HIDUPKATOLIK.COM – USKUP Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo, mengungkapkan sebuah anekdot mengawali khotbahnya, saat Misa Ulang Tahun ke-25 Tahbisan Imamat Romo Antonius Sarto Mitakda SVD, di Gereja St Mikael Kranji Bekasi, Minggu, 13/8.
“Kebetulan tadi Romo Sarto menyinggung soal kantor pos, saya juga jadi teringat satu cerita tentang kantor pos ,” ujar Mgr Suharyo.
Ada seorang imam yang ingin mengirim surat ke kantor pos, ujar Mgr Suharyo mengisahkan. Tapi, imam itu tak tahu di mana kantor pos berada. Imam itu memberanikan diri untuk melanjutkan keinginannya. Ia berpikir, seandainya bingung atau nyasar, ia bisa bertanya kepada orang di jalan.
Apa yang dikhawatirkan sebelumnya terjadi. Imam itu tak tahu lagi harus pergi ke arah mana. Beruntung di tengah jalan ia bertemu dengan seorang anak muda. Begitu imam itu mendekat, anak muda itu langsung menyapa dan menanyakan kegundahan sang imam.
Imam itu kaget karena anak muda yang dihadapannya mengenal dirinya. Rupanya anak muda itu umat parokinya. “Kebetulan saya pernah ke gereja Romo,” kata anak muda, menjelaskan.
“Kebetulan?,” tanya sang imam dengan bingung.
“Iya Romo, saya tak selalu pergi ke gereja,” ujar anak muda itu, menambahkan.
Tak ingin memperpanjang diskusi, imam itu langsung bertanya kepadanya jalan menuju kantor pos. Anak muda tersebut langsung mengarahkan sang imam jalan ke kantor pos. Imam itu akhirnya berhasil menemukan kantor pos.
Usai mengirim surat, imam itu kembali ke pastoran. Di tengah jalan, ia bertemu dengan anak muda itu lagi. Ia berpesan kepada anak muda itu agar Minggu nanti ke gereja. “Saya siapkan khotbah yang bagus dan menarik buatmu, agar kamu bisa menemukan jalan Tuhan,” ujar sang imam, penuh keyakinan.
Anak muda itu rupanya tak tergiur bujukan pastor parokinya. Ia tak mau ke gereja. Meski pastor parokinya kembali mendesak, anak muda itu bergeming. Ia tetap tak mau.
“Bagaimana mungkin Romo menunjukkan jalan Tuhan kepada saya, sementara jalan menuju kantor pos saja Romo tak tahu,” jawab anak muda itu.
“Ceritanya pun selesai,” kata Mgr Suharyo, disambut tawa ribuan umat.
Sebelumnya, Romo Sarto mengisahkan soal panggilannya ketika Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Paroki St Petrus dan Paulus Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Keuskupan Palangkaraya.
Romo Sarto mengenang, saat penghujung masa TOP ia tak ingin melanjutkan panggilannya. Caranya dengan tak menulis surat lamaran untuk pembaruan kaul. “Saya sengaja menunda untuk menulis (surat lamaran), agar saya ditolak” terangnya.
Tapi begitu kembali ke pastoran, setelah turne di wilayah pedalaman, ada suster yang datang tiba-tiba, dan mendesaknya untuk segera menulis surat lamaran. Suster itu menyiapkan kertas, pulpen, dan perangko. Karena merasa amat didesak, Frater Sarto pun menyerah. Usai Frater Sarto menulis lamaran pembaruan kaulnya, suster pun langsung mengirim surat itu ke kantor pos.
Yanuari Marwanto
Umat akan mengarah pada kebaikan jika imam punya ketaatan utk memegang teguh prinsip pelayanan, yaitu kerendahan hati