HIDUPKATOLIK.com – Suatu sore, di salah satu sudut ruangan kantor pemerintahan, seorang lelaki menceritakan tentang pengalaman yang paling membahagiakan dalam keluarganya. Matanya berbinar, tapi beberapa kedipannya menyisakan sembab di kedua ujung kelopak mata. “Saya sungguh terharu. Suatu pagi, ketika hendak membangunkan anak saya, ia sedang duduk berdoa di ranjang dan membaca Firman,” kenangnya.
Si lelaki itu baru memergoki anaknya membaca Kitab Suci belakangan ini. Tak disangka, aktivitas si buah hati terus berlanjut hingga kini. Awalnya, si bapak menduga bahwa anaknya sedang dalam masalah sehingga rajin berdoa. Ketika mengajak anaknya mengobrol, lagi-lagi ia terhenyak. “Aku kan ikutan Papa yang tiap hari baca Firman!” jawab si anak.
Sepenggal kisah nyata itu terjadi di kota metropolitan Jakarta, dalam sebuah keluarga Kristen asal Manado. Kisah itu inspiratif sekaligus menggelitik. Berapa banyak keluarga Katolik yang membiasakan diri membaca Kitab Suci setiap hari? Akurasi jawabannya memang sulit dipastikan, tapi indikasi jawabannya masih lebih mudah ditebak. Tidak banyak! Indikasinya, sering terdengar keluhan bahwa doa Rosario di Lingkungan jauh lebih banyak yang hadir dibandingkan acara pendalaman Kitab Suci. Mencari kesediaan umat untuk menjadi Pamong Sabda pun butuh dorongan lebih dari pastor paroki. Itulah realitas kita!
Padahal, semua mengetahui bahwa membaca Kitab Suci itu penting dan amat berguna bagi kehidupan rohani. Begitu pentingnya hal itu, salah satu dokumen Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi (Dei Verbum (DV), 18 November 1965) memuat anjuran bagi Gereja untuk membaca Kitab Suci. Orang diharapkan “membacanya dengan asyik dan mempelajarinya dengan saksama” (DV art.25). Pembacaan itu pun mesti dibalut dalam suasana doa. Kitab Suci ditulis dalam Roh Kudus, sehingga harus dibaca dan ditafsirkan dalam Roh itu juga (DV art.12).
Namun, tak jarang kaum awam merasa begitu sulitnya memahami Kitab Suci. Boleh jadi, orang kurang setia mencintai Kitab Suci sehingga tidak membiasakan diri menjamahnya setiap hari. Lalu, sekalikalinya membaca, langsung membangun asumsi bahwa nas-nas di dalamnya sulit dimengerti. Sementara itu, banyak buah rohani dalam kehidupan sehari-hari yang layak dikumpulkan dan dinikmati dalam terang Firman. Pun kebisingan dan hiruk-pikuk dunia yang butuh oase segar untuk direda. Banyak orang sudah canggung untuk menyelam ke kedalaman spiritual dan lebih suka hingar-bingar di tempat yang dangkal. Apalagi, tawaran kesenangan dan kemudahan terus berseliweran. Menghadapi situasi ini, hendaklah arif dan bijak menentukan pilihan. Dalam Kitab Suci, Allah berbicara kepada manusia dengan cara manusia (KGK no.109). Di situlah sebenarnya doa dengan Kitab Suci dapat menginspirasi karya-karya kita; pun sebaliknya karya-karya itu menjadi inspirasi doa kita.
Selama Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) ini, kita diajak untuk rajin membaca Kitab Suci guna mengenali situasi zaman di mana kita hidup saat ini. BKSN kali ini bertajuk “Kabar Gembira di Tengah Gaya Hidup Modern”. Maka, marilah belajar bertekun dan setia bersama Kitab Suci. Ingat pesan St Hieronimus, “Sebab tidak mengenal Alkitab berarti tidak mengenal Kristus.” Jadi, cintailah Alkitabmu!
Redaksi