HIDUPKATOLIK.com – Mengapa doa Angelus diganti dengan doa Regina Caeli pada masa Paskah? Apakah doa Regina Caeli berkaitan dengan dogma Maria diangkat ke surga?
Margaretha Maria Sasanty Andriani, Malang
Pertama, doa Regina Caeli (Ratu Surga) sudah sangat tua. Tidak mungkin menentukan siapa pengarang doa ini dan dari mana asal doa ini. Catatan dari abad XII sudah berbicara tentang doa ini. Teks musik tertua dari doa ini disimpan di Vatikan, yaitu sebuah manuskrip dari tahun 1171. Pada sekitar tahun 1200, doa Regina Caeli muncul dalam manuskrip nyanyian tradisional Romawi Kuno. Jadi, bukti-bukti historis menunjukkan bahwa doa Regina Caeli sudah lama menjadi kekayaan Gereja, jauh mendahului pernyataan dogmatis Maria diangkat ke surga pada tahun 1950.
Kedua, perubahan dari doa Angelus ke doa Regina Caeli ditetapkan secara universal pada tahun 1742 oleh Paus Benediktus XIV, yaitu bahwa selama masa Paskah, dari Hari Raya Paskah sampai dengan Hari Raya Pentakosta, Doa Ratu Surga harus didaraskan sebagai ganti doa Angelus. Sesudah itu muncullah komposisi lagu-lagu yang sangat indah untuk doa Ratu Surga.
Perubahan ini dilakukan karena kesesuaian tema. Doa Malaikat Tuhan merujuk pada misteri Inkarnasi Sabda, yaitu ketika “Sabda menjadi manusia dan tinggal di antara kita” sedangkan doa Ratu Surga merujuk pada misteri Paskah, yaitu pada Kristus yang “telah bangkit seperti disabdakanNya” dan bahwa “Tuhan sungguh telah bangkit.” Maka memang tepatlah jika doa Ratu Surga menggantikan doa Malaikat Tuhan. Doa Ratu Surga juga mengungkapkan suatu permohonan kepada Allah Bapa agar kita dimampukan untuk menikmati sukacita dalam kehidupan kekal bersama Maria di surga karena kebangkitan Yesus Kristus. Doa ini menunjukkan penerapan konkret rahmat Paskah untuk hidup kita yang percaya pada Kristus yang bangkit.
Ketiga, doa penutup dari doa Ratu Surga mencerminkan iman kita pada kebangkitan. Kebangkitan Kristus menunjukkan kemenangan dan kejayaan Kristus atas kuasa dosa dan kematian. Kejayaan Kristus mengikutsertakan semua orang yang percaya kepadaNya. Mereka akan “duduk di atas dua belas tahta untuk menghakimi kedua belas suku Israel” (Mat 19:28), malah “menghakimi dunia dan malaikat” (1 Kor 6:2-3). Mereka memerintah bersama Kristus, seperti dikatakan dalam sebuah kidung tua yang dikutip 2 Tim 2:12. Karena Maria adalah yang paling unggul di antara semua orang murid Tuhan, maka secara unggul pula dia diikutsertakan dalam kemenangan Kristus. Itulah artinya gelar “Ratu Surga” Maria sebagai ibu Yesus Kristus, ikut serta memerintah bersama dengan Kristus di surga. Gelar ini menyatakan kedekatan Maria dengan Kristus yang luar biasa, baik di dunia ini maupun di surga. Maria unggul di antara para kudus (bdk Pius XII, Ad Caeli Reginam, DS 3913-3917).
Gelar sebagai “Ratu Surga” tidak boleh dimengerti seolah Maria menjadi saingan Allah dengan kekuasaan surgawi-Nya. Maria dinyatakan sebagai Ratu justru karena kerendahan hatinya yang menyerahkan seluruh hidupnya untuk melakukan kehendak Allah. Allah sungguh merajai seluruh diri Maria.
Keempat, keyakinan iman ini menunjukkan bahwa pengakuan akan Maria sebagai Ratu Surga sudah ada sejak lama dalam Gereja. Dogma Maria diangkat ke surga (1950 oleh Pius XII) sebenarnya hanya mengeksplisitkan kepercayaan Gereja yang sudah lama diungkapkan dalam praktik iman. Pernyataan dogmatis Gereja itu tidak mengubah kenyataan tetapi hanya mengungkapkan secara resmi pengenalan dan kesadaran Gereja dalam bentuk ajaran tentang Maria sebagai bagian dari iman yang diwahyukan, karena itu harus dipercayai. Jadi, fakta pengangkatan Maria ke surga sudah terjadi lama sebelum pernyataan dogmatisnya. Doa Ratu Surga mengingatkan kita akan apa yang terjadi pada Bunda kita. Itulah harapan nyata yang juga akan terjadi pada kita yang percaya kepada Putranya.
Petrus Maria Handoko CM