Pada era tahun 70, 80 samapai tahun 90-an, di wilayah pelayanan Fransiskan Papua hiduplah seorang bruder bernama Eligius Fenentruma, OFM. Saya mengenalnya sejak kecil, menurut pendapat saya saat kecil dulu bahwa Bruder Eli sapaan akrabnya, sedikit kurang normal. Setelah beliau meninggal dunia pada bulan Desember 2005 dan saya mendengar kembali sejumlah kisah, akhirnya saya baru sadar bahwa Bruder Eli adalah pengikut Santo Fransiskus Asisi yang sangat fenomenal. Keinginan saya untuk menulis bukunya hingga saat ini belum sukses karena kekurangan data, maka saya mengeluarkan cerita singkat Bruder Eli pada sebuah situs bernama Jayapura Space , tulisan itu sempat dibaca oleh Ketua Dewan Kehormatan DPD RI, lalu memberikan komentar di situs itu. Juga seorang Pak Guru mengisahkan kisah pertemuannya dengan Bruder Eli. Menurut saya, kisah unik dan aneh tentang Bruder Eli jika dikumpulkan bisa mencapai jutaan kisah. Kali ini saya hanya meng-copas kisah menarik dari Ketua Dewan Kehormatan DPD RI dan seorang Pak Guru, sambil mengumpulkan sebanyak-banyaknya kisah Bruder Eligius Fenentruma, OFM, siapa tahu melalui Media HIDUP Katolik Com, kisah perjumpaan Bruder Eli dengan banyak orang bisa diceritakan, dan keinginanan saya untuk merangkum dalam sebuah buku inspiratif bisa tercapai.
Mervin Sadipun Komber Ketua Badan Kehormatan DRD RI mengisahkan kisah perjumpaannya dengan Bruder Eligius Fenenteruma, OFM sebagai berikut :
Sewaktu menjadi Koster di Paroki Merapi Fak-fak Papua Barat tahun 1997, selepas SMU berhubung orang tua belum mampu biayai kuliah sehingga saya memilih jadi koster untuk Pastor Gregorius Sabon KL SVD. Di suatu sore, saya ditelepon suster dari Paroki Kota bahwa akan ada satu tamu yang menginap di Pastoran sini, karena Bruder tersebut akan pimpin misa di Stasi Wayati yang berada di kampung yang jauh esok hari. Karena sementara cabut rumput saat ditelepon, jadi saya aktifkan speaker supaya tidak kotori gagang telepon saat berbicara dengan suster yang mengatakan bahwa Bruder sudah kesini dan jika taksi lancar maka harusnya sudah sampai. Di akhir pembicaraan, suster minta saya hidangkan ayam untuk tamu baru ini. Saya agak keberatan karena harus ke pasar cari ayam sedangkan rumput belum habis cabut dan esok sudah hari minggu. “Ya apa saja yang penting enak ya” urai suster menutup pembicaraan kami.
Saya bergegas lanjutkan tugas cabut rumput. Saat hendak buang rumput tiba-tiba seseorang yang tenang menyapa saya sambil tersenyum “ade mau beli ayam ini ka?” Ujarnya membuka pembicaraan. Saya terdiam dan dalam hati bilang “wah rejeki orang sabar”. Saya tanya berapa beliau jawab “terserah saja”, lalu saya mengambil ayamnya dan dia terima uang yang menurut saya sangat murah karena jauh di bawah harga ayam saat itu.
Singkatnya, saat usai masak dan hendak makan malam, karena tamu tersebut tiba dan langsung berbincang dengan pastor, sehingga saya tidak sempat bertemu beliau. Saat masuk ruang makan, saya kaget tak terhingga. Orang yang jual ayam tadi pada saya adalah tamu pastoran yg esok rencana pimpin misa di stasi.
Hilang konsentrasi dan saya baru fokus lagi saat pastor memecah keheningan dengan berkata “bruder ayam ini enak sekaligus murah”. Bruder hanya tersenyum dan saya masih dilanda kebingungan. Rupanya sang tamu sudah sampai dari tadi di hantar oleh ponakannya dan sempat dengar keluhan saya soal ayam, lalu memilih lanjut ke pasar beli ayam untuk dijual ke saya.
Kami lalu tertawa bersama mendengar kisah ini, bruder lalu ingatkan saya dengan berkata “jangan hanya mengeluh tapi berbuatlah sesuatu, karena itu jauh lebih baik”. Hingga kini saya terus ingat kisah ini.
Seorang Pak Guru dengan nama Facebook : Adithya Alloyz Joe’ Timu mengisahkan kisah perjumpaannya dengan Bruder Eligius Fenentruma, OFM sebagai berikut :
Dialah Fransiskan sejati yg saya kenal. Ketika saya masih di Sorong Papua pertengahan tahun 2004, saya mulai mengenal beliau. Bruder Eligius Fenentruma, OFM muncul tiba-tiba di teras rumah ketika kami sedang latihan koor. Dengan gaya seorang Fransiskan sejati, beliau menyampaikan tujuannya. Di tahun yang sama, saya sempat semeja dengan beliau, juga Uskup Jayapura dan Uskup Emeritus Keuskupan Jayapura di Biara Apo dalam sebuah santap bersama, sebelum saya ke pedalaman Wamena Papua. Beliau pula yang menghantar saya sampai ke bandara sentani, sepanjang perjalanan pagi itu dari APO – Sentani Papua, beliau menegur setiap orang yang dijumpai, entah anak sekolah, orang tua atau pun muda. Saya penasaran dan heran, kok bruder kenal semua orang siapa pun itu, padahal banyak yang tidak menanggapi salam yang beliau sampaikan. Karena itulah, saya bertanya pada beliau. “Bruder kenal kah kepada semua org yang disapa tadi??” Beliau degan gaya tertawanya yang khas menjawab : “saya kenal toh, mereka itu kan saudara-saudara saya, saudaramu, dan saudaranya juga”, sambil menunjuk om sopir yang sedang mengemudi. Saya terhenyak dan tidak bisa berkata-kata lagi. Jika semua orang berpikiran demkian, damailah senantiasa kehidupan di bumi ini. Pengalaman yang tak terlupakan dengan Br. Eli, OFM.
Para pembaca Media HIDUP Katolik Com yang dihasihi Tuhan, ada sebuah kisah yang lebih menarik lagi oleh seorang mantan Fransiskan Papua, namun agak panjang jika saya menuliskannya di sini, silahkan anda mengklik link cerita di berikut : http://www.jayapura.space/home/toko-spiritual/bruder-eligius-fenenteruma-ofm
Selamat Hari Fransiskus Asisi, Salam saya dari Tanah Papua untuk Pembaca HIDUP Katolik On Line se-Indonesia.***Florry Koban