HIDUPKATOLIK.com – Benda-benda rohani adalah sarana suci yang membantu umat beriman untuk berdoa dan mendekatkan diri dengan Tuhan. Meskipun sudah rusak, benda-benda itu tetap suci.
Salah satu kekayaan Gereja Katolik adalah memiliki sarana rohani, seperti rosario, salib Yesus, patung, dll. Sarana-sarana itu sungguh bermanfaat bagi umat beriman terutama untuk meningkatkan hidup rohani. Karena itu, sarana rohani tersebut harus dijaga, dihormati dan dimanfaatkan sebaik mungkin. Demikian kata Sekretaris Eksekutif Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia (Komlit KWI), Romo Bosco da Cunha OCarm saat ditemui di kantornya, Selasa, 7/4.
Imam yang ditahbiskan pada 18 Juni 1978 ini, juga mengajak seluruh umat agar benda-benda rohani (khususnya salib) yang ada di rumah, dipasang di tempat yang terbuka dan mudah dilihat. Tujuannya agar dengan melihat Yesus yang tersalib umat dapat mengenang kasih Allah yang tanpa batas.
Selanjutnya, menurut lulusan Universitas Sant’ Anselmo Roma ini, apabila benda-benda rohani tersebut rusak, entah karena termakan usia atau alasan lain, maka benda itu harus tetap diperlakukan secara hormat. Sebab benda rohani tersebut sudah diberkati. Meskipun sudah rusak, kesuciannya tetap melekat.
Mengapa umat beriman perlu memiliki benda rohani dan bagaimana seharusnya memperlakukan benda-benda suci itu ketika sudah rusak atau tidak terpakai lagi? Berikut petikan wawancara dengan Romo Bosco:
Mengapa umat beriman perlu memiliki benda-benda rohani?
Semua benda rohani yang kita miliki saat ini mempunyai sejarah dan latar belakang dalam perkembangan Gereja. Benda-benda rohani itu dipakai untuk membantu umat dalam berdoa dan merenungkan misteri-misteri ilahi.
Selain itu, benda-benda itu juga dapat membantu umat dalam berkomunikasi dengan Tuhan. Namun perlu diketahui bahwa sarana rohani tersebut bukan obyek untuk disembah, melainkan sarana. Semua sarana suci hanya pengantar kita untuk berjumpa dengan Tuhan.
Mengapa benda-benda rohani disebut benda suci?
Semua peralatan itu dikatakan suci karena merupakan sarana untuk perayaan-perayaan suci dan untuk berdoa. Karena bernilai baik, maka sangat dianjurkan setiap umat beriman memiliki sarana tersebut. Jika sudah memiliki, umat beriman pun perlu memperlakukan benda-benda itu secara hormat, benar dan pantas.
Selain itu, benda-benda rohani disebut suci karena merupakan sarana suci yang mengantar kita kepada kesucian. Dengan demikian otomatis kita harus menghormatinya.
Bagaimana status kesucian benda-benda rohani yang sudah diberkati?
Kesucian benda-benda rohani yang sudah diberkati bersifat melekat. Meskipun rusak atau tidak dipakai lagi, tapi hakikat kesuciannya tetap ada. Karena itu, benda-benda rohani itu tidak perlu diberkati berulang kali. Istilah expiration date atau kedaluwarsa tidak berlaku untuk benda-benda suci yang sudah diberkati.
Jika benda-benda rohani itu rusak atau tidak bisa dipakai lagi, sebaiknya apa yang harus dilakukan?
Menurut kebiasaan, patung atau arca yang pecah dan rusak dan tidak dipakai lagi, ditanam atau dikubur di halaman pastoran. Jika umat memiliki rosario, patung atau benda rohani lain yang tidak dipakai lagi karena rusak, dapat pula menguburkannya di halaman rumah. Namun peraturan mengubur benda-benda rohani yang sudah rusak itu bukan sebuah keharusan. Boleh juga, benda-benda rohani yang sudah rusak itu, disimpan sebagai barang antik atau kenang-kenangan. Jika benda rohani itu terbuat dari kayu dan bisa dibakar, diperbolehkan juga untuk dibakar.
Intinya semua benda rohani harus diperlakukan secara hormat. Jangan dibuang di tempat yang tidak wajar. Sekadar contoh, manusia dengan tubuhnya yang suci ketika meninggal dikuburkan ke dalam tanah. Bahkan Yesus dimakamkan di lubang batu. Hal ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang bersifat sakral harus mendapat penghormatan dan perlakuan yang pantas.
Bagaimana sebaiknya memperlakukan hosti yang jatuh ke lantai atau anggur yang tumpah?
Kalau untuk yang itu, sebaiknya dimasukkan ke dalam sakrarium (sumur suci). Menurut Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR) hosti atau bagian hosti yang terjatuh harus dipungut dengan khidmat. Kalau ada darah Kristus tertumpah, hendaknya tempat itu dibersihkan dengan air. Air itu lalu dituangkan ke dalam sakrarium di sakristi. Jangan lupa juga memperhitungkan perasaan umat. Sebab kadang-kadang umat yang melihat hosti yang jatuh itu berkomentar, “Masak hosti yang sudah jatuh diberikan kepada kami”. Dalam hal ini, perasaan umat harus dihargai.
Apakah ada pedoman atau petunjuk khusus mengenai sakrarium?
Tentu saja ada petunjuk khusus. Menurut PUMR kebiasaan membangun sakrarium di sakristi hendaknya dipertahankan. Ke dalam sakrarium inilah dituang air bekas pencuci bejana kudus dan kain-kain (Bdk. PUMR No. 280).
Apakah di setiap gereja harus mempunyai sakrarium?
Sangat dianjurkan. Sebab, selalu ada kemungkinan hosti jatuh atau anggur tumpah. Maka sakrarium itu harus ada di setiap gereja, khususnya di sakristi. Sakrarium bisa dalam bentuk sumur suci atau mirip seperti itu sehingga memungkinkan hosti suci dan benda rohani lainnya dapat mengalir ke dalam tanah.
Ada beberapa gereja yang sampai saat ini tidak memiliki sakrarium, bagaimana tanggapan Romo?
Saya tidak heran kalau ada fenomena seperti ini. Itu berarti bahwa pendidikan liturgi merupakan sesuatu yang bersifat ongoing formation dan tidak sekali jadi. Maka pendidikan dan katekese liturgi mesti terus digiatkan. Dibutuhkan kesabaran dan upaya terus-menerus dalam mendampingi umat agar sungguh memahami dan menghayati liturgi yang dirayakan. Jika kita sungguh memahami liturgi yang kita rayakan, saya yakin iman kita pun bertumbuh.
Lalu bagaimana seharusnya kita memperlakukan busana liturgi?
Persoalan paling praktis ialah kecenderungan untuk mencuci busana-busana liturgis bersama pakaian-pakaian pribadi, lalu dijemur secara “beramai-ramai” atau dibiarkan tak terurus selama berhari-hari. Menurut saya kita harus memberi hormat khusus untuk semua peralatan suci sebagai tindak lanjut dari maksud baik PUMR. Karena itu, kasula, stola, kain piala, pakaian misdinar, dll. harus dicuci dan dijemur terpisah dari pakaian pribadi. Karena semuanya sudah diberkati, maka itu adalah suci.
Apa harapan Romo kepada umat dalam perawatan benda-benda rohani yang mereka miliki?
Harapan saya agar umat tidak mendewakan benda-benda rohani sebagai benda sakti. Keberadaan benda-benda rohani ini mesti mendorong umat beriman untuk berdoa dengan benar serta meningkatkan kualitas relasi dengan Tuhan. Semoga benda-benda rohani itu dapat mengantar umat beriman menuju kekudusan.
Celtus Jabun