HIDUPKATOLIK.com – Untuk pembaptisan anak kami, kami sudah memilih seorang sahabat untuk menjadi wali baptis. Sangat disayangkan, pada hari pembaptisan, dia mendapatkan tugas dari kantor sehingga tidak bisa hadir pada upacara pembaptisan anak kami. Apakah boleh seseorang mewakili dia sebagai wali baptis pada saat upacara pembaptisan sehingga dia tetap menjadi wali baptis untuk anak kami?
Ignatius Ridwan Rais, Malang
Pertama, menurut Hukum Gereja (1983) dan peraturan liturgi yang berlaku sekarang, kehadiran fisik seorang wali Baptis tidak lagi diharuskan, bahkan jika berhalangan hadir, juga tidak lagi harus diwakili oleh seseorang seperti pada Hukum Gereja yang lama (1918). Memang dalam liturgi pembaptisan, ada bagian tanya jawab dengan wali baptis. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa wali baptis harus hadir secara fisik dalam upacara pembaptisan.
Kedua, yang harus dipastikan ialah bahwa orang yang dipilih itu sungguh bersedia menjadi wali baptis, mau memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap anak baptisnya serta memenuhi persyaratan. Pelayan pembaptisan harus mempunyai kepastian tentang hal ini, dan jika perlu hal ini dinyatakan secara tertulis dengan tanda tangan dari orang yang bersangkutan. Nama wali baptis ini harus dicatat dalam Buku Baptis.
Ketiga, untuk keabsahan Sakramen Baptis, tidak dipersyaratkan kehadiran fisik wali baptis. Peraturan yang ada hanya ingin memastikan bahwa setiap orang yang dibaptis, mempunyai wali baptis yang akan menjadi semacam orangtua rohani untuk perkembangan iman orang yang dibaptis itu. Tidak dipersyaratkan kehadiran fisik wali baptis.
Ketika menjadi wali baptis seorang keponakan yang masih bayi, ternyata saya tidak memainkan peran apapun dalam upacara pembaptisan. Saya juga tidak menggendong keponakan saya saat pembaptisan. Lalu, apakah memang masih dibutuhkan wali baptis?
B. Florens Gerhanawati, Malang
Pertama, dalam teologi Gereja tentang Sakramen Baptis sekarang, memang tugas utama wali baptis tidak terletak pada saat upacara pembaptisan. Gereja menekankan pada saat pembaptisan bahwa adalah tanggung jawab utama orangtua untuk memberikan pendidikan iman Katolik yang memadai bagi anak mereka. Beban tanggung jawab orangtua ini diungkapkan dengan sikap orangtua yang menggendong anak itu sendiri saat pembaptisan. Karena itu, wali baptis kurang memainkan peran pada upacara pembaptisan selain tanya jawab dan janji yang harus diucapkan.
Kedua, ini tidak berarti bahwa wali baptis tidak dibutuhkan lagi. Sebaliknya, Gereja sangat menekankan peran wali baptis sebagai pendukung dan pembantu orangtua dalam pendidikan rohani anak yang dibaptis sampai mereka mencapai kedewasaan Kristiani. Dalam rumitnya pendidikan iman anak-anak jaman sekarang, peran wali baptis menjadi sangat penting, misal dengan memberi teladan, dukungan, bimbingan, terutama pada saat kritis pertumbuhan mereka. Dibutuhkan wali baptis yang sungguh serius melaksanakan kewajiban mereka dalam menumbuhkembangkan hidup rohani anak baptis mereka.
Maka, menggendong anak baptis pada saat pembaptisan bukanlah tanggung jawab utama wali baptis. Tanpa melaksanakan peran ini sekalipun, wali baptis tetap dibutuhkan. Justru pengaturan yang sekarang, yaitu orangtua sendiri yang menggendong anak mereka, lebih menunjukkan kenyataan tanggung jawab dan kewajiban yang seharusnya. Wali baptis hanyalah membantu orangtua mendidik anak itu selanjutnya. Di sinilah wali baptis harus memainkan peran yang lebih penting dan menentukan daripada sekadar membantu dalam upacara pembaptisan. Perubahan peran ini yang sangat perlu disadari wali baptis. Di lain pihak, wali baptis tetap bisa dan perlu dilibatkan dalam peran lain saat pembaptisan, misal mengeringkan air baptis dengan handuk.
Petrus Maria Handoko CM