web page hit counter
Kamis, 26 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Ruang Perjumpaan Kita

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Dalam ilmu sosial dikenal istilah ruang perjumpaan, yaitu wilayah-wilayah yang memungkinkan manusia saling berinteraksi. Sebagai warga Gereja, ruang perjumpaan kita ada di Lingkungan, Wilayah, atau Paroki. Sebagai warga negara, kita memiliki ruang perjumpaan di pertemuan RT, hidup bertetangga, dan tempat bekerja. Ruang perjumpaan ini mempengaruhi cara orang berpikir dan bertindak. Semakin sempit ruang perjumpaan, semakin mungkin lahir orang yang berwawasan sempit dan tidak mudah menerima perbedaan. Contohnya mereka yang ditangkap sebagai aktor terorisme biasanya tidak bergaul dengan masyarakat.

Gereja Katolik memiliki banyak ruang perjumpaan yang terbuka bagi orang dari berbagai agama, suku ataupun golongan. Ada lembaga-lembaga kesehatan, pendidikan, ataupun karya-karya sosial. Dalam ruang-ruang perjumpaan inilah terjadi pengenalan; saling memahami dan kemudian tumbuh rasa saling menghargai. Di antara ruang-ruang perjumpaan ini, ruang yang paling efektif membangun kebersamaan adalah ruang pendidikan. Selain karena waktu yang tersedia cukup banyak, mereka yang berada di lembaga pendidikan sedang dalam proses membentuk diri sehingga memungkinkan untuk membangun sikap saling menghargai. Sayangnya, kita sedang berhadapan dengan masyarakat yang semakin sadar akan identitas agama.

Baca Juga:  MENONTON NATAL DI TEPI JALAN

Lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang mewajibkan sekolah-sekolah memberikan pelajaran menurut agama masing-masing anak, menjadikan kesadaran itu meningkat. Ada anak-anak yang membatalkan bersekolah di sekolah Katolik setelah mengetahui bahwa di sana tidak diajarkan pendidikan menurut agama mereka. Pilihan untuk bersekolah di sekolah negeri atau sekolah berbasis agama mereka menjadi pilihan yang lebih diterima. Sekolah Katolik pun kehilangan fungsi sebagai ruang perjumpaan.

Bukan Ruang Hampa
Seorang teoris sosial bernama Habermas mengatakan bahwa dalam interaksi sosial, individu atau kelompok tidak berhadapan dengan ruang kosong. Orang atau kelompok tidak bisa berhenti pada rasionalisasinya sendiri, melainkan harus berusaha membangun sebuah komunikasi dengan situasi nyata. Pemikiran inilah yang membuat saya memberanikan diri mempertanyakan kebijakan sekolah Katolik untuk tidak memberikan pendidikan agama menurut agama yang dianut oleh peserta didiknya.

Baca Juga:  MENONTON NATAL DI TEPI JALAN

Mungkin memang terlalu banyak ketakutan, tetapi fakta mengatakan bahwa kita sedang berhadapan dengan masyarakat yang kaku. Dulu, Indonesia hanya membutuhkan pendidikan formal, sekarang Indonesia membutuhkan ruang-ruang perjumpaan. Semakin sedikitnya ruang perjumpaan di sekolah Katolik, maka semakin dipertanyakan, “Apakah Gereja berjalan hanya dalam rasionalisasinya sendiri ataukah Gereja sudah berkomunikasi dengan situasi zamannya?”

Tak bisa dipungkiri bahwa sekolah-sekolah Katolik telah ikut serta mendidik kader-kader penting untuk bangsa ini, termasuk dari agama lain. Beberapa di antara mereka sekarang sedang terlibat di berbagai posisi penting. Namun, pada masa yang akan datang, akankah hal yang sama ditemukan? Kita sadar bahwa kehadiran Gereja tidak hanya dalam arti misi mengkatolikkan, tetapi juga membawa nilai-nilai kekatolikan. Mungkinkah kita bisa mengevaluasi kembali soal pendidikan agama ini?

Baca Juga:  MENONTON NATAL DI TEPI JALAN

Pendidikan agama oleh guru sesuai dengan agama siswa memungkinkan beberapa ruang perjumpaan. Pertama, ruang perjumpaan institusi Katolik dengan guru dari agama lain. Di sini akan terbuka jalinan persaudaraan. Ruang perjumpaan yang kedua, dimungkinkan para guru sekali waktu tukar kelas sehingga anak-anak bisa mengenal agama tertentu dari orang pertama. Hal ini bisa membuka sekat prasangka dari para siswa atas agama lain. Kalau memang ada ketakutan akan pendidik yang berpaham ekstrim, lembaga pendidikan bisa menentukan kriteria tertentu bagi mereka yang boleh mendidik di lembaga pendidikan Katolik.

Di tengah arus kekakuan hidup beragama, rasanya Gereja perlu menyegarkan peran ruang-ruang perjumpaannya. Tujuannya, agar kehadiran Gereja semakin nyata!

M. Joko Lelono

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles