web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Mengorbitkan Calon Paroki Mandiri

2.3/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Setiap umat beriman membutuhkan tempat berdoa. Namun upaya untuk membangun tempat ibadat sering mengalami tantangan.

Stasi St Albertus Harapan Indah merupakan bagian dari Paroki St Mikael Kranji Bekasi yang dikelola oleh imam dari Societas Verbi Divini (SVD). Paroki Kranji tercatat sebagai paroki ke-42 di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Setelah mengalami perkembangan jumlah umat, sekitar tahun 1990, SVD mulai “mengorbitkan” Stasi St Albertus Harapan Indah sebagai calon paroki mandiri.

Sebelum memiliki bangunan gereja, setiap minggu, umat yang bermukim di sekitar Harapan Indah mengadakan misa di rumah umat. Bahkan mereka pernah menyewa Ruko selama beberapa waktu.

Melebarkan Sayap
Menurut mantan Pastor Kepala Paroki St Mikael Kranji, Romo Yoseph Jaga Dawan SVD, ketika itu Stasi Harapan Indah memang layak dipersiapkan sebagai paroki. Itu sesuai dengan kebijakan karya SVD di KAJ yang dimulai dari Paroki St Yosef Matraman. Sejak 30 Desember 1953, melalui perjanjian kerja sama yang ditandatangani oleh Vikaris Apostolik Jakarta saat itu, Mgr A. Djaja sepoetra SJ dan Pimpinan Regional SVD saat itu, Romo E. Kuehne SVD, bahwa SVD mendapat mandat untuk berkarya dan melayani umat di Matraman, Jakarta.

Provinsial SVD Jawa ini juga menjelaskan bahwa setelah beberapa tahun berkarya di Matraman, SVD mulai melebarkan sayap ke Bekasi, Jawa Barat dengan merintis di Paroki St Arnoldus Janssen Bekasi pada tahun 1979. Jumlah umat yang terus meningkat kemudian mendesak SVD untuk membuka paroki baru. Maka lahirlah Paroki St Mikael Kranji, St Bartolomeus Taman Galaxi, dan Ibu Theresa Cikarang.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Dalam perkembangannya, Paroki Kranji mengalami pertumbuhan umat yang pesat sehingga harus dimekarkan. Karena itu, umat Paroki Kranji yang bermukim di perumahan Harapan Indah dan wilayah sekitarnya mulai mempersiapkan diri menjadi paroki yang mandiri. Salah satu persiapan yang dilakukan adalah membangun Gereja St Albertus Harapan Indah.

Membangun Dialog
Rencana awal, gereja akan dibangun di Blok O Harapan Indah di atas lahan seluas 4.300 meter persegi. Namun ada beberapa kendala yang dihadapi, antara lain masyarakat sekitar yang tak menyetujui. Kendala yang lain, lahan itu tidak cukup luas untuk didirikan gereja. Meskipun demikian umat dan Panitia Pembangunan Gereja (PPG) tidak putus asa. Setelah melalui proses panjang, lahan itu dijual untuk membeli lahan tempat Gereja St Albertus sekarang berdiri. Lahan seluas 11 ribu meter persegi di dekat Banjir Kanal Timur (BKT).

Awal tahun 2005, Laksmana Muda (Purn) Christina M. Rantetana menetap di Harapan Indah. Saat itu, ia masih aktif sebagai anggota TNI/AL. Sebelumnya, Christina tercatat sebagai warga Paroki St Fransiskus Asisi Tebet, Jakarta Selatan. Begitu masuk ke Harapan Indah, ia ditunjuk sebagai Ketua PPG. Setelah mendapat kepercayaan, Christina segera mempelajari faktor-faktor yang menghambat pembangunan gereja. Menurutnya, selain faktor luar, salah satu penghambatnya adalah keadaan umat yang belum satu persepsi. “Berangkat dari data, saya kemudian mulai menyusun strategi,” ucapnya.

Christina pun mulai membangun dialog dan komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat, pemerintah dan warga sekitar. Ia juga mengadakan silaturahmi dengan beberapa pemuka agama Islam di wilayah Bekasi. Bahkan, ia bersama anggota PPG yang lain menggelar buka puasa bersama dengan warga sekitar sebagai salah satu cara sosialisasi dengan masyarakat. “Kita harus tahu dan akrab dengan siapa pun di lingkungan kita berada,” ujar perempuan kelahiran Toraja, 24 Juli 1955 ini.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Hal yang paling penting, menurut Christina, adalah upaya pengenalan kondisi masyarakat sekitar digabung dengan analisis sosial. “Kita mesti tahu kondisi objektif di dalam dan di luar kita supaya bisa menjalankan program. Kita juga perlu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati,” katanya.

Berkat usaha dan kerja keras Christina, dalam waktu empat bulan mereka mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pada tahun 2008, Gereja St Albertus Harapan Indah pun mulai dibangun.

Dalam upaya mendekati pihak luar, Christina memanfaatkan ilmu yang dimiliki nya sebagai anggota TNI. “Seorang tentara belajar strategi dan taktik. Ilmu itu saya pakai dalam membangun gereja ini,” ungkapnya. Christina mengaku bahwa ia menjalankan tugasnya sebagai Ketua PPG dengan sukacita. Baginya, tugas tersebut merupakan bagian perutusan sebagai anggota Gereja.

Di penghujung tahun 2009, Gereja St Albertus pernah diserang oleh sejumlah orang tak dikenal. Christina menyaksikan langsung peristiwa itu. Kejadian memilukan itu terjadi seminggu menjelang perayaan Natal. Beberapa hari kemudian, kondisi keamanan dapat dikendalikan dan umat pun bisa merayakan Natal di gereja itu.

Kemah Singgah
Bicara dari sisi arsitektur, menurut sang arsitek F.X. Hartaman, Gereja St Albertus Harapan Indah dibangun berbentuk lancip dengan sudut kemiringan 60 derajat. Bangunan yang menyerupai kemah ini, menurut Hartaman, terinspirasi oleh kisah perjalanan bangsa Israel ketika keluar dari Mesir. Dalam perjalanan itu, maupun ketika tiba di Tanah Terjanji, mereka mendirikan kemah sebagai tempat tinggal. Di kemah itu, mereka membangun persaudaraan sebagai komunitas umat Allah.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Selanjutnya, ketua wilayah St Fransiskus Xaverius ini menerangkan bahwa gagasan utama di balik bangunan gereja berbentuk kemah adalah kemah yang menjadi simbol tempat peziarahan manusia dan kemah singgah sebelum menuju ke surga. Gereja itu dibangun di atas lahan seluas sebelas ribu meter persegi dengan kapasitas 2500 umat. Jumlah itu sudah termasuk tempat di tiga balkon dan area sisi kiri dan kanan gereja yang rencananya akan di beri atap kanopi.

Tinggi bangunan dari jalan raya di depan gereja sekitar 245 sentimeter. Menurut Hartaman, hal itu sengaja ditinggikan agar terlindung dari banjir atau bisa dimanfaatkan sebagai tempat pengungsian saat banjir jika diperlukan.

Semua bahan bangunan gereja, seperti tempat duduk, keramik, semen dll, menggunakan bahan lokal, kecuali untuk plafon yang diimpor dari Cina. Lulusan ITB ini juga menceritakan bahwa sebelum merancang bangunan, ia bersama tim melakukan survei ke beberapa gereja di KAJ.

Dalam merancang gereja, ia dibantu oleh sang istri, Felicia Liesje Suherlim yang juga seorang arsitek. Kini, istrinya dipercaya menjadi koordinator desain pembangunan gedung pastoran Paroki Harapan Indah yang sedang dibangun.

Celtus Jabun

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles