SEKITAR 15.000 umat Keuskupan Pangkalpinang dan umat luar keuskupan menghadiri pentahbisan Mgr Adrianus Sunarko OFM, gembala baru Keuskupan Pangkalpinang, di stadion Depati Amir, Sabtu, 23/9. Mereka datang dari pulau-pulau untuk menyambut sang gembala yang memiliki moto episkopal “Hendaknya Pulau-Pulau Bersukacita.”
Umat menyambut kehadiran Sang Gembala dengan senyuman dan kamera. Iya, taktala Mgr Sunarko memberikan berkat keliling, banyak umat mengangkat gawai mereka merekam momen kehadiran dan berkat perdana Sang Gembala.
Umat Keuskupan Pangkalpinang antara gembira dan penasaran. Gembira karena memiliki gembala baru. Penasaran karena sang gembala baru sosok yang asing bagi mereka. Mgr Adrianus Sunarko OFM memang tidak memiliki jejak pastoral di Keuskupan “Seribu Pulau” ini.
Soal jejak pastoral ini, sempat menjadi debat kecil Mgr Sunarko dengan Mgr Antonio Guido Filipazzi, Nuncius Apostolik Vatikan untuk Indonesia Juni silam. Hal ini diceritakan oleh Romo Eddy Kristianto OFM pekan lalu dalam sebuah diskusi ringan dengan awak redaksi Majalah HIDUP pekan lalu. Romo Eddy bercerita soal ketika Mgr Sunarko dipanggil nuncius. Percakapannya seperti berikut:
Mgr Narko: “Saya lebih banyak habis di dunia pendidikan dan bukan paroki.”
Nuncius menjawab, “Kan bisa belajar.”
Mgr Sunarko menjawab lagi, “Di luar sana masih banyak yang berkompeten dan…” belum selesai Mgr Sunarko bicara, tetiba Nuncius memberikan sebuah kertas dan ballpoint, katanya; “Sudah, segera tulis ucapan terima kasih kepada Paus Fransiskus.”
Mgr Filipazzi berlalu dan membiarkan Mgr Sunarko sendirian. Ia tak ada pilihan selain taat dan setia kepada Gereja dan Tuhan yang memanggilnya.
Sekilas Riwayat
Mgr Adrianus Sunarko lahir Merauke, Papua, 7 Desember 1966. Ia adalah putra kedua dari lima bersaudara; buah hati dari pasangan Maria Tukinah dan Ignatius Sumedi Sutodiwiryo.
Di tanah Papua, sedari bangku Sekolah Dasar, Narko kecil sudah aktif menjadi misdinar. Maklum, kedua orangtuanya lumayan ketat soal membiasakan buah hati mereka mengikuti Misa pagi. Pernah suatu kali ketika bertugas di gereja, koster yang biasa mempersiapkan anggur Misa tidak hadir. Lalu Narko berinisiatif mempersiapkan. Dengan girang, ia kembali ke rumah dan bercerita dengan bangga kepada sang ibu bahwa ia menjadi koster.
Narko kecil dan kakaknya yang kini menjadi Vikaris Jenderal Keuskupan Ketapang, Romo Laurentius Sutadi, sering mendapat tugas menggembalakan ternak. Sebanyak 113 ekor kambing menjadi tanggung jawab mereka setiap hari. Kini, Maria sang ibunda melihat dua putranya Sutadi dan Narko menjadi penggembala umat.
Usai menyelesaikan sekolah dasar di Merauke, Narko hijrah ke tanah kelahiran ibunya di Sedayu, DI Yogyakarta. Maria dan suaminya, Ignatius Sumedi Sutodiwiryo, yang berprofesi sebagai guru dipindahkan ke tempat tugas yang baru. Di sedayu, Narko lalu masuk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pangudi Luhur, Sedayu, yang lokasinya tak jauh dari rumah. Awal masuk sekolah, ia mengalami kesulitan berkomunikasi, terutama dengan bahasa Jawa. Meski orangtuanya berasal dari Jawa, hanya sedikit kosa kata bahasa Jawa yang dipahami Narko.
Perjalanan formasi sebagai calon imam ia mulai dengan masuk Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah. Selesai dari Seminari Mertoyudan, ia diterima sebagai di Ordo Fratrum Minorum (OFM) dan menjalani masa formasi dan probasi awal sebagai Fransiskan. Usai Novisiat, formasi sebagai calon imam Fransiskan dilanjutkan dengan studi filsafat-teologi di STF Driyarkara Jakarta. Lalu ia menjalani Tahun Orientasi Pastoral dan menyelesaikan pendidikan teologi di Fakultas Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma, D.I. Yogyakarta.
Fransiskan yang dikenal pendiam ini mengikrarkan kaul kekalnya pada 15 Agustus 1994; dan pada 8 Juli 1995, ia ditahbiskan sebagai imam Fransiskan. Tugas perdananya sebagai imam Fransiskan adalah menjadi Pastor Rekan di Paroki Hati Kudus Kramat, Keuskupan Agung Jakarta (1995-1996).
Tahun 1996, ia diutus untuk studi mendalami teologi di Albert-Ludwig Universitas Friburg, Jerman, hingga pulang ke Tanah Air dengan membawa gelar Doktor Teologi pada 2002.
Doktor muda ini lantas diceburkan untuk menekuni bidang keilmuan dengan menjadi dosen teologi di almamaternya, STF Driyarkara, sejak 2002. Di sela-sela kegiatan intelektualnya, Mgr Sunarko selalu mendapat perutusan lainnya. Sejak 2004, ia senantiasa masuk dalam bilangan tokoh penting Fransiskan Indonesia. Secara berturut, turut, tugas-tugas yang ia emban adalah Definitor Provinsial OFM (2004-2007), Vice-Provinsial OFM Indonesia (2007-2009). Dan, sejak 2010 hingga ditunjuk sebagai Uskup Pangkalpinang, ia menjadi Minister Provinsial OFM Indonesia. Artinya, selama dua periode, Mgr Sunarko didaulat sebagai Superior OFM.
Selain itu, Mgr Sunarko juga dipercaya sebagai Ketua KOPTARI (Konferensi Pemimpin Tarekat Religius Indonesia) sejak 2014. Selain pengalaman kepemimpinan yang panjang, dirinya juga dikenal sebagai pribadi yang rendah hati dan saleh. Harapannya, Mgr Sunarko dapat menjadi berkat bagi Gereja Pangkalpinang, yang akan ia gembalakan.’
Semasa menjadi Minister Provinsi OFM, Romo Narko yang selalu meminta saudaranya sesama Fransiskan dan meminta mereka pergi ke tempat tugas baru. Kini, ia sendiri harus taat untuk berkarya di Keuskupan Pangkalpinang. “Dulu saya yang menugaskan saudara-saudara untuk bertugas di tempat baru. Meski kadang berat, namun mereka diminta agar taat. Sekarang, saya yang harus menunjukkan ketaatan itu,” ujarnya.
“Ini tugas baru dan di tempat baru yang sama sekali saya tidak tahu. Saya harus banyak belajar,” ujar Mgr Sunarko.
Edward Wirawan (Pangkalpinang)