HIDUPKATOLIK.com – Orang tua anak berkebutuhan khusus (ABK) berkumpul dan berbagi pengalaman. Dalam kegiatan rutin kelompok itu, anggota berbagi suka duka dan saling meneguhkan.
Bulan Februari tahun 2004, seorang umat dari Paroki St Paulus Keuskupan Bandung, Veridiana Immaculata merasa gelisah dan kesulitan mendampingi anaknya yang berkebutuhan khusus. Kegelisahan itu kemudian mendorong Diana, sapaannya, untuk membentuk sebuah komunitas orangtua yang mempunyai ABK. Inisiatif itu kemudian mendapat tanggapan positif.
Diana lalu memulai komunitas ini bersama tiga temannya. Mereka menyediakan waktu untuk bertemu secara rutin di kota Bandung. Di pertemuan itu, mereka bisa berbagi pengalaman dan mencurahkan isi hati mereka satu sama lain. “Awalnya saya membawa duka. Namun setelah bertemu dengan sesama orangtua yang juga mempunyai ABK, saya mengalami sukacita,” katanya.
Dalam perjalanan waktu, komunitas kemudian berkembang. Di penghujung tahun 2013, mereka juga menjadikan komunitas ini berbadan hukum dan diberi nama Yayasan Percik Insani (YPI) Bandung. Setelah menjadi yayasan, sekretariat mereka bertempat di Gedung Pastoral Keuskupan Bandung.
Peduli ABK
YPI dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan anggota komunitas, khususnya dalam menangani ABK. Anggota komunitas merasa bahwa pendampingan ABK merupakan hal yang tidak mudah. Berangkat dari keprihatinan itu, mereka kemudian menggagas kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan, kesehatan, terapi dan spiritualitas untuk ABK.
Untuk memperluas relasi YPI, mereka membangun jaringan dan kerja sama dengan berbagai pihak, seperti psikolog, psikiater, mahasiswa, dll. Mereka dilibatkan dalam beberapa kegiatan YPI.
Menurut moderator YPI Romo Alexander Dato SSCC, kehadiran YPI sudah bisa dirasakan manfaatnya. Berkat komunitas ini, orangtua yang memiliki ABK dapat memperluas jaringan, memperoleh ilmu dan pengalaman untuk mendampingi anak-anak mereka. “Tujuan pendampingan kami adalah agar ABK dan orangtua mereka tidak merasa sendirian lagi,” ujarnya kepada HIDUP.
Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Bandung memandang YPI muncul karena keinginan para orangtua untuk memberikan pelayanan rohani dan psikologis kepada para ABK serta menguatkan diri mereka sendiri yang jengah dengan sikap masyarakat yang kadang kurang peduli. Dari itu, sesuai pendasaran teologis dari Romo Alex, ABK adalah ciptaan Tuhan yang mempunyai martabat mulia. “Oleh karena itu kita harus menghargai dan mendukung mereka karena kita semua sama di hadapan Tuhan,” ungkap Kepala Paroki Santo Mikael Waringin Bandung.
Saling Meneguhkan
Untuk meningkatkan pendampingan kepada ABK, YPI kemudian membentuk beberapa divisi. Antara lain divisi Parents Supporting Group (PSG). Dalam divisi ini, para orangtua bisa berinteraksi dan saling memberikan dukungan atau informasi. Salah satu kegiatannya adalah menggelar acara Family Gathering. Menurut jadwal yang telah diagendakan, bulan April 2015 ini, YPI akan mengadakan Family Gathering mengangkat tema “Bersama Kita Bisa”.
Menurut Diana yang kini terpilih menjadi ketua YPI, tujuan utama dari program Family Gathering adalah sebagai sarana pertemuan orangtua ABK bersama para pemerhati dan para profesional untuk saling berbagi pengalaman, keterampilan, ilmu, dan sekaligus mewujudkan sebuah komunitas yang terus bertumbuh dan berkembang. “Tak hanya itu, Family Gathering juga menjadi ajang untuk mengajak para orangtua, pemerhati, dan masyarakat agar ikut mengkampanyekan kepedulian terhadap ABK,” ujarnya.
Selain itu, setiap bulan YPI menggelar diskusi kelompok dengan para orangtua ABK. Kelompok diskusi ini dibentuk berdasarkan jenis kendala yang dialami anak. Kini ada dua kelompok yang rutin menjalankan diskusi, yakni kelompok orangtua yang anaknya mengalami autis dan down syndrome. Dalam diskusi itu, mereka membahas hal-hal yang berhubungan dengan cara pendampingan ABK “Tema yang dibicarakan dalam diskusi hanya berhubungan dengan hal-hal praktis soal cara pendampingan ABK,” ungkap Diana.
Beberapa topik lain juga pernah dibahas dalam diskusi, misalnya, peran sibling (saudara kandung), pubertas dan program keterampilan. Hampir semua kegiatan mereka adakan di Gedung Pastoral Keuskupan Bandung. Kadang-kadang mereka juga mengadakannya di rumah-rumah anggota secara bergilir.
Karena YPI tidak hanya memperhatikan kebutuhan orangtua ABK, tetapi juga kebutuhan ABK sendiri, maka YPI mempunyai divisi Pendidikan atau Pengembangan. Melalui divisi ini, ABK diberi bekal pengetahuan dan keterampilan khusus seperti kursus musik, komputer, menjahit, memasak, berkebun, dan sebagainya. Untuk lebih dekat dengan anak, YPI memiliki program konsultasi langsung kepada para ABK.
Kegiatan Rohani
Program kerohanian tak luput diselenggarakan YPI. Menurut Romo Alex, setiap bulan komunitas ini secara rutin mengadakan misa. Kegiatan misa sudah dimulai sekitar tiga tahun yang lalu. “Sebelumnya acara misa hanya diadakan pada acara-acara tertentu,” kata Romo Alex. Misa bulanan diadakan secara bergilir di beberapa paroki di Keuskupan Bandung dan dipimpin oleh romo moderator dan romo paroki setempat. Tujuan mengadakan misa secara bergilir adalah untuk memperkenalkan YPI kepada umat.
Ketika pertama kali para ABK mengikuti misa, menurut Romo Alex, suasana dalam gereja sangat ramai. Namun pengalaman itu kemudian mendorong para orangtua dan pendamping untuk memberikan penjelasan dan pendampingan seputar sikap-sikap liturgi. “Setelah mendapat penjelasan, para ABK bisa tenang di dalam gereja dan mengikuti misa dengan baik,” ungkapnya.
Selain misa, dalam pendampingan rohani juga diadakan persiapan untuk menyambut komuni pertama bagi para ABK. Persiapan dilakukan selama dua bulan dan diadakan setiap tahun. Dalam masa persiapan ini, orangtua mendapat pendampingan khusus tentang tanggung jawab mereka kepada anak.
Mengingat anggota YPI tidak hanya umat Katolik, divisi PSG juga berinisiatif memberi ruang kepada orangtua dan ABK yang beragama Kristen dan Islam. Bagi anggota yang beragama Kristen diberi ruang untuk merayakan acara Natal bersama, sedangkan yang beragama Islam diberi kesempatan mengadakan acara buka puasa bersama. “Semua kegiatan rohani ini bermuara pada satu tujuan yakni untuk meningkat relasi dengan Tuhan,” kata Romo Alex.
Hingga saat ini, YPI telah menghimpun ABK penyandang autis, Attention Deficit Disorder (ADD), Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), Cerebral Palsy, Down Syndrom, dll. Mereka telah mendampingi sekitar 200 keluarga. Mereka juga mulai merintis Skill Center sebagai sarana pendidikan keterampilan bagi ABK. Romo Alex berpesan agar orangtua dapat belajar menerima kehadiran ABK di tengah keluarga. “Melalui ABK, Allah juga mengungkapkan kasih-Nya kepada manusia,” pesannya.
Celtus Jabun