web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Menanamkan Karakter Tunas Bangsa Lewat Ekspedisi Di Alam

1/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Saat identitas Indonesia; Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tergerus, Wendy Kusumowidagdo menawarkan pembangunan karakter bagi generasi muda. Sebuah perjuangan yang lahir dari pengalaman pahit.

Wendy Kusumowidagdo membuka sebuah map putih. Di dalamnya ada silabus Ekspedisi Bhinneka Tunggal Ika Bagi Tunas Bangsa; sebuah program Outward Bound Indonesia (OBI) bagi pelajar SMA. Outward Bound merupakan pendidikan mengembangkan karakter dengan metode ekspedisi di alam. Di sini peserta akan melewati proses semisal, memanjat tebing, menyeberangi danau dengan kano, hingga mendaki gunung.

Ekspedisi yang melibatkan 40 siswa pengurus OSIS SMA se-Indonesia itu, berlangsung di Eco OBI Campus Jatiluhur, Jawa Barat, 16-20 Agustus mendatang. Ekspedisi ini bertujuan menggalang semangat persatuan, solidaritas, dan kebhinnekaan di antara pemuda-pemudi Indonesia sebagai tunas bangsa. “Harapannya, para peserta kembali ke sekolah dan lingkungan sebagai agen perubahan yang membagikan nilai-nilai tersebut,” jelas Direktur Eksekutif OBI ini.

Bukan Hapalan
Gagasan Wendy berkaca pada kondisi Indonesia saat ini, di mana nilai-nilai kehidupan berbangsa kian tergerus.

Politik identitas menciptakan retakan pada bangunan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Karena itu, nilai persatuan dan kehidupan berbangsa mesti ditanamkan kepada generasi muda. “Dan itu tidak hanya melalui jalur akademis. Itu nggak seimbang. Karakter kan bukan hapalan, tetapi harus diamalkan.”

Menurut Wendy, program OBI searah dengan program Nawacita Presiden RI Joko Widodo perihal pendidikan karakter. Melalui ekspedisi, peserta secara nyata harus saling bergantung pada temannya, sehingga perbedaan akan dipersatukan. “Dalam setiap tahapan ekspedisi, mereka akan meresapi nilai-nilai Pancasila dan kebhinnekaan,” urai peraih predikat Cum Laude Marketing Communications Ohio State University, Amerika Serikat ini.

Menjaga Indonesia, lanjut Wendy, mesti berdasar kepada penanaman karakter kebangsaan pada generasi muda, bahkan sejak usia dini. Wendy juga menggagas Outdoor Education bagi anak berumur 12-17 tahun. Program ini, lanjutnya, telah terbukti bermanfaat untuk mengembangkan karakter, meningkatkan kemandirian, kepercayaan diri, dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. “Jangan sampai nasi menjadi bubur, lalu kita perbaiki. Itu kan lebih mahal ongkos investasinya. Nah, dengan mempersiapkan kader bangsa saat usia muda, kita mencegah kerusakan.”

Program putri bungsu pasangan suami istri pendiri OBI, Djoko Kusumowidagdo dan Elly Tjahja Widagdo ini, tak bertepuk sebelah tangan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendukung dan mengapresiasi tinggi inisiatif Wendy. Apalagi, OBI memiliki rekam jejak panjang dalam pendidikan kebangsaan dan karakter.

Pada 1998, usai kerusuhan, OBI memberikan beasiswa bagi siswa-siswi yang menjadi mafia ta wuran pada masa itu. Tujuannya membentuk perdamaian. Beasiswa itu bermula ketika Eli Tjahja melihat banyak tawuran di jalanan. Berlatar pada itu, OBI membuat program ekspedisi alam selama delapan hari.

Para siswa yang berasal dari pelbagai sekolah itu datang ke Jatiluhur sebagai musuh, pulang sebagai saudara. Hasilnya, angka tawuran siswa mengalami penurunan. Beberapa pengamat kala itu menyanjung OBI. Betapa tidak, para mafia tawuran ini sebelumnya pernah ditempa polisi, tentara, dan Pramuka, tetapi tetap tawuran. Kini, dengan semangat serupa sang ibunda, Wendy mendatangi sekolah-sekolah. Ia ingin rasa persaudaraan, so lidaritas, nilai Pancasila, dan kebhinnekaan benar-benar tertanam dalam benak generasi muda.

Rengkuh Disabilitas
Selama ini banyak korporasi mengikuti pelatihan di OBI. Tapi dengan segala hal yang terjadi dengan Indonesia, kata Wendy, OBI mau lebih fokus kembali ke akar; mendidik anak muda 15-18 tahun, sesuai dengan latar sejarah Outward Bound di Inggris 1941. Outward Bound lahir dari situasi 75 tahun silam, di mana anak muda secara resiliensi, daya juang, kemampuan memimpin dinilai kurang oleh orang tua. “Pada masa itu saja sudah ada penilaian bahwa anak muda perlu dibangun.”

Setiap tahun, OBI juga mengadakan program ekspedisi bagi disabilitas. Kurikulum pendidikannya sama. Mereka harus memanjat tebing, dayung kano, dan dipasangkan dengan disabilitas yang berbeda. Misal di sebuah kano, ada tunanetra dan tunawicara. Metode ini membuat para disabilitas bisa tumbuh dengan karakter yang kuat dan terbuka. “Kami membantu para disabilitas memulihkan kepercayaan diri dan harapan hidup mereka.”

Perhatian bagi para disabilitas sejalan dengan visi Outward Bound. Semua orang, termasuk disabilitas punya potensi. “Jadi sejatinya bukan sekadar manjat tebing, tetapi perwujudan itu; kalau bisa panjat tebing, maka saya bisa melakukan hal yang lain juga.”

Perjalanan Kembali
Geliat Wendy merawat Indonesia seperti sebuah perjalanan kembali. Pada 1998, Ibukota diamuk kerusuhan. Wendy yang masih duduk di bangku SMA melarikan diri ke sebuah rumah warga. Dari balik jendela, ia menyaksikan orang di jalan berkeliaran memegang pentungan. Di tepi kota, asap mengepul.

Wendy akhirnya pindah sekolah ke Selandia Baru. Tamat SMA, ia melanjutkan kuliah di Amerika Serikat. Di dua negara ini, mau tidak mau ia harus belajar mandiri. “Itu pengalaman mencekam. Saya meninggalkan Indonesia dengan membawa pengalaman pahit.”

Selesai studi, Wendy memilih bekerja di AS. Perasaan didepak dari Indonesia membuat ia enggan kembali. Tapi perkataan ayah mengusiknya untuk pulang. “Sempat berpikir, ngapain saya balik ke negara saya. Tapi Papa bilang, kalau kembali, kamu bisa berkarya lebih bagi Indonesia.”

Perkataan ayahnya itu menuntun Wendy pulang. Tapi ia tak langsung ke Jakarta. Pada 2006, ia bekerja sebagai manajer public relations di sebuah hotel di Bali. Pada masa inilah, ia sering bertemu keluarganya. Dalam sebuah pertemuan keluarga, orangtuanya membicarakan OBI yang mereka rintis. Wendy hanya sekadar memberikan saran sesuai latarnya sebagai seorang marketing komunikasi. “Mulanya terlibat kecil-kecilan, sekadar bantu bikin newsletter sampai akhirnya saya nyemplung.”

Setelah lama terlibat, pada dua tahun silam, pasangan Kusumowidagdo memberikan peran penuh kepada putri mereka untuk mengurus OBI. Kepercayaan ini tak asal tunjuk. Wendy selalu belajar untuk pengembangan OBI, misal ia mengikuti pelatihan Outward Bound Effective Managerial 2006. Sejak SMA, ia juga kerap mengikuti outdoor sport.

Wendy beberapa kali diundang menjadi pembicara di seminar, seperti Inspirational Speaker untuk acara International Seminar Most Valued Brands 2016. Wendy tak jauh-jauh mencari inspirasi dan nasihat. Ia senantiasa berguru kepada orangtuanya. Kedua saudaranya; Vari Kusumowidagdo dan Neil Laksmana serta suaminya Jacob Matthew Stockman, selalu mendukung. Mereka senantiasa menyempatkan waktu dalam setiap kegiatan yang digagas Wendy di OBI Jatiluhur.

Wendy Kusumowidagdo
TTL : Jakarta, 30 Desember 1980
Suami : Jacob Matthew Stockman

Pendidikan:
• SMP St Ursula Jakarta (lulus 1996)
• SMA St Ursula Jakarta (sampai 1998)
• SMA St Mary’s College Auckland, New Zealand (lulus 1999)
• The Ohio State University-Bachelor’s Degree (lulus 2003)

Pekerjaan:
• Columbus Metropolitan Area Community Action Organization di Columbus, Ohio USA – Executive Secretary (2003-2005)
• Public Relations Manager Grand Hyatt Bali di Bali (2005-2006)
• Direktur Eksekutif Outward Bound Indonesia

Pelatihan:
• Outward Bound Youth Adventure Program 1996
• Program Pertukaran Pelajar ke Jepang 1996
• Outward Bound Effective Managerial 2006

Penghargaan atau Sertifikat:
• Certifi ed dan menjadi National Trainer bagi Indonesia untuk pelatihan Lions Quest
• Inspirational Speaker untuk acara International Seminar MostV alued Brands 2016 Jakarta
• Anggota Komite British Chamber of Commerce Professional Women Group

Edward Wirawan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles