HIDUPKATOLIK.com – Keberhasilan mempertobatkan umat di kota Viterbo, membuat ia dijuluki “Suster Penyihir”. Dari mulutnya, pertobatan massal dialami umat.
Jalanan kota Viterbo penuh sesak. Setiap menjelang 4 September, kota di Italia tengah ini, selalu diramaikan oleh para peziarah. Mereka datang untuk mengikuti perayaan iman La Macchina. La Macchina adalah sebuah menara dari logam fiberglas setinggi 28 meter, dengan tiga ribu lampu serta delapan ratusan lilin yang menyinarinya. Di puncak La Macchina, sebuah patung perempuan kudus terpampang seolah memberkati kota.
Pada puncak peziarahan, para peziarah menghabiskan waktu semalaman menyaksikan perarakan La Macchina mengelilingi kota. Sepanjang perayaan berlangsung, semua lampu kota dipadamkan. Dalam kegelapan itu, La Macchina didorong para Facchini. Ribuan orang bersukacita. Mereka berdendang ramai sambil berteriak, “Viva Santa Rosa. Para Facchini yang berseragam putih dengan pita merah di pinggang, mendorong La Macchina dari Porta Romana menuju alun-alun Gereja St Rosa Viterbo.
Dalam perjalanan itu, mereka berhenti di Piazza Fontana Grende, Gereja St Maria del Suffragio, Gereja Sant Egidio, serta di Green Square. Di setiap perhentian, diperdengarkan riwayat hidup St Rosa dari Viterbo, seorang perempuan pemberani yang pernah menyelamatkan Viterbo.
Misteri Salib
Dalam setiap catatan tentang St Rosa, tidak ditemukan data mengenai kapan ia dilahirkan. Sebuah otobiografi tentang dirinya, hanya menuliskan bahwa Rosa lahir sekitar tahun 1233. Sejak kecil, Rosa hidup dalam situasi susah. Lahir dari keluarga miskin, Rosa harus berhenti sekolah dan membantu orangtuanya di rumah. Meski begitu, Rosa dikenal sebagai anak pendoa. “segala sesuatu bisa diselesaikan dalam doa” demikian moto hidupnya.
Angelus adalah doa kesayangannya. Saat lonceng Ave Maria berkumandang, Rosa akan berhenti dari kesibukannya, seketika mulut dan hatinya akan tinggal dalam doa. Kekuatan doa ini terasa ketika mengunjungi tantenya yang sakit keras. Di samping tantenya, Rosa berdoa Angelus. Seketika sang tante sembuh.
Mukjizat Angelus ini membuat sang ayah sadar, bahwa Rosa tidak seharusnya bekerja di dapur. “Sepertinya tempatmu bukan di dapur, kamu harus masuk biara,” kata sang ayah suatu kali.
Memasuki usia 10 tahun, Rosa memutuskan masuk Biara St Maria di Viterbo. Sayang, usia yang masih belia membuat ia ditolak masuk dalam kehidupan biara. Namun, tekadnya tak bisa diruntuhkan.
Rosa lalu mencoba masuk biara lagi saat usianya 15 tahun. Namun, lagi-lagi ia gagal. Dua kali mendapat penolakan, mendatangkan kesedihan mendalam dalam dirinya. Pelan-pelan, ia meninggalkan kebiasaan doa. Ia mencoba menghapus memori menjadi biarawati.
Dalam situasi ini, Tuhan seakan menanyakan lagi kesetiaannya. Entah kenapa, Rosa tiba-tiba jatuh sakit. Ia merasakan sakit yang luar biasa pada tangan dan kakinya. Seluruh tubuhnya kaku, seakan tertikam benda tajam. Kepalanya seperti tertusuk jarum. Ia hanya bisa tertidur pulas, apabila tangannya terlentang seperti akan disalibkan.
Dalam derita itu, Bunda Maria menampakkan diri kepadanya dalam mimpi. “Kamu akan sembuh bila mau berpakaian seperti biarawati Third Order of Saint Francis (TOSF) di rumah, agar memberi teladan bagi para tetangga,” begitu pesan Bunda Maria.
Penampakan ini membuat Rosa percaya, ada tugas besar sedang menantinya. Sambil menunggu hingga umur 18 tahun dan siap menjadi biarawati, Rosa mulai mengenakan pakaian coklat dengan ikat pinggang, seperti yang ditampakan dalam mimpi.
Ketika usia cocok, ia menjadi Suster TOSF. Sebagai suster, ia terbiasa melakukan penebusan dosa yang radikal. Ia bisa tahan berdoa berhari-hari, tanpa makan dan minum. Sesuai peraturan TOSF kala itu, setiap anggota boleh memilih menjadi eremit. Sr Rosa lalu menekuni kehidupan bermati raga seperti biarawati TOSF eremit. “Betapa hatiku bahagia bila bertatapan dengan kekasihku, Tuhan,” kisahnya kepada seorang rekannya.
Kota Tuhan
Pada Januari 1250, Gereja mengalami krisis kekuasaan. Banyak raja atau kaisar mencoba melepaskan diri dari kekuasaan Paus. Konflik antara Sri Paus dan Kaisar Romawi berakar pada penguasaan tanah di Italia Utara dan Kerajaan Sisilia (Regno). Salah satunya adalah pertikaian antara Paus Innocencius dan Raja Frederick II (1194-1250), Kaisar Romawi Suci. Hal ini membuat ia sering dijuluki anti Kristus.
Dalam monarki ini, beberapa wilayah terpaksa mendukung otoritas raja atas Paus. Kota Viterbo adalah salah satu yang berpihak pada Raja Frederick. Mereka mengabaikan agama dan memberontak melawan otoritas Paus. Akibatnya, degradasi moral tak dapat dihindarkan.
Kisruh kekuasaan Paus dan raja seperti pedang yang menyayat hati Sr Rosa. Lebih-lebih soal kehidupan umat Viterbo yang semakin memprihatinkan. Saat hati dilanda murung, Tuhan menyapanya dalam mimpi. Dalam penglihatan itu, Sr Rosa melihat tetesan darah mengucur deras dari mahkota duri dan bekas luka Tuhan. Sr Rosa terperanjak kaget lalu berseru, “Ya, Tuhan, siapakah yang sudah mengkhianati Engkau?”
Namun, dari atas kayu salib itu, Tuhan lalu kembali berujar, “Kekasihku, dosa manusia yang membuatnya.” Adegan ini menyadarkan Sr Rosa bahwa sebuah tugas Ilahi telah menantinya. Apalagi, di akhir perjumpaan itu Tuhan kembali berpesan, “Selamatkanlah kotaku ini.”
Terinspirasi dari penglihatan Ilahi ini, Sr Rosa berjanji untuk mempertobatkan warga Viterbo. Seperti Nabi Yunus yang diutus ke Ninive, Sr Rosa pun di utus ke jalan-jalan Viterbo untuk berkhotbah. “Bertobatlah dan berbalik kepada saksi Kristus di dunia.” Pada kesempatan lain ia berkata, “Tuhan telah wafat untuk Anda. Jangan lagi tersesat!”
Caranya berkhotbah membuat umat memanggilnya “Suster Penyihir”. Ia mengkritik para pengikut raja dengan kata-kata yang tajam. Refleksi imannya tentang Paus sebagai wakil Kristus di dunia, membuat para pengikut Frederick menjadi geram. Pada 5 Desember 1250, Rosa bahkan meramalkan bahwa Raja Frederick akan meninggal pada bulan itu.
Ramalannya terbukti. Kota Viterbo berduka karena kematian Raja Frederick. Setelah berita duka itu, terjadi desas-desus untuk mengusir Sr Rosa. Mereka beranggapan kematian Raja karena sihir Sr Rosa. Agar menghindari emosi pengikut Raja, Januari 1250, keluarga mengungsikannya ke Soriano nel Cimino. Di situ, ia terus berdoa untuk Viterbo.
Setelah itu, Sr Rosa balik ke Viterbo. Selama dua tahun, ia terus berusaha mendapatkan hati umatnya. Kata-katanya yang penuh iman bak “sihir” yang menembus jantung umat. Refleksinya soal Salib Kristus, membuat umat menyatakan siap kembali ke pangkuan Gereja. Hasilnya, diadakan pengakuan dosa massal dan juga sanksi bagi mereka yang berbuat dosa berat. Bersamaan dengan itu, otoritas sipil dengan sendirinya tunduk dibawah Paus.
Sr Rosa terus berjuang demi keselamatan umat Viterbo hingga tutup usia pada 6 Maret 1251. Dalam otobiografi dikatakan, ia meninggal karena tuberkolosis akut. Sebuah penelitian pada 2010 membuktikan bahwa Sr Rosa meninggal karena penyakit jantung. Setelah meninggal, jazadnya dimakamkan di Gereja St Maria delle Rose di Podio. Beberapa tahun kemudian, Paus Alexander IV (1431-1503) memerintahkan agar jazadnya dipindahkan ke Biara Induk TOSF di Viterbo.
Proses beatifikasi dibuka oleh Biara TOSF La Crosse, Wisconsin, Viterbo. Tahun 1457, Paus Inocentus IV menyetujui proses beatifikasinya. Mukjizat pertobatan kota Viterbo membuat Paus Callistus III mengkanonisasinya di Gereja St Rose Viterbo pada 1457. Ia dikenang setiap 4 September.
Yusti H. Wuarmanuk