HIDUPKATOLIK.com – Sejak 2006, Credit Union Sauan Sibarrung (CUSS) hadir di tengah masyarakat Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Anggota dapat membuka usaha dan menjadi saluran berkat bagi sesamanya.
Tahun 2004, demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Paulus Salempa memilih berjualan permen gula. Setiap pagi, ia bangun jam lima, kemudian berkeliling mengendarai sepeda motor menjajakan dagangannya. Hasil pendapatan yang diterima dari jualan permen tak mencukupi, apalagi untuk membiayai kebutuhan hidup keluarganya.
Sehari keliling berjualan permen, Paulus mendapat penghasilan 50 ribu rupiah. Jika ditotal, pendapatan yang diterima setiap bulannya sekitar 1,5 juta rupiah. “Uang segitu pas-pasan untuk membiayai keluarga kami,” cerita ayah empat anak ini. Merasa bahwa penghasilan pas-pasan, Paulus lalu berpikir keras. Ia bertekad membuat usaha yang bisa meningkatkan ekonomi keluarganya.
Untunglah, pada 2006, Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Makassar (KAMS) mendirikan CUSS. Paulus menjadi salah satu pendiri dan anggota CU tersebut. Satu tahun kemudian, ia mendapat modal dari CUSS untuk membuka kios sembako.
Saluran Berkat
Bertempat di rumahnya di Jl Starda Baru, Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Paulus kemudian membuka kios sembako. Setiap hari, di area seluas empat kali enam meter persegi, ia melayani para pembeli. Pendapatan yang diterima hari demi hari kian bertambah. Kini, setiap bulannya, Paulus mendapat penghasilan tiga juta rupiah.
Tidak hanya itu, pada 2013, Paulus membuka usaha lain, yakni berjualan kerupuk. Ia menjadi pemasok kerupuk untuk toko, rumah makan, dan para pelanggan perorangan. Ia mendatangkan berbagai jenis kerupuk seperti kerupuk udang dari Jawa. Setelah bahan mentahnya datang, Paulus menggoreng dan mengemasnya ke dalam bungkusan plastik kecil.
Satu kantong plastik besar berisi 19 bungkus kerupuk. Ia menjualnya dengan harga 15 ribu rupiah. Setiap hari, Paulus dapat menjual sekitar tujuh kantong plastik besar. Dari hasil membuka kios sembako dan berjualan kerupuk, pendapatan kotor yang diterimanya sekitar 13 juta rupiah per bulan. Setelah dipotong biaya proses produksi, angsuran di CUSS, dan biaya lain-lain, pendapatan bersih yang diterima sekitar 10 juta rupiah per bulan.
Kini, untuk membantu kedua usahanya, Paulus mempekerjakan empat orang karyawan. “Saya tak menyangka, dari usaha kecil seperti ini pendapatan yang saya terima cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ini semua berkat CUSS,” katanya saat diwawancarai di rumahnya, Sabtu, 16/5.
Ke depan, Paulus bercita-cita ingin membentuk kelompok kecil dan bekerjasama dengan para anggota kelompok kecil itu. “Saya ingin menjadi juragan kerupuk. Saya harapkan ke depan sudah ada anggota yang menggoreng kerupuk dan menjualnya. Sedangkan saya hanya ingin memberi arahan, memantau, dan duduk di belakang layar,” kata umat Paroki Hati Maria tak Bernoda, Makale, Tana Toraja ini.
Berbagi dengan Sesama
Peningkatan ekonomi juga dirasakan Syrillus Tarra Tandioga, setelah bergabung dengan CUSS. Awalnya, Syrillus sudah tergabung menjadi anggota di koperasi lain. Selama delapan tahun ikut koperasi itu, ia hanya melakukan simpan pinjam dan tidak punya modal sendiri. Karena ingin berusaha, ia kemudian pindah ke CUSS pada 2008.
Setelah menjadi anggota, Syrillus yang sebelumnya berprofesi sebagai karyawan swasta berpenghasilan lima juta rupiah perbulan ini, alih profesi menjadi wirausahawan. Berbekal modal dari CUSS, ia membuka bisnis jasa pengadaan alat pemecah batu besar dan angkutan alat berat.
Bersama istri, Syrillus juga membuka kios di kediamannya, di Lingbubun Batu, Lembang, Salualo, Sangalla Utara, Tana Toraja. Selain itu, ia juga memiliki usaha pembuatan pakan ternak dari bahan alam, seperti dari bulu ayam dan keong mas. Kini, untuk membantu beberapa usahanya itu, Syrillus mempekerjakan sembilan orang karyawan.
Setelah berusaha, penghasilan Syrillus meningkat. Dari usahanya, pendapatan kotor yang diterima, tiap bulan bisa mencapai 30 juta rupiah. Setelah dipotong untuk membayar karyawan, biaya proses produksi, angsuran di CUSS, dan biaya lain-lain, total pendapatan bersih yang diterima sekitar 10 juta rupiah per bulan.
“Berkat CU, saya bisa memiliki usaha sendiri. Sekarang, cita-cita saya ingin menyekolahkan anak hingga tingkat sarjana dan dapat memberi lapangan pekerjaan bagi orang lain. Intinya ingin berbagi kepada sesama,” ujar umat Paroki Kristus Imam Agung Abadi, Sangalla, Tana Toraja ini.
Pendapatan Meningkat
Anggota lain yang mengalami peningkatan penghasilan setelah bergabung dengan CUSS, adalah Sylvia Sia Turan Susilawati. Sejak 2006, Sylvia bergabung menjadi anggota CUSS. Awalnya, demi memenuhi kebutuhan hidup, ia hanya mengandalkan peternakan babi. Setiap bulan, penghasilannya tak menentu, maksimal bisa sampai satu juta rupiah. “Waktu itu, jika mendapat uang, habis bulan ya habis uangnya, tidak ada dana lain untuk menabung,” kata ibu dua orang anak ini.
Setelah bergabung di CUSS dan memiliki modal sendiri, selain beternak, Sylvia juga membuka usaha lain yaitu memproduksi dan menjual “Sari Jahe” instant. Setiap hari ia mengolah 20 kilo gram jahe. Dari hasil olahan itu, ia mampu membuat 80 bungkus Sari Jahe dan dijual seharga 20 ribu rupiah per bungkus ke toko-toko dan pelanggan.
Kini, pendapatan Sylvia meningkat menjadi dua juta rupiah per bulan. “Sekarang, dapat uang langsung saya poskan. Jadi jika akhir bulan uang habis, masih ada tabungan. Dengan ikut CUSS, pola pikir saya berubah. Dulu uang habis saya tidak bisa apa-apa. Sekarang, pikirannya adalah mencari modal untuk pengembangan usaha,” kata umat Paroki Hati Maria tak Bernoda, Makale, Tana Toraja ini.
Anggota CUSS, Urbanus Tolak Siagiaan juga mengalami hal sama. Berkat pendampingan CUSS, ia dapat mengelola keuangan keluarga. Awalnya, ia hanyalah karyawan di perusahaan konstruksi. Setiap memenangkan proyek, Urbanus bisa mendapat penghasilan 40 juta rupiah uang itu habis begitu saja untuk membayar teman-teman satu proyeknya. uang yang diperoleh tidak kelihatan.
Pada 2011, Urbanus memutuskan bergabung ke CUSS. “Lewat CUSS saya ingin diberdayakan. Setelah masuk, di sini saya dibina secara gratis cara mengontrol dan mengelola uang,” kata pria kelahiran Rantepao, Tana Toraja, 12 Mei 1966 ini.
Kini, dengan modal cukup, Urbanus beternak babi. Ia mengurus 38 ekor babi produktif dan 20 ekor anak babi. Satu ekor, jika dijual bisa laku 1,7 juta hingga 2,3 juta rupiah, tergantung besar kecilnya babi. “Meski nominal uang yang diterima dahulu lebih besar, tapi tidak jelas uangnya kemana. Sekarang lewat beternak, saya bisa menabung. Waktu kerjanya juga lebih efektif. Ia hanya kerja empat jam setiap hari yakni memberi makan dan memandikan babi. Beda dengan kerja kantoran yang kadang bisa sampai malam,” ujar ayah empat orang anak ini.
Aprianita Ganadi