HIDUPKATOLIK.com – Pekan Komunikasi Sosial Nasional (PKSN) 2015 digelar di Keuskupan Manokwari -Sorong. Komisi Komsos KWI menanggapi pesan Bapa Suci dan Tahun Keluarga dari KWI sebagai tema PKSN.
Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) KWI mencanangkan “Pekan Komunikasi Sosial Nasional” (PKSN) untuk menyambut Hari Komsos Sedunia ke-49. Kegiatan ini tak sekadar perayaan liturgis, melainkan kesempatan berjumpa dan belajar, berdiskusi dan berefleksi tentang perkembangan media sosial dan pemanfaatannya secara tepat, sesuai ajaran Gereja Katolik. PKSN menjadi kesempatan memberikan animasi pastoral bagi para pelayan pastoral.
Tahun 2015, PKSN diselenggarakan di Keuskupan Manokwari-Sorong (KMS),12-17 Mei 2015. Sekretaris Komisi Komsos KWI, Romo Kamilus Pantus berpendapat, PKSN digelar sebagai tanggapan atas seruan Paus Fransiskus yang mengangkat tema “Mengkomunikasikan Keluarga: Tempat Istimewa Perjumpaan Karunia Kasih”. Selain itu, PKSN juga menjadi ajakan bagi keluarga-keluarga Katolik agar membangun sikap arif dan bijak, sehingga tidak terperangkap oleh pengaruh negatif sarana komunikasi, terutama media sosial. Di sela kesibukan mempersiapkan PKSN, imam Keuskupan Weetebula ini menerima HIDUP di kantornya untuk wawancara, Rabu, 6/5. Berikut petikannya:
Apa yang melatarbelakangi terpilihnya KMS untuk PKSN 2015?
Terpilihnya KMS berdasarkan usulan dari Uskup KMS, Mgr Hilarion Datus Lega di sela sidang tahunan para uskup Indonesia, 3-13 November 2014 lalu. Mgr Datus melihat ada tendensi dari masyarakat Indonesia terhadap masyarakat Papua. Seolah-olah masyarakat Papua pada umumnya dan orang Papua pribumi secara khusus adalah masyarakat yang jauh dari jangkuan media massa. Sehingga ‘cap negatif’ sering disematkan pada orang-orang Papua. Padahal, mereka juga cukup mengenal media massa dan pengaruhnya. Selain mengubah image negatif dari masyarakat Indonesia, juga mendorong orang Papua untuk lebih modern dalam berpikir dan bertindak.
Berarti pemilihan KMS sebagai tempat PKSN bukan berdasarkan program Komsos?
Pemilihan PKSN ini berdasarkan usulan Mgr Datus. Artinya, PKSN di KMS bukan berdasarkan agenda program yang sudah disusun, atau jadwal tahunan pekan Komsos dari Komisi Komsos KWI. Memang PKSN sudah ditetapkan jauh-jauh hari sebelumnya, tapi masih terbuka kemungkinan bila ada uskup yang bersedia. Dan ternyata tahun ini, Mgr Datus sendiri yang mengusulkan. Ya, Komisi Komsos KWI dengan senang hati menerimanya.
Tema PKSN tahun ini tentang keluarga. Mengapa bukan menjadi domainnya Komisi Keluarga?
Awalnya, PKSN dimulai tahun 2014. Sekarang, program ini menjadi acara tahunan KWI dalam kerjasama dengan Komisi Komsos Keuskupan setempat sebagai tuan rumah. Tahun ini, kita merefleksikan tema keluarga karena KWI sendiri menetapkan tahun 2015 sebagai Tahun Keluarga. Komisi Komsos dan komisi lainnya adalah bagian dari KWI, maka perlu memperluas tema ini dalam program setiap komisi. PKSN adalah salah satu program kerja Komisi Komsos. Selain itu, Komisi Komsos tentu berangkat dari refleksi Paus Fransiskus pada Hari Komsos Sedunia. Bapa Suci mengajak semua keluarga Katolik untuk menjadi tempat perjumpaan karunia kasih. Dengan begitu, keluarga juga bisa mengkomunikasikan kasih itu kepada sesama. Dengan kata lain, PKSN adalah sarana perjumpaan karunia kasih itu.
Kalau begitu, dimana peran Komisi Komsos dalam PKSN ini?
Peran Komisi Komsos adalah membantu umat beriman untuk memahami dampak media lama dan media baru bagi kehidupan masyarakat, keluarga, dan pribadi. Sekaligus juga menawarkan model pendekatan pastoral baru bagi komunitas Katolik dalam membangun kesadaran publik dan pendekatan kritis terhadap media sosial. Komisi Komsos berusaha sebisa mungkin untuk mengingatkan keluarga akan pentingnya media sosial, sekaligus kerugian yang ditimbulkannya. Maka dalam PKSN ini, selain kegiatan rohani seperti Perayaan Ekaristi dan rekoleksi, juga digelar training jurnalistik, sosialisasi dampak positif dan negatif media sosial, serta workshop tentang public speaking. Semua ini dimaksudkan supaya keluarga sedari awal mampu mengarahkan hati untuk menggunakan media sosial secara tepat.
Menurut Romo, kenyataan keluarga Katolik saat ini seperti apa sehingga Komisi Komsos selalu berbicara tentang pengaruh media sosial?
Idealnya media sosial seharusnya menjadi sarana ampuh untuk melakukan berbagai hal, mulai dari bersosialisasi, bersilahturahmi dan berdagang hingga memberi dukungan politik. Media sosial memberi manfaat besar bila digunakan sesuai fungsinya. Kenyataan sekarang adalah, media komunikasi telah disalahgunakan oleh masyarakat, dan juga umat Katolik. Artinya, berhadapan dengan kemajuan teknologi, kehidupan pribadi kita semakin tergerogoti. Manusia seolah- olah tak mampu menghadapi perkembangan yang ada. Lebih parah lagi ketika perkembangan yang ada bisa membuat orang jatuh pada sikap konsumerisme dan hedonisme. Bagi saya, kenyataan inilah yang menjadi kendala dalam reksa pastoral Gereja. Umat Katolik tidak memposisikan diri sebagai pelaku komunikasi sejati!
Apa pijakan Komisi Komsos dalam menjawab kendala komunikasi dalam keluarga saat ini?
Saya berpikir banyak hal yang menjadi dasar pijakan komunikasi dalam keluarga. Salah satunya adalah kutipan dari surat kepada umat Ibrani, “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan. Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang” (Ibr 12:14-15). Ini berarti, keluarga diharapkan menjadi sarana anugerah kasih dan kebaikan dari Tuhan kepada sesama. Dengan begitu, keluarga akan berakar pada Kristus dalam daya Roh Kudus, membangun komunikasi manusiawi menurut kehendak Allah. “Karena Tuhan Maha Penyayang dan Penuh Belaskasihan” (Yak 5:11).
Apa harapan Komisi Komsos agar komunikasi dalam keluarga tercipta dan tetap terjaga?
Seharusnya, media sosial membantu keluarga untuk membentuk komunikasi interpersonal dengan sesama anggota, juga dengan Tuhan. Keluarga harus mendidik diri dalam media sosial, agar penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan menurut peradaban kasih yang efektif. Keluarga memberi batasan yang jelas tentang penggunaan media massa, agar kerukunan hidup tidak retak akibat media sosial ini. Jangan sampai kecenderungan untuk memiliki media sosial secara lumrah, dapat mengakibatkan kerawanan komunikasi dalam keluarga. Dan juga, jangan sampai peran keluarga sebagai pelaku komunikasi digantikan media sosial.
Lalu, bagaimana terobosan yang akan dibuat Komisi Komsos ke depannya?
Langkah konkretnya adalah sedapat mungkin memberi pemahaman kepada umat tentang kemajuan teknologi komunikasi, seperti teknologi digital. Diharapkan dengan media-media yang ada, kita mampu memajukan nilai-nilai keluarga dalam masyarakat. Teknologi digital bisa membantu keluarga menemukan jati diri yang benar. Inilah bentuk pertanggungjawaban atas komunikasi sosial dalam keluarga. Untuk mendukung idealisme ini, Komisi Komsos KWI tentu mempunyai beberapa kegiatan tahunan, seperti PKSN; juga beberapa pertemuan yang akan dibuat ke depan, seperti pelatihan jurnalistik, workshop dampak media sosial, dsb. Kegiatan ini semoga bisa menjawab kebutuhan umat. Teristimewa, semoga kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kelembutan bisa mewarnai perjalanan hidup setiap keluarga Katolik.
Yusti H. Wuarmanuk