HIDUPKATOLIK.com – Romo Erwin yang terkasih, perkenalkan nama saya Riko. Saya bekerja sebagai pegawai swasta. Tahun ini usia saya 27 tahun. Saya sedang bergulat dengan kecenderungan yang ada dalam diri saya. Saya seorang homoseksual. Saya lebih suka dan tertarik dengan pasangan sejenis dari pada lawan jenis.
Saya sadar akan kecenderungan ini. Saya bingung kenapa perasaan ini muncul? Apakah saya berdosa kalau saya menyukai pasangan sejenis? Mohon penjelasan dan bantuan Romo. Terima kasih.
Riko, Sumatra
Riko yang sedang bingung, menjadi homoseksual memang bukan hal yang mudah untuk diterangkan. Pada satu sisi orang menghadapi persoalan bahwa homoseksual dianggap menyimpang dari kebiasaan atau hukum alam. Orang menyebutnya orientasi seksual menyimpang. Pada lain sisi, pelaku homoseksual sendiri merasa itulah dirinya dan ia menjalani tanpa rekayasa atau rencana.
Homoseksual, bisa terjadi karena secara alamiah dan hormonal, atau bahkan kromosomal, yang mendorong orang mengekspresikan ketertarikan seksualnya pada teman sejenis. Akan tetapi, sejauh ini teori ini tidak terlalu menarik untuk dijelaskan. Karena, orang lebih suka melihat bahwa homoseksual adalah fakta dunia: ada banyak kaum pria dan wanita yang menyukai pasangan seksual sejenis. Sampai di sini Gereja masih memandang homoseksual sebagai realitas yang tak bisa dipungkiri. Akan tetapi, persoalan menjadi lain kalau itu berkaitan dengan keinginan menikah.
Homoseksual adalah orientasi seksual yang secara Katolik dibedakan dari relasi normal heteroseksual. Secara umum, hal ini disebut menyimpang (dari orientasi kebanyakan orang). Gereja tidak menutup mata akan adanya kaum homoseksual. Gereja juga mengasihinya. Tetapi, meresmikan dan bahkan mengizinkan pernikahan di antara mereka tentu melawan hukum perkawinan yang sudah dibuat Tuhan Yesus: laki-laki meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya (Kejadian 2:24 atau Markus 10:7).
Ajaran Gereja mengenai persatuan suami istri tidak akan dapat menerima hubungan homoseksual, karena persatuan kodrati dan alkitabiah hanya menerima hubungan laki-laki dan perempuan. Hal ini tidak sama dengan Gereja membenci kaum homoseksual. Gereja memahami adanya perbedaan dalam diri seorang homoseksual dibanding orang kebanyakan. Paus Fransiskus bahkan mengajak seluruh Gereja memberikan perhatian pada orangtua yang memiliki anak homoseksual, agar tidak lepas iman dan percaya bahwa Tuhan masih bekerja dengan kasih-Nya bagi siapa saja.
Kecenderungan suka kepada kaum sejenis barangkali adalah jalan hidup Anda. Tetapi, hal ini tidak sama dengan melegalkan aktivitas seksual sejenis. Setiap orang yang menikah pun mempunyai kecenderungan menyukai orang lain di luar pasangannya. Tetapi mereka tidak dengan bebas mewujudkan ketertarikan itu. Jadi pokok masalah pada pengendalian diri.
Perasaan menyukai sesama jenis sangat berkaitan dengan pengalaman psikologis sepanjang hidup Anda. Pengalaman masa kecil dapat menjadi pemicunya, misalnya karena ada abuse atau pelecehan seksual, lingkungan keluarga dengan pengasuhan yang melulu perempuan, orangtua yang menginginkan anak perempuan, atau masalah biologis lain yang rumit dijelaskan.
Jika Anda menyukai sesama jenis, karena itu perasaan, maka secara moral perasaan itu tidak bersalah. Tetapi tindakan yang menyertai perasaan itulah yang dapat dibenarkan atau dipersalahkan. Perasaan tertarik menjadi tantangan, tanpa diwujudkan. Ini justru menjadi keutamaan, karena Anda dapat mengendalikan perasaan dan tindakan Anda.
Perasaan berdosa hanya akan menjauhkan Anda dari sumber kasih, yaitu Tuhan sendiri. Perasaan itu akan membuat Anda terlalu jauh berpetualang dalam relasi fisik yang membuat hidup jadi sia-sia. Pikirkan hal-hal yang baik, bermanfaat bagi banyak orang, buatlah relasi dengan sebanyak mungkin orang, dan pakai talenta untuk memuliakan Tuhan. Tidak semua cinta harus memiliki dan tidak semua hasrat harus dipenuhi di dunia ini. Saya dan Gereja berdoa sungguh untuk Anda dan kawan-kawan sepengalaman. Tuhan memberkati.
Alexander Erwin Santoso MSF