HIDUPKATOLIK.com – Doa Rosario merupakan praktik devosional paling populer. Sejumlah Paus mendorong umat untuk mendaraskan doa itu. Kadang, ada umat yang terlalu berlebihan berdevosi kepada Maria.
Pertengahan September lalu, seorang anggota grup WhatsApp sebuah komunitas di Keuskupan Agung Jakarta angkat bicara. Dia bertanya kepada 93 penghuni grup itu, berapa banyak umat yang mengikuti sharing atau pendalaman Kitab Suci di Lingkungan masing-masing? Beberapa orang menjawab, tak lebih dari sepuluh orang.
Rupanya, tak hanya kegiatan pada Bulan Kitab Suci Nasional, acara pendalaman iman pada bulan-bulan tertentu juga setali tiga uang. Berbeda saat doa Rosario di Lingkungan. Umat yang datang bisa puluhan. Bukan kaum ibu dan anak-anak saja, kelompok bapak-bapak pun tak sedikit yang ikut terlibat. Doa Rosario menjadi primadona di kalangan umat Katolik.
Peristiwa itu bukan hal baru yang terjadi belakangan ini. Doa Rosario sudah populer sejak dulu, selain modelnya sederhana dan karena itu bisa didaraskan oleh siapa saja, termasuk anak kecil, konon juga karena kisah-kisah ajaib yang terjadi sekitar abad ke-11 hingga ke-15.
Bulan Rosario
Oktober bagi umat Katolik sejagat menjadi Bulan Rosario. Koordinator Our Lady of Pompeii US Marian Mission, Pastor Matthew R. Mauriello, dalam artikelnya di situs International Marian Research Institute, menyebut, Oktober sebagai Bulan Rosario karena setiap 7 Oktober, Gereja memperingati St Perawan Maria Ratu Rosario.
Peringatan itu ditetapkan Bapa Suci Pius V (1504-1712) atas kemenangan pasukan Kristen di Pertempuran Lepanto (kini terletak di Yunani, dan bernama Teluk Korinth) pada 7 Oktober 1571. Semula, pasukan Kristen sudah berada di ujung tanduk. Jumlah mereka kalah banyak dengan pasukan lawan. Bayang-bayang kekalahan sudah berada di ujung mata.
Komandan perang dan seluruh pasukan Kristen pasrah. Mereka pun berdoa Rosario, memohon bantuan Bunda Maria. Rupanya, bukan hanya pasukan di medan tempur, Paus Pius V bersama umat juga berdoa Rosario di Basilika St Maria Maggiore. Mereka berdoa Rosario mulai dari subuh hingga petang. Tak dinyana, pasukan Kristen berhasil memetik kemenangan.
Paus Pius V lebih menghubungkan kejayaan yang ajaib itu berkat “senjata” Rosario daripada kekuatan meriam dan keberanian para prajurit yang berperang di sana. Akhirnya, setiap 7 Oktober, Paus mengenang peristiwa tersebut sebagai peringatan Rosario.
Dua tahun sebelum pecah Perang Lepanto, Paus bernama asli Antonio (Michele) Ghislieri ini mengesahkan doa Rosario seperti polanya sekarang lewat bulla Consueverunt Romani Pontifices. Pius V pula yang menyebarkan doa Rosario kepada khalayak, sehingga doa tersebut menjadi salah satu devosi populer di kalangan umat Kristen. Seiring waktu, penerusnya, Paus Gregorius XIII (1502-1585) menjadikan setiap 7 Oktober sebagai Hari Raya Rosario Suci.
Oktober sebagai bulan Rosario Suci dikembangkan sekitar abad ke-19. Paus Leo XIII (1810-1903) mempromosikan dengan gencar devosi kepada Bunda Maria dengan menggunakan Rosario. Paus Leo XIII bahkan menulis hingga sebelas ensiklik dan satu surat apostolik mengenai Rosario. Berkat perhatiannya yang besar itu, Paus Leo XIII dijuluki sebagai “Paus Rosario”.
Peristiwa Terang
Banyak Paus yang berkontribusi untuk meningkatan doa Rosario lewat tulisan mereka. Paus Paulus VI (1897-1978) dalam Anjuran Apostoliknya “Marialis Cultus” menyoroti soal doa Angelus dan Rosario (MC 40-55). Dalam dokumen itu, Paus menulis, “Rosario mempertahankan sebuah nilai yang tidak berubah dan kesegaran utuh.” (MC, 41)
Bapa Suci Yohanes Paulus II menyebut Rosario sebagai doa favoritnya. Pada 16 Oktober 2002, Paus asal Polandia itu mempromulgasikan Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae (Rosario Perawan Maria). Dalam bagian pendahuluan buku “Rosario Suci” karya Stefan Leks menyebutkan, para pembaca surat Paus itu langsung terkesan oleh hangatnya relasi Bapa Suci dengan Bunda Maria, serta kecintaannya kepada devosi Rosario Suci yang didaraskan sepanjang hidupnya.
Paling mencolok dalam Surat Apostolik itu, lanjut Stefan, adalah usaha Paus untuk menunjukkan betapa Rosario berpusat kepada Kristus dengan segala kekayaan misteri-Nya. Dalam Rosario, doa “Salam Maria” memang diucapkan berulang kali. Namun, pendarasan itu efektif dan menghasilkan buah spiritual gemilang, hanya jika diiringi meditasi, bahkan kontemplasi intensif.
Paus Yohanes Paulus II juga menyinggung, Rosario bukanlah sebuah doa biasa, melainkan semacam “ringkasan Injil”. Karena itu, dalam membulatkan “ringkasan”, Paus menambahkan sebuah misteri baru yang dinamakan Peristiwa Terang atau Peristiwa Cahaya.
Kelima Peristiwa Terang yang diusulkan Paus adalah. Pertama, Yesus dibaptis di Sungai Yordan. Kedua, Yesus menyatakan diri-Nya dalam pernikahan di Kana. Ketiga, Yesus memberitakan Kerajaan Allah dan menyerukan pertobatan. Keempat, Yesus dimuliakan di gunung. Dan kelima, Yesus menetapkan Ekaristi. “Dalam peristiwa-peristiwa baru ini kita merenungkan segi-segi penting dari pribadi Yesus sebagai pengejawantahan Allah yang definitif,” tulis Paus seperti dikutip Stefan dalam bukunya yang terbit pada 2015.
Sesuai Ajaran
Doa Rosario memang begitu populer di tengah umat. Praktik devosional itu juga banyak menyedot umat untuk ikut ambil bagian baik di lingkungan, wilayah, atau paroki. Selain itu, doa ini juga punya makna mendalam. Tetapi, baiklah jika kita merenungkan kembali apa yang pernah ditulis Dr Petrus Maria Handoko CM, dalam Konsultasi Iman, HIDUP No. 40 Tahun 2017.
Dalam edisi tersebut, Romo Handoko menulis, seringkali ada umat yang berdevosi kepada Maria secara berlebihan. Bunda Maria seolah dipertentangkan dengan Yesus: jika Yesus tidak mengabulkan, maka kita akan minta melalui Bunda Maria. Kadang juga, Maria diunggulkan lebih daripada Yesus, karena alasan-alasan kedekatan emosional. Seolah Maria adalah sumber pengampunan dan belaskasihan. Praktik yang demikian ini, tentu saja tidak sesuai dengan ajaran resmi Gereja dan perlu dikoreksi.
Yanuari Marwanto