HIDUPKATOLIK.COM – Suatu hari, anda harus buru-buru ke tempat kerja dan anda tidak boleh terlambat jika terlambat maka akibatnya fatal bagi anda. Saat melintasi jalan raya anda dihadapkan dengan sebuah kecelakaan tunggal. Korban kecelakaan sangat mengharapkan bantuan, namun semua yang melintasinya tidak memberikan pertolongan karena berhadapan dengan situasi yang sama seperti anda. Tertinggal anda sendiri dan korban di tengah jalan raya tanpa siapa-siapa, apa yang akan anda lakukan ?
Berikut adalah sebuah kisah nyata :
Putri asli Pass Valley Kabupaten Yalimo (sebuah pedalaman di Papua), menamatkan SMP di Kampungnya lalu ke Jayapura ibu Kota Papua, gadis cantik ini bernama Maulina Loho. Setibanya di Jayapura, Maulina mendaftarkan diri di berbagai SMA namun malang nasib Maulina, datang jauh-jauh dari pedalaman namun ditolak.
Penolakan Maulina oleh beberapa SMA ini sangat beralasan ; Maulina menderita tumor mata yang membesar mengakibatkan Maulina sulit mendeteksi tulisan. Penderitaan ini berlangsung beberapa minggu sebelum Maulina mendaftar sekolah. Impian Maulina untuk duduk di dalam kelas, belajar dan bersuka cita bersama teman-teman seumurnya sirna seketika.
Belum putus asah, dengan ragu-ragu Maulina coba mendaftar ke sebuah sekolah Katolik, walaupun maulina bukan beragama Katolik. Saat itu Kepala sekolah yang juga mantan Fransiskan bingung untuk mengambil keputusan, dari sisi kemanusiaan Maulina harus ditolong secepatnya , namun dari sisi aturan Maulina tidak boleh diterima, jika diterima maka kepala Sekolah siap lepas baju dinas. Demi keselamatan gadis ini, kepala Sekolah nekat mengambil keputusan, Maulina diterima. Setelah diterima, Maulina tidak duduk di dalam ruang kelas seperti teman-teman seangkatan, namun diijinkan untuk beristirahat saja di rumah. Status maulina adalah ijin atau sakit selama setahun, tetapi bukan alpa.
Tujuh bulan berlalu seperti mimpi, ke tempat asing di tengah semua orang yang tak dikenalnya, bersama saudara laki-lakinya Maulina terpaksa dilarikan ke Jakarta oleh rekomendasi RSUD Dok 2 Jayapura, walau itu bukanlah impiannya. Duduk di dalam kelas menerima ilmu dari guru, dan memiliki banyak sahabat di Jayapura seakan sirna dari seluruh harapannya. Hiruk pikuknya Jakarta, kepadatan dan kemacetan harus dialami. Maulina menahan malu dan derita di mata kanan yang membengkak besar, bahkan banyak juga sudara/I dari ujung Indonesia timur sedang mengadu nasib di Jakarta, apakah mereka saling menegur sapa di kota besar ini, terlintas kekuatiran dalam pikiran Maulina, ketika di Jayapura tidak semua sekolah menerimanya apalagi Jakarta. Seorang ibu Guru dari Jayapura mengantarkan sekaligus mengajarkan Maulina dan kakanya, cara naik angkot ke tempat berobat.
Para Frater dan Pastor Fransiskan menerima Maulina dengan baik sebagai anggota keluarga di sebuah rumah Jakarta Timur. Maulina menginap di rumah asuh fransiskan untuk menjalani operasi mata. Pihak Pemerintah, ikatan alumni dan komunitas pelajar dari sekolah asalnya di Jayapura mengirimkan berbagai bantuan materi ke Jakarta untuk membantu proses pengobatan Maulina, walaupun pengirim bantuan tidak mengenal sama sekali siapa itu Maulina.
Setelah mengikuti proses biopsi di RSCM Jakarta, tepatnya tanggal 27 Maret 2017 Maulina menjalani operasi tumor mata dengan sukses selama 2 hari. Belum selesai sampai di situ, Maulina masih harus menginap di rumah singgah Fransiskan Jakarta Timur untuk melakukan pengontrolan. Dalam masa-masa pemulihan dan pengontrolan, Maulina disayangi dan memiliki banyak sahabat yang rata-rata sedang mengalami penderitaan fisik datang dari berbagai daerah. Rumah singgah St. Antonius Fransiskan ini berada di tengah-tengah pemukiman mayoritas Muslim dan tidak hanya menerima penderita beragama Katolik tetapi dari berbagai agama dan berbagai suku, Maulina juga mendapat banyak sahabat dari para tetangga. Tanggal 11 April 2017, alumni dan komunitas sekolah tempat asal Maulina mendapat kabar gembira karena Maulina sukses menjalani pengobatan tahap ke dua sehingga boleh kembali ke Jayapura Papua.
Atas kebjikan Kepala Sekolah, setelah sembuh Maulina boleh kembali masuk sekolah namun Maulina harus mengulang di kelas satu SMA Katolik tersebut. Tahun ajaran 2017 adalah jawaban dari impian Maulina yang tertunda selama setahun.
Tentunya penulis belum bisa membayangkan seberapa besar kebahagiaan Kepala Sekolah yang dengan berani menerima Maulina tahun sebelumnya. Penulis teringat akan cerita klasik St. Fransiskus Asisi yang meninggalkan harta kekayaannya demi berjuang bagi orang miskin dan orang sakit. Penulis juga teringat akan moto di sebuah Rumah Sakit : SALUS AEGROTI SUPREMA LEXEST (keselamatan pasien adalah hukum utama). Penulis tidak mampu membayangkan jika saat itu Maulina ditolak oleh semua orang, bagaimana nasib Maulina selanjutnya ?
Syukurlah Maulina tidak termasuk dalam golongan mereka yang menderita sekaligus ditolak. Apakah anda pernah berjumpa dengan orang yang menderita sekaligus ditolak ? apa yang anda lakukan jika berhadapan dengan peristiwa itu ?
Terimakasih kepada semua orang yang telah membantu Maulina sehingga tulisan ini ada, maka kesembuhan Maulina memberikan pesan :
Tuhan telah menitipkan rahkmatNya kepada anda melalui para penderita
Anda bisa membayangkan sebuah kebahagiaan yang tidak bisa ditulis dengan kata-kata adalah kebahagiaan seperti apa ? semoga anda pernah merasakannya. Begitu juga kisah yang terjadi kepada Maulina, penulis tidak akan menceritakan kebahagiaan yang terjadi pada diri para penyumbang karena memang sulit dijelaskan ketika mereka mengetahui Maulina telah sembuh. Namun, para penyumbang akan menceritakan kisah ini kepada orang-orang terdekatnya sebagai sebuah kesaksian iman yang sangat membahagiakan.
Kisah ini diangkat sebagai Apresiasi di Hari Ulang Tahun SMA YPPK Teruna Bakti Jayapura Papua, tanggal 1 September 2017. Maulina Loho adalah siswi dari SMA YPPK Teruna Bakti Jayapura. (***Florry Koban)