HIDUPKATOLIK.com – Menarik untuk melihat perkembangan peran perempuan Indonesia dewasa ini. Ada di mana sajakah mereka (perempuan) sekarang? Apakah artinya perempuan sekarang sungguh menyadari peran pentingnya dalam proses pembangunan seutuhnya?
Partisipasi sekolah perempuan biasanya dijadikan acuan untuk melihat sejauh mana perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya. Angka partisipasi ini dikategorikan menjadi angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). APK menghitung partisipasi penduduk usia sekolah pada tingkat atau jenjang pendidikan tertentu, sedangkan APM menunjukkan bahwa anak usia tertentu berpartisipasi atau sekolah di tingkat yang seharusnya menurut usia yang bersangkutan. Jadi, misalnya anak usia tujuh tahun di kelas satu SD dan seterusnya.
Salah satu hal yang bisa diinterpretasi dari APM adalah adanya kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan bagi anak. Maka, jika angka APM perempuan lebih tinggi dari laki-laki, dapat dikatakan bahwa orangtua sudah mempunyai kesadaran akan pentingnya menyekolahkan dan memberikan pendidikan bagi anak perempuan.
Banyak studi kualitatif memberikan penjelasan yang berkaitan dengan tradisi, budaya, dan alasan lain, seperti sosial-ekonomi menjadi penghambat anak ke sekolah atau drop out. Misal, anak dinikahkan saat usia sekolah, terpaksa bekerja mencari nafkah, mengonsumsi obat terlarang, dan hal lainnya. Dari survei Bank Dunia berkaitan dengan drop out karena masalah ekonomi, mereka menemukan bahwa alasan anak perempuan drop out kebanyakan justru adalah karena dikawinkan. Setelah menikah, perempuan kehilangan kesempatan untuk menikmati hak anak dan mengembangkan potensi diri secara optimal.
Perempuan mempunyai banyak potensi yang memang sudah dikonstruksi sejak kecil. Sebagai contoh berkaitan dengan ketekunan dan ketangguhan (endurance). Sejak kecil, ketika mulai menstruasi, perempuan diajari bisa menahan sakit. Ibunya akan memberitahu bahwa dia akan mengalaminya setiap bulan. Di samping ada rasa pasrah yang dipelajari dari rasa sakit yang akan dihadapi setiap kali menstruasi, dia juga mengembangkan strategi untuk survive, tangguh menghadapi dan mencari cara mengatasi. Saya rasa, ini salah satu potensi kuat yang dapat diambil dan dikembangkan perempuan. Tentu banyak potensi lain yang akan bisa dikembangkan bila perempuan diberi kesempatan seluas-luasnya dan tidak ada hambatan.
Menilik perkembangan perempuan di Indonesia dewasa ini, sekarang sudah banyak berubah dan banyak kesempatan terbuka bagi perempuan. Kemajuan di berbagai bidang juga dialami perempuan. Orangtua sekarang khususnya di kota besar, membuka kesempatan serta memberi peluang besar kepada anak perempuan untuk meraih cita-cita seluas dan setinggi mungkin, bahkan batas negara juga tidak menjadi hambatan untuk meniti karier. Namun demikian, masih ada pula perempuan yang masih merasa perlu mawas diri, dalam arti merasa tidak boleh melebihi laki-laki. Jadi, perempuan itu sendiri yang menghambat atau mengerem potensi dirinya.
Tantangan lain yang dihadapi perempuan adalah isu stereotip perempuan yang pada umumnya selalu disandangkan; yaitu patuh, teliti, lemah lembut, keibuan. Stereotip ini akan membuka interpretasi bahwa perempuan yang tidak patuh bisa celaka-bukan perempuan. Paling celaka ketika stereotip keibuan disandangkan pada perempuan. Karena dengan demikian, konsekuensi dan implikasinya jelas-bahwa perempuan harus menjadi ibu-yang melahirkan merawat dan mengasuh anak. Bagaimana dengan mereka (perempuan) yang tidak melahirkan?
Dalam tantangan besar stereotip zaman sekarang, justru banyak perempuan berperan dalam beragam bidang. Meskipun masih banyak yang dianggap lebih mampu melakukan hal-hal yang berkaitan dengan merawat dan mengasuh, misalnya menjadi perawat
orang sakit atau lansia. Perempuan sekarang banyak juga berkiprah di dunia usaha -baik skala kecil menengah maupun besar. Misal, di Kalimantan Timur dan Tengah, ada anggota Wanita Katolik RI yang mempunyai usaha di perkebunan coklat, bahkan menjadi kontraktor. Di era terbuka seperti ini, penting adanya kesadaran dan pemikiran yang terbuka. Stereotip gender tidak hanya berdampak bagi perempuan tetapi juga laki-laki.
Justina Rostiawati