HIDUPKATOLIK.com – Semula ia menyukai dunia politik lantaran ingin jalan-jalan ke luar negeri. Impian itu terwujud. Ia mencecap pendidikan di Amerika Serikat. Kini, ia berkarya sebagai peneliti serta memiliki lembaga survei politik.
Tayangan televisi amat beraneka ragam. Ada yang sangat dibutuhkan masyarakat, namun tak sedikit yang menampilkan hiburan belaka. Sikap memilih dan memilah tayangan televisi amat dibutuhkan. Bila pilihan tepat, jangan heran jika cita-cita bisa lahir karena hal ini. Itulah yang dialami Nicolaus Teguh Budi Harjanto.
Dulu, ketika masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, Nico selalu menonton “Dunia Dalam Berita”, tayangan berita Televisi Republik Indonesia (TVRI). “Saya melihat peristiwa dan isu-isu politik dunia. Dari situ, saya tertarik dengan dunia politik, tapi hanya bagian jalan-jalannya aja,” kisah Nico sembari tertawa.
Selepas sekolah menengah pertama, Nico melanjutkan pendidikan ke SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Di tempat ini, ketertarikan Nico kepada dunia politik kian bergelora. Apalagi ia mendapat kesempatan dan fasilitas untuk membaca buku-buku politik. Ia amat tertarik dengan buku-buku karya Romo Y.B. Mangunwijaya, Romo Franz Magnis-Seseno SJ, serta Das Kapital-nya Karl Marx. “Meski belum terlalu paham maksudnya, tapi saya suka buku-buku itu,” aku pria kelahiran 1 Desember 43 tahun silam ini.
Kecintaan kepada dunia politik mengantarkan Nico masuk gerbang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada (UGM). Ia mengambil jurusan ilmu hubungan internasional. Kenangan akan “Dunia Dalam Berita” kembali muncul dalam benak Nico. “Kenangan yang tak terlupakan. Di UGM, saya mempelajari berbagai macam hal tentang negara lain,” ujar pria yang kala menjadi mahasiswa aktif dalam organisasi pencinta alam ini.
Belajar politik
Usai menamatkan kuliah di UGM, Nico lekas mencari pekerjaan. Ia mengirim lamaran kerja ke beberapa perusahaan, termasuk ke Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta. “Maklum, kami sembilan bersaudara. Jadi, harus mencari kerja untuk membantu orangtua,” kata anak ketujuh ini.
Perihal lamaran kerja ke CSIS, Nico bercerita bahwa sebenarnya ia tidak tahu secara pasti tentang lembaga CSIS. Yang ia tahu, CSIS memiliki perpustakaan dengan banyak buku. Ia juga tahu beberapa nama orang CSIS, tapi tidak mengenal secara dekat. Selang tiga bulan, CSIS memanggil Nico agar mengikuti tes seleksi kerja. Ketika tes wawancara, ia ditanya, “Apakah kamu punya tulisan yang sudah di publikasikan?” Nico menjawab, “Belum ada. Tapi saya bisa menulis skripsi.” Modal kemampuan menulis skripsi ia jadikan senjata untuk meyakinkan Hadi Soesastro (alm), pengamat ekonomi politik yang juga salah satu pendiri CSIS. Akhirnya, Nico diterima sebagai peneliti di CSIS pada 1996.
Lima tahun berkarya di CSIS, Nico mendapat beasiswa pendidikan. Ia di terima sebagai mahasiswa program studi master ilmu politik Ohio University, Amerika Serikat. Keinginan jalan-jalan ke luar negeri pun terwujud. Setelah meraih gelar master, hasrat intelektualnya kian menggebu. Ia melanjutkan pendidikan ke jenjang doktoral ilmu politik di Northern Illinois University, Amerika Serikat.
Nico bercerita, kesempatan untuk melanjutkan kuliah merupakan jawaban atas impiannya. Ia juga rela bekerja 20 jam per minggu di universitas tempat ia kuliah sebagai kompensasi terhadap beasiswa yang ia terima. Ia harus mengurus perpustakaan serta menyiapkan kebutuhan dosen di kelas menjelang kuliah. “Saya juga harus bekerja di restoran Thailand untuk mendapatkan uang untuk menambah uang makan dan mencukupi kebutuhan anak serta istri saya,” kisah Nico yang memperistri Fenny Anastasia pada 2006.
Suara rakyat
Pada 2010, Nico menyelesaikan kuliah, lalu kembali berkarya bersama CSIS. Tapi selang dua tahun, ia hengkang dari CSIS. Bersama beberapa rekannya, ia mendirikan lembaga penelitian dan survei politik. Ia memberi nama lembaga itu Populi Center. “Sesuai dengan namanya, saya ingin hasil penelitian lembaga kami benar-benar berasal dari suara rakyat. Kami tidak mau ada titipan partai atau lembaga tertentu,” kata Nico.
Beberapa waktu lalu, Nico merilis hasil survei lembaganya terhadap tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla. Nico mengakui, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sedikit menurun. Ia mensiyalir, penyebab penurunan ketakpuasan masyarakat tersebut lantaran beberapa kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepentingan masyarakat, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak, gas, serta tarif transportasi publik.
“Tapi penurunan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah masih di garis rata-rata, berkisar 50 persen lebih. Saya menduga, pengalihan subsidi BBM ke sektor infrastruktur dan usaha kecil masyarakat bisa kembali mendongkrak tingkat kepercayaan masyarakat,” ujar pria yang suka mengendarai sepeda motor tua ini.
Mari terlibat!
Ayah dua anak ini mengaku, berkecimpung di dunia politik, terutama sebagai peneliti tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak pihak yang selalu ingin menggiring hasil survei. Katanya, “Menjelang pemilihan presiden tahun lalu, saya diundang sebuah stasiun televisi yang mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu untuk membantu quick count atau hitung cepat hasil pilpres. Tapi, dia mau agar hasilnya mengunggulkan pasangan yang ia dukung. Ya, saya tolak!” Berkali-kali, Nico diminta dan ditekan untuk mengubah hasil survei lembaganya. Namun, ia tetap menolak. Ia menjaga agar lembaganya tak menjadi alat bagi kepentingan politik tertentu.
Dalam gelanggang politik yang penuh dengan intrik, tantangan, serta kepentingan, Nico juga memegang nilai agar ia tetap bisa menjadi garam dan terang bagi dunia politik di negeri ini. Umat Paroki St Anna Duren Sawit, Jakarta Timur ini berkata, “Mari kita terlibat menjadi garam dan terang di sana!”
Nicolaus Teguh Budi Harjanto
TLL : Sleman, Yogyakarta, 1 Desember 1972
Istri : Fenny Anastasia
Anak : Rakai Leonard Harjanto dan Maximilian Adimas Harjanto
Pendidikan:
• Jurusan Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
• Master Ilmu Politik di Ohio University, Amerika Serikat
• Doktor Ilmu Politik di Northern Illinois University, Amerika Serikat Nicolaus Teguh Budi Harjanto
Pekerjaan:
• Peneliti Centre for Strategic and International Studies (1996-2012)
• Direktur Populi Center (2012-sekarang)
• Dosen tamu di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi-Lembaga Administrasi Negara Jakarta (2012-sekarang)
• Dosen Universitas Paramadina Jakarta (2012-sekarang)
• Direktur Umum Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (2013-sekarang)
Stefanus P. Elu