HIDUPKATOLIK.com – Museum bisa menjadi sarana edukasi yang baik sekaligus tempat untuk menggali inspirasi iman.
Museum Katedral Jakarta awalnya berada di lantai dua Katedral St Perawan Maria Diangkat ke Surga Jakarta. Museum ini dirintis Romo Rudolphus Kurris SJ sebagai museum bertema Katolik pertama di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Pada 2015, mulai dibicarakan rencana pemindahan Museum Katedral. Beberapa relawan dari berbagai latar belakang sudah mulai memikirkan desain dan tata letak museum yang baru.
Agustus lalu, Museum Katedral secara resmi dipindah ke gedung lama Pastoran Paroki Katedral. Peresmian museum ini bertepatan dengan perayaan syukur 20 tahun tahbisan episkopal Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo.
Kepala Paroki Katedral Jakarta, Romo Hani Rudi Hartoko SJ mengatakan, proses pemindahan Museum Katedral ke gedung pastoran lama melewati beberapa tahapan proses. Saat ini, kondisi fisik bangunan serta sarana dan prasarana sudah hampir rampung. “Rencana, pada 28 Oktober 2017 nanti, museum sudah bisa dibuka untuk umum. Pada saat itu baru lantai satu yang bisa digunakan,” ujar Romo Hani.
Setelah museum ini berpindah, Romo Hani berharap, Museum Katedral dapat menjadi sarana untuk belajar mengenai sejarah Gereja di Jakarta. Selain itu, museum juga dapat menjadi pedoman dalam setiap tindakan yang akan dilakukan pada masa depan.
Museum Katedral maupun museum yang lain, bisa menjadi media pembelajaran, penyadaran, sekaligus penggerak. Romo Hani mengharapkan, lewat museum ini dapat memotivasi orang untuk juga memiliki semangat visioner, seperti yang dimiliki para pendahulu. “Koleksi yang dimiliki Museum Katedral bisa digunakan untuk pengembangan Gereja pada masa mendatang.”
Romo Hani menyampaikan, ke depan, setiap tata ruang akan dilengkapi materi dalam bentuk audio visual. Media ini akan memudahkan pengunjung untuk memahami sejarah Gereja di Jakarta. “Hal ini dirasa perlu karena mengingat generasi sekarang tumbuh dan berkembang dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat. Jadi kita harus mengimbangi mereka dengan cara menawarkan katekese dalam bentuk yang berbeda.”
Museum ke Depan
Ketua Museum Katedral Jakarta, Susyana Suwadie menyampaikan, sampai saat ini, Museum Katedral masih terus berbenah, baik dari tata ruangan, tata lampu, serta bangunan fisik. Setelah fisik gedung serta sarana dan prasarana museum jadi, akan disiapkan orang-orang yang dapat bekerja penuh mengelola museum ini.
Ada perbedaan yang terlihat dari Museum Katedral yang lama dan yang baru. Di tempat yang baru, koleksi-koleksi museum menempati ruangan yang lebih luas. Dulu, karena ruang di lantai dua Katedral Jakarta terbatas, maka pengunjung harus dibatasi. Dengan ruangan yang lebih luas, pengunjung dapat lebih leluasa melihat setiap koleksi dan belajar lebih banyak darinya.
Gedung museum yang baru ini memiliki dua lantai. Koleksi-koleksi Museum Katedral yang lebih dari 400 buah, bisa dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori tertentu. Susyana mengatakan, ke depan, siapa pun yang berkunjung ke museum ini akan disiapkan sebuah petunjuk yang dapat menuntun setiap pengunjung. “Hal ini dirasa perlu agar yang berkunjung mendapatkan pemahaman yang penuh terkait dengan isi museum.”
Susyana juga menceritakan, pengunjung lokal maupun mancanegara akan dapat melihat peninggalan-peninggalan dari para misionaris. Setiap koleksi memiliki kisah tersendiri yang tentu berkait erat dengan sejarah Gereja di Jakarta. Misal koleksi berupa kursi roda tua yang dipakai para Suster Ursulin pertama yang datang ke Batavia.
Di ruangan Vikariat, pengunjung akan melihat koleksi foto para peletak dasar Gereja Katolik di Batavia. Dengan mencermati foto ini, pengunjung akan mampu menyelami sejarah Gereja Katolik di Batavia kala itu. Siapa saja yang pernah bertugas di sini dan dilengkapi dengan biodata.
Di lantai dua, pengunjung akan menemukan sebuah koleksi pustaka yang berisi buku-buku pertama yang digunakan dalam pengajaran katekese. Koleksi ini misalnya buku baptisan pertama, buku pernikahan pertama yang tercatat, dan cetakan buku liturgi yang digunakan saat itu.
Di sudut lain, beberapa koleksi bertema liturgi. Di sini terdapat peninggalan-peninggalan berupa benda-benda liturgi seperti monstran yang sudah berusia lebih dari 300 tahun. Monstran ini dibuat pada 1700 di Belanda. Selain itu, ada pengetahuan terkait dengan lambang-lambang liturgi. Ada juga kasula pertama dalam model Roman dan dalam beberapa warna.
Jejak kunjungan Paus Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus II di Indonesia juga dapat dibaca di museum ini. Beberapa peninggalan dua paus ini dapat dilihat di Museum Katedral di lantau dua.
Setelahnya, sebagai akhir dari tur museum ini, pengunjung akan dibawa masuk dalam ruangan yang bernama ruang KAJ. Di dalam ruang ini ada profil paroki-paroki yang ada di KAJ masa kini; mulai dari sejarah paroki, imam yang pernah berkarya, dan sebagainya.
Waktu Berkunjung
Kini, waktu berkunjung ke Museum Katedral hanya bisa dilakukan tiga kali dalam sepekan, yakni Senin, Rabu, dan Jumat. Pada hari-hari itu, museum hanya mampu melayani selama dua jam mulai pukul 10.00 sampai 12.00.
Selain bisa berkunjung pada jadwal yang sudah ditetapkan oleh pengelola Museum Katedral, pengunjung juga dimungkinkan datang di luar waktu itu dengan terlebih dahulu memberi tahu sebelumnya. Dalam setiap sesi kunjungan, rombongan diharapkan tidak lebih dari sepuluh orang. Catatan lain, kunjungan bisa diadakan saat tidak sedang ada perayaan Ekaristi di Katedral Jakarta. “Karena pengelola museum yang sekarang hanya sukarelawan. Museum Katedral belum memiliki orang yang bisa datang untuk menjaga dan mengelola museum ini.”
Susyana menambahkan, beberapa tahun belakangan, jumlah peminat yang berkunjung ke Museum Katedral terus meningkat. Berdasarkan data terakhir pada 2015, dalam satu tahun ada sekitar 3500 pengunjung. “Biasanya pengunjung lokal datang dari berbagai komunitas, perkumpulan, kelompok kategorial, mahasiswa, dan pelajar. Ada juga wisatawan asing yang menyempatkan untuk datang ke sini,” ujar Susy.
Christophorus Marimin