HIDUPKATOLIK.com – Oktober ini, genap 15 tahun Surat Apostolik St Yohanes Paulus II, Rosarium Virginis Mariae. Rosario sebagai doa perdamaian dan keluarga.
Dari jendela yang menghadap alun-alun Basilika St Petrus, Paus Fransiskus mengangkat sebuah kotak obat dengan label Misericordina; 59 butir untuk hati. Ada desain hati manusia pada kotak itu. Sebelum para relawan membagikan 20.000 kotak serupa kepada para peziarah, Paus mengatakan, dirinya adalah seorang apoteker. “Saya sekarang ingin menawarkan obat-obatan. Lalu Anda bertanya; Paus sekarang adalah seorang apoteker?” katanya sambil mengocok kotak itu.
Dalam kotak itu ada petunjuk dalam beberapa bahasa. Bisa dipakai sehari sekali, tapi kalau darurat, bisa dikonsumsi sebanyak yang dibutuhkan jiwa. Dosisnya sama untuk orang dewasa dan anak-anak. “Jangan lupa minum obat Anda, karena itu baik untuk jantung, jiwa, dan seluruh hidup,” lanjut Paus.
Para peziarah yang menerima kotak itu sumringah. Ternyata isi kotak itu adalah Rosario. Momen candaan Paus ini terjadi di penghujung November 2013 silam. Paus Fransiskus dalam banyak kesempatan berulang kali meminta umat Katolik untuk berdoa Rosario setiap hari untuk perdamaian dunia, sebagaimana ia sendiri melakukannya.
Doa Para Kudus
Paus Emeritus Benediktus XVI juga menyerukan agar umat rajin berdoa Rosario. Tapi Paus Yohanes Paulus II yang paling menggaungkan Rosario. Oktober ini genap 15 tahun Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae. Dia mendedikasikan Surat Apostolik ini untuk perdamaian dunia dan keluarga.
Surat itu seakan merespon wajah kejahatan di awal milenium. Dunia diamuk ancaman terorisme global. Hal itu ditandai dengan peristiwa kelam 11 September 2001 di mana jaringan Al-Qaedah mengoyak tanah Amerika Serikat. Wajah muram awal milenium itu seolah menjadi kelanjutan abad 20, di mana perang atas nama teori, ideologi fasisme, komunisme, dan sosialisme nasionalisme, mewabah di kolong langit.
Berlatar pada kekacauan ini, Paus Yohanes Paulus II menetapkan Oktober 2002-Oktober 2003 sebagai Tahun Rosario. Kala itu, muncul keberatan terhadap menggaungkan Rosario, terkait liturgi suci dan ekumenisme sebagai buah Konsili Vatikan II. Paus Yohanes Paulus II menanggapi keberatan tersebut dengan mengacu pada ajaran Paus Paulus VI. Ajaran itu mengamati, bahwa Rosario sama sekali tidak bertentangan dengan Liturgi, namun menopang dengan setia dan menggemakannya. Dengan kata lain, berdoa Rosario membawa pada keinginan akan anugerah yang datang kepada kita melalui sakramen dan sakramentali. Pada saat yang sama, misteri Rosario mencerminkan bagian dalam Inkarnasi Penebusan Kristus yang merupakan milik kita melalui partisipasi dalam Liturgi Suci.
Keberatan kedua, bahwa penekanan pada Rosario menghalangi ekumenisme. Paus mengingatkan Gereja, bahwa Rosario sepenuhnya ditujukan kepada Kristus sebagai pusat iman. Seperti Bunda Maria di pesta pernikahan Kana, Rosario dan doanya, justru menuntun umat merenungkan wajah Kristus dan melakukan apa yang Kristus minta dari kita. Rosario pada ujungnya, mengarah pada pemahaman dan hidup yang lebih dalam tentang misteri kasih Allah kepada manusia di dalam Yesus Kristus. Pada titik ini, Rosario menjadi cara yang paling efektif untuk mempromosikan kesatuan Kristen.
Di pembukaan Surat Apostolik ini, Paus Yohanes Paulus II mengawali dengan refleksi tentang Rosario yang dicintai oleh Para Kudus yang tak terhitung jumlahnya. Secara khusus, Paus menyebut St Louis dari Monfort hingga St Padre Pio. Ia juga menyebut beberapa pendahulunya yang menggemakan Rosario sebagai senjata ajaib melawan kegelapan. Paus Leo XIII melalui Encyclical Supremi Apostolatus Officio, mengusulkan Rosario sebagai senjata rohani yang efektif melawan kejahatan yang menimpa masyarakat. Atas peninggalan berharga dan upaya menyebarkan Rosario, Paus Yohanes Paulus II menyebut Paus Leo XIII “Paus Rosario”.
Pun demikian dengan Paus Yohanes XXIII dan Paus Paulus VI. Nama terakhir dalam surat apostoliknya Marialis Cultus, menyebut Rosario sebagai sebuah ringkasan dari Injil, karena misteri Rosario adalah peristiwa penting dari Karya Penebusan. Paus Yohanes Paulus II mengaku, sejak masa mudanya menggantungkan hidup pada Rosario. Ketika ia selamat dari peluru yang ditembakkan Mahmet Ali Agca, Paus menyebut tangan Maria yang melindunginya. “Rosario menemani saya pada saat-saat bahagia dan pada saat-saat sulit,” katanya.
Maka pada awal masa pontifikalnya, Paus asal Krakow, Polandia itu terang benderang mengakui Rosario sebagai doa favoritnya yang luar biasa. Bahkan, sejak hari pertama sebagai Paus, ia menjalankan hari dengan irama Rosario. “Magnificat anima mea Dominum! Saya ingin mengucap syukur kepada Tuhan dalam kata-kata Ibu Suci-Nya, yang di bawah perlindunganNya saya telah menempatkan patron pelayanan saya: Totus Tuus!,” tulis Paus Yohanes Paulus II merujuk pada moto pelayanannya yang berlindung kepada Maria seutuhnya.
Peristiwa Cahaya
Melalui Rosario, kejadian utama kehidupan Yesus Kristus berjalan lewat di hadapan mata jiwa. Rangkaian kehidupan itu hadir dalam peristiwa gembira, sedih dan mulia. Rangkaian peristiwa itu, kata Paus Yohanes Paulus II, menempatkan kita dalam kehidupan persekutuan dengan Yesus melalui hati ibu-Nya.
Dari perenungan sepanjang hidup dan khususnya 25 tahun masa pontifikalnya, Paus Yohanes Paulus II melalui Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae mempromosikan Peristiwa Cahaya dalam peristiwa Rosario. Peristiwa Cahaya ini mencakup lima misteri: Pembaptisan di sungai Yordan; Pernikahan di Kana; Proklamasi Kerajaan Allah; Transfigurasi; dan Penetapan Ekaristi Kudus. Kardinal Raymond Leo Burke DD JCD secara rinci mengomentari Surat Apostolik ini. Melalui kelima misteri itu, umat merenungkan Wajah Kristus saat Dia mengungkapkan kasih Allah melalui pelayanan-Nya. “Dalam setiap misteri cahaya, kita melihat Kerajaan Allah di dalam pribadi Penebus.”
Dalam Pembaptisan Yesus, Allah Bapa menyatakan panggilan dan misi Putra terkasih-Nya, sementara Roh Kudus turun ke atas Dia dalam seluruh kepenuhan-Nya untuk melaksanakan misi-Nya. Pada pesta Pernikahan di Kana, Kristus melakukan yang pertama dari tanda-tanda penyelamatan-Nya, melalui perantaraan Bunda-Nya, mengungkapkan belas kasihan Allah kepada kita. Peristiwa ketiga, Yesus memproklamasikan Kerajaan Allah. Yesus memanggil semua pria dan wanita untuk bertobat dan menawarkan pengampunan. “Misteri ini membawa kita untuk merenungkan secara khusus Sakramen Tobat, yang dengannya, Kristus secara terus-menerus memanggil kita untuk mengubah hidup dan memberikan pengampunan atas dosa-dosa kita,” urai Kardinal Leo.
Misteri keempat menyajikan kontemplasi kita tentang Kristus yang mulia di Gunung Tabor, mempersiapkan kita untuk sengsara dan maut-Nya, sehingga kita dapat berbagi dalam kebangkitan-Nya, dengan pencurahan Roh Kudus ke dalam kehidupan kita. Yang terakhir adalah Perjamuan Tuhan, di mana Kristus memberikan hidupnya bagi manusia.
Paus Yohanes Paulus II mencatat bahwa Bunda Maria tetap berada di latar belakang di setiap misteri cahaya itu. Itu tampak jelas saat menyaksikan pernikahan Kana, Maria adalah murid pertama dan terbaik dari Putra-Nya. “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu.” (Yoh. 2: 5), merefleksikan pemuridan Maria. Ia yang adalah ibu Tuhan, menemani kita dalam kontemplasi dengan Kristus, melalui misteri terang.
Surat Apostolik ini juga membahas cara berdoa Rosario yang fokus pada kontemplasi dan renungan akan karya keselamatan Tuhan. Tanpa kontemplasi, kata Kardinal Leo, Rosario akan jatuh menjadi hafalan dan akhirnya mustahil untuk menggali buah-buah misteri Rosario yang menyelamatkan manusia dari dosa dan kejahatan.
Edward Wirawan