HIDUPKATOLIK.com – Apakah yang dimaksud dengan bahasa roh? Apa pendasaran biblisnya? Mengapa bahasa roh tidak digunakan dalam Gereja Katolik yang umum, dan hanya digunakan dalam kelompok Karismatik Katolik?
NN, Jakarta
Pertama, bahasa roh terjemahan dari glossolalia yang berasal dari kata Yunani; glossa berarti lidah dan lalo berarti berbicara. Jadi, secara harafiah diartikan bahasa lidah. Dari gejala ini, bisa dikatakan bahwa bahasa roh ialah gumaman atau rangkaian kata yang muncul keluar tanpa arti yang jelas dan tak dapat dimengerti. Gejala seperti bahasa roh terjadi juga dalam agama lain.
Kedua, dasar biblis dari bahasa roh bisa ditemukan dalam Surat Paulus. Paulus memandang bahasa roh sebagai anugerah Roh Kudus (1 Kor 12:8-10. 28-30). Dalam Kisah Para Rasul, bahasa roh muncul tiga kali dan setiap kali dikaitkan dengan “pencurahan Roh Kudus” (Kis 2:4; 10:46 dan 19:6). Menarik dicermati bahwa sesudah 1 Kor, bahasa roh tak pernah disebut lagi, juga dalam surat Petrus, Yohanes, dan Yakobus. Bahkan, dalam Roma dan Efesus yang memberikan daftar karunia Roh, bahasa roh tak disebut (bdk. Rom 12:3-8 dan Ef 4:11).
Uraian tentang bahasa roh dapat ditemukan dalam 1 Kor 14. Menurut Paulus, bahasa roh adalah berkata-kata kepada Allah, bukan kepada manusia. Karena dorongan Roh, seorang mengucapkan hal-hal yang rahasia dan tak ada seorangpun yang mengerti (ay 2). Orang yang berbahasa roh membangun dirinya sendiri (ay 4). Bahasa roh adalah doa yang dilakukan oleh roh (ay 14) dan pengucapan syukur (ay 16-17). Paulus meminta agar “jangan melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa roh” (ay 39). Dia sendiri berharap, agar semua “berkata-kata dengan bahasa roh” (ay 5). Paulus “berkata-kata dalam bahasa roh lebih daripada kamu semua” (ay 18).
Namun Paulus mengingatkan, bahasa roh perlu disertai “karunia untuk menafsirkannya” (ay 13). Maka, dalam pertemuan umat, hendaknya digunakan bahasa yang dimengerti, bukan bahasa roh (ay 19). Karunia bahasa roh adalah tanda bagi orang yang belum beriman, dan bukan untuk orang yang sudah beriman (ay 22). Maka, dalam pertemuan jemaat, dengan syarat jika ada yang menafsirkan, barulah bahasa roh boleh digunakan. Bahasa roh tak dilakukan bersama-sama dalam kelompok, tetapi seorang demi seorang secara bergantian, dan maksimal tiga orang (ay 27-28). Seruan Paulus ini membuat kita mengerti alasan Gereja Katolik yang umum tidak menggunakan bahasa Roh.
Ketiga, dalam persekutuan doa karismatik, bahasa roh marak digunakan. Seringkali bahasa roh dilihat sebagai tanda khas gerakan karismatik. Sangat mungkin bahasa roh membantu seseorang menyembah Tuhan, memuji dan bersyukur, untuk menumbuhkan iman. “Maka, bahasa roh merupakan suatu cara berdoa.” (KWI, Pembaharuan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, no. 29)
Perlu diingat, Roh Kudus membagikan karunia sesuai dengan kehendak-Nya. Tidak semua orang menerima karunia yang sama. Meskipun Paulus mengharap kan semua murid berbahasa roh (1 Kor 14:5), tetapi ia sadar bahwa Roh Kudus memberikan karunia yang berbeda- beda kepada setiap orang (1 Kor 12:30). Maka tak mungkin disimpulkan bahwa bahasa roh adalah tolok ukur keberhasilan doa atau satu-satunya bukti terjadinya pencurahan Roh Kudus (bdk. Kis 8:15-17), atau bahkan bukti kesucian. Tak adanya rujukan tentang bahasa roh dalam surat-surat pastoral yang lain menjadi bukti atas hal ini. Tulisan para Bapa Gereja juga mendukung kesimpulan ini.
Keempat, “Janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah.” (1 Yoh 4:1a). Gejala bahasa roh bisa berasal dari Roh Kudus, tapi bisa juga dari roh jahat. Selain itu terdapat faktor manusia yang bisa memalsukan, berpura-pura memperoleh bahasa roh. Menguji roh ini berarti juga mau terbuka menyimak masukan psikologis maupun pengamat an dari agama lain.
Petrus Maria Handoko CM