta hingga wafat pada 13 November 867 di Roma. Sejak hari wafatnya, ia sudah dianggap sebagai orang kudus. Rakyat Kota Abadi menaruh hormat dan berdevosi padanya. Maka, sebagian orang menyebutnya sebagai Santo Nikolaus Agung karena penghormatan yang begitu besar padanya. Gereja memperingati Paus Agung dari Abad Pertengahan ini tiap 13 November, mengacu pada hari wafatnya.
R.B.E. Agung Nugroho