HIDUPKATOLIK.com – Kolintang menjadi bagian hidupnya sejak kanak-kanak. Ia tak lulus ujian sekolah lantaran kolintang. Berkat ketekunan melestarikan musik tradisional Minahasa ini, ia diganjar penghargaan.
Ia kaget tatkala namanya masuk dalam jajaran penerima penghargaan sebagai Pelestari Budaya Tradisional Indonesia dari Kementerian Pendidikan dan Budaya RI pada Oktober tahun lalu. Benny Demas Elfianus Soputan, yang akrab disapa Benny, dianggap memiliki jasa dalam melestarikan kolintang, alat musik tradisional masyarakat Minahasa, Sulawesi Utara. “Sebenarnya saya bingung dan terkesima saat mendengar bahwa saya mendapat penghargaan ini.
Tapi, karena ini sesuatu yang halal, ya saya terima dengan senang hati,” ujarnya dengan wajah penuh senyum.
Tak lulus
Suara alat musik yang berasal dari bilah-bilah kayu ini memang tak asing bagi Benny. Hampir tiap hari, suara kolintang ia dengar. Lantaran kerap mendengar kolintang sejak kanak-kanak, Benny pun tergerak untuk belajar memainkan kolintang. Ia menyerap ilmu menabuh kolintang dari sang ayah dan saudara-saudara yang juga piawai memainkan alat musik ini. Ayahnya yang seorang pegawai negeri sipil, juga seorang pelatih musik kolintang.
Kemampuan Benny bermain kolintang terus diasah. Saat remaja, ia bergabung dengan grup kolintang The Santos di Manado, Sulawesi Utara. Sembari sekolah, Benny kerap diajak tampil dalam pentas kolintang. Grup kolintangnya menjadi tenar pada masa itu. Ia pun bisa berkeliling daerah Minahasa menghibur masyarakat dengan sajian musik kolintang. Bersama dengan grup ini, Benny juga sering mengikuti berbagai festival kolintang yang dihelat di Manado dan sekitarnya.
Meski gemar bermain kolintang, Benny tak melupakan pendidikan. Saat bersekolah, Benny mengaku termasuk anak yang nakal. Namun, ia menggenggam satu cita-cita, yakni menjadi seorang insinyur. Maka, ketika melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah atas, Benny memilih masuk sekolah menengah kejuruan atau pada saat itu dikenal sebagai sekolah teknik mesin (STM). Orangtuanya mendukung upaya Benny ini.
Namun, kolintang sepertinya tak bisa lepas dari hidup Benny. Bahkan, ia semakin keranjingan bermain kolintang. Karena kolintang, sampai-sampai ia tak lulus ujian akhir sekolah. Benny sempat putus asa. “Saya tidak lulus ujian. Sebelum ujian, saya tidak mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadap ujian. Saya sibuk tour keliling Minahasa untuk mementaskan musik kolintang. Akibatnya, saya tidak lulus ujian. Mungkin saat itu, saya lebih memilih menjadi artis kolintang,” kisahnya sembari tertawa.
Benny pun harus mengulang ujian sekolah. Kali ini, ia lulus. Setelah lulus STM, Benny hijrah ke Jakarta. Mula-mula, ia ingin melanjutkan kuliah ke Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia masih ingin menjadi seorang insinyur. Namun, keinginan itu pupus. Ia mengurungkan niat masuk ITB. Ia justru masuk kuliah di Akademi Ilmu Sekretari dan Manajemen Jakarta (ASMI). Kini, ia menjadi staf pengajar di tempat ini. “Semua berubah 180 derajat!” ujar Benny.
Mempersatukan
Dalam kesibukan sebagai seorang mahasiswa, Benny tak melupakan kolintang. Meskipun berada di tanah rantau, ia tetap gemar bermain kolintang. Sembari kuliah, ia kerap tampil bersama grup kolintang yang ia bentuk. Ia juga kerap mengiringi para penyanyi terkenal. Bahkan, beberapa kali ia masuk dapur rekaman. “Sejak di Jakarta, saya selalu meluangkan waktu untuk bermain musik kolintang. Pada 1974, saya sering mengisi acara musik di TVRI,” kisahnya.
Sejak 1978, Benny menjadi pelatih beberapa grup kolintang di Jakarta. Sekitar sepuluh tahun kemudian, ia mendirikan Badan Koordinasi Pembinaan Musik Kolintang (BKPMK) Jakarta. Ia juga membentuk Himpunan Grup Musik Kolintang. Himpunan ini terdiri atas beberapa grup musik kolintang yang berada di Jakarta, seperti Torantan Jakarta, Donci Jakarta, Ikaselanpe Jakarta, Amarilys Jakarta, Bensator Jakarta, dan Karyata Bekasi. Benny juga pernah membawa grup kolintangnya tampil di Singapura.
Meskipun sibuk sebagai seorang dosen, Benny tetap mencintai kolintang. Kolintang seperti telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia juga terus melatih grup-grup kolintang di Jakarta. Benny, umat Gereja Kristen Reformasi, Benny tak segan membagikan kemampuan memainkan alat musik kolintang kepada siapapun. Ia pernah melatih grup kolintang ibu-ibu di Paroki Stella Maris Pluit. Ia juga kerap diundang komunitas-komunitas Katolik untuk unjuk kebolehan memainkan kolintang. Bagi Benny, kolintang bisa menjadi media pemersatu. Meski kolintang merupakan alat musik khas Minahasa, namun Benny percaya, kolintang dapat mempersatukan beragam perbedaan: agama, suku, tingkat ekonomi, latar belakang pendidikan, serta perbedaan yang lain.
Anak ketiga dari tujuh bersaudara ini menandaskan, “Musik kolintang bisa mempersatukan siapa saja, karena semua lagu bisa dimainkan dengan kolintang.”
Benny Demas Elfi anus Soputan
TTL : Manado, Sulawesi Utara, 5 Mei 1954
Istri : Lananingrum
Anak : Mardksyel Soputan dan Mikhael Soputan
Pendidikan:
• SD Wawali Sulawesi Utara
• SMP Negeri Ratahan Sulawesi Utara
• STM Negeri Manado, Sulawesi Utara
• Akademi Ilmu Sekretari dan Manajemen Jakarta (ASMI)
• Magister Ilmu Sekretari dan Manajemen di UNKRIS Jakarta
Pekerjaan:
• Dosen Akademi Ilmu Sekretari dan Manajemen (ASMI) Pulomas, Jakarta Timur
• Pengajar Manajemen Kesenian di Pusat Latihan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta
Penghargaan:
• Penghargaan sebagai Pelestari Budaya Tradisional Indonesia (2014)
Odorikus Holang