HIDUPKATOLIK.com – Minum kopi, hal biasa. Tapi di tangannya, secangkir kopi bisa memberikan sensasi dan nilai lebih kepada penikmatnya. Ia mengolah biji-biji berkualitas hasil bumi Indonesia.
Asap keluar dari mesin peracik kopi. Aroma kopi menyeruak beriringan dengan aliran hitam pekat ke dalam cangkir. Dengan piawai, tangannya memadukan kopi pekat itu dengan susu. Kopi hitam pun berubah kecoklatan. Rasa pahit khas kopi berpadu dengan manis susu, mengguyur lidah. Ia kembali meracik secangkir kopi. Kali ini, rasa pahit kopi sedikit menghilang. Rasa mirip coklat melekat di langit-langit mulut.
“Itulah alasan saya mencintai kopi. Dalam kopi ada seni dan sangat dinamis,” ucapnya sembari menyeruput secangkir kopi. Di tangannya, kopi bisa dibuat dengan bermacam gaya dan citarasa.
Mencetak barista
Hampir sepuluh tahun, Franky Angkawijaya bergelut dengan dunia kopi. Mula-mula, ia menjadi penjual biji kopi dan mesin peracik kopi. Biji kopi dan mesin peracik itu, ia datangkan dari luar negeri. Sembari berjualan, pria yang belum genap berusia 37 tahun ini menularkan ilmu meracik kopi secara cuma-cuma.
Namun, ilmu yang ia berikan gratis tak diserap penuh oleh relasinya. “Saya seperti buang-buang waktu aja. Ilmu yang saya beri kan juga tak dihargai,” protesnya.
Kekesalan itu justru berbuah. Dari pengalaman itu, Franky memutuskan membuka kursus barista. Barista adalah sebutan bagi peracik dan penyaji kopi. Sekolah barista yang mulai dibuka 18 Agustus 2009 ini diberi nama Esperto Barista Course. Esperto berasal dari bahasa Italia yang berarti ahli.
Franky memulai sekolah ini dengan tiga mesin peracik kopi. Kini, di tempat kursus yang terletak di basement sebuah gedung di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, terdapat 13 mesin peracik kopi. “Ternyata dengan membayar, orang lebih memiliki komitmen,” ucap Franky.
Melalui sekolah ini, Franky mengaku ingin memperbaiki industri kopi di Indonesia, lantaran belum banyak orang Indonesia yang bisa meracik kopi dengan baik. “Saya ingin orang Indonesia bisa menikmati nilai lebih dari citarasa kopi,” harapnya. Perlahan namun pasti, keinginan Franky ini mewujud. Alumni Esperto Barista Course bisa membagikan ilmu kepada siapapun. Kala menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Mari Elka Pangestu pernah belajar di tempat ini. Begitu pula Kepala Badan Ekonomi Kreatif RI, Triawan Munaf.
Cara orang Indonesia menikmati kopi tak ada yang keliru. Minum kopi juga terkait dengan budaya yang dihidupi masyarakat setempat. Franky hanya memperkenalkan cara menikmati kopi dengan citarasa yang berbeda. “Misal, kopi yang saya buat bisa lebih sehat, karena tidak ada tambahan gula,” ujar ayah dua anak ini.
Menolak import
Kopi bukanlah barang asing bagi Franky. Sejak remaja, ia menyukai kopi hitam. Ia kerap meriung bersama keluarga sembari menyeruput kopi. Kopi panas di tuang sedikit demi sedikit di piring kecil, ditiup, lalu diseruput. Ampas kopi yang menempel di bibir menambah kenikmatan.
Tapi, pola minum kopi Franky berubah drastis ketika mengenyam pendidikan di Negeri Kanguru, Australia. Di negeri jiran ini, Franky bersua dengan kopi yang dipadukan dengan susu. Citarasa kopi pun bisa diubah-ubah sesuai selera penikmat. Cara membuatnya dibantu dengan mesin. Tak ada lagi ampas kopi yang menempel di bibir.
Franky kian mencintai kopi. Ia tak mau hanya menjadi penikmat kopi. Ia ingin meracik kopi sendiri. Franky pun belajar menjadi barista di Australia, kemudian diperdalam di Italia. Kini, ia kerap menjadi juri dalam kompetisi barista.
Kembali ke tanah air, Franky menatap peluang usaha kopi. Ia keliling Indonesia, mencari sembari mengenal beragam jenis kopi lokal Indonesia. “Ternyata, biji-biji kopi Indonesia tak kalah dengan kopi dari luar negeri. Yang paling penting adalah menjaga kualitas, agar kopi Indonesia tetap oke!”
Franky pun memutuskan untuk menghentikan import kopi. Apalagi, ia berjumpa dengan aneka tantangan ketika mengimport kopi. “Paling sering bertemu dengan oknum aparat pemerintah. Mereka itu kan ujung-ujungnya duit. Saya merasa diperas. Bukan untung, malah rugi terus.”
Tidak hanya biji kopi, sejak tiga tahun silam, Franky juga tak lagi mengimport mesin peracik kopi utuh. Ia mendatangkan suku cadang mesin, lalu dirakit di dalam negeri. Bahkan, ia berupaya mencipta mesin sendiri. “Orang Indonesia mampu kok!” Franky berujar, upaya ini untuk melawan para import mesin, terutama yang ilegal dan menghindari pajak.
Menurutnya, industri kopi di Indonesia harus lebih memperhatikan sumber daya manusia, dari mulai petani kopi hingga barista. Petani kopi harus diberi peluang untuk terus belajar. Cara pandang dan mentalitas petani kopi harus diasah. Maka, Franky pun tak segan mendampingi para petani kopi. Sejauh ini, ia baru bisa mendampingi komunitas petani kopi di kawasan lereng Gunung Rinjani, Lombok. Ia juga sedang mengupayakan mendampingi petani kopi di Flores, Nusa Tenggara Timur. “Petani dan pelaku industri kopi di Indonesia itu paling bangga jika bisa menjual ke luar negeri. Padahal, pasar kopi dalam negeri sangat besar. Kasihlah orang Indonesia menikmati kopi yang berkualitas!”
Umat Paroki Maria Bunda Karmel Tomang, Jakarta Barat, ini akan terus mengolah dan meracik biji-biji kopi berkualitas dari negeri sendiri. Ia bangga bisa meracik kopi Indonesia dengan mesin buatan bangsa sendiri, dengan citarasa Indonesia.
Franky Angkawijaya
TTL : Surabaya, 6 Oktober 1978
Istri : Margareta Lulu Sasmita
Anak : Kelly Angkawijaya dan Heidi Angkawijaya
Pendidikan:
• TK Katolik Sari Asih Sumbawa Besar
• SD Katolik Sumbawa Besar
• SMP Katolik Sumbawa Besar
• St Mark International College Perth, Australia (1993-1994)
• Aquinas College Perth (1994-1996)
• Hotel Management-Cesar Ritz, Sydney (1997-1998)
• International College of Tourism (1997-1998)
• Maquire University Sydney (1999-2000)
• Curtin University of Technology Perth (2001)
Pekerjaan:
• Gloria Cafe Sydney (1997-1998)
• Sheraton On The Park Hotel Sydney (1997-1998)
• The Avillion Hotel Sydney (1999-2000)
• Manajer Penjualan dan Pemasaran PT Natural Beauty Cosmetics (2002-2005)
• Direktur PT Harvest Coff e Forenity (April 2006-sekarang)
• Direktur PT Gastronomica Indonesia (Januari 2011-sekarang)
• Direktur PT Heilly Jaya Lestari (Juli 2012-sekarang)
Y. Prayogo