HIDUPKATOLIK.com – SAAT menyampaikan sambutan dalam penutupan Asian Youth Day 2017, Mgr Ignatius Suharyo mengajak peserta untuk meneladan keberanian Pahlawan Nasional Agustinus Adisutjipto. Hal ini disampaikan seusai Misa Penutupan Asian Youth Day 2017, di Lapangan Adisutjipto, Yogyakarta, 6/8.
Sementara saat menyampaikan homili, Mgr Suharyo mengajak untuk merenungkan secara khusus kaitan antara orang muda Asia dengan penampakan kemuliaan Tuhan. Kalau kita sungguh menghayati nilai-nilai injil dan menjalankannya, hidup kita sehari-hari akan menampakkan kemuliaan Tuhan.
Santa Edit Stain melihat dan mengalami kemuliaan Tuhan dalam diri sahabatnya. Saat remaja, Edit percaya bahwa Allah tidak ada. “Dengan sadar atas kemauan saya sendiri, untuk berhenti berdoa,” demikian Mgr Suharyo menirukan apa yang pernah ditulis St Edit Stain.
Setelah itu, ia belajar perawat dan juga filsafat, sampai ia berjumpa dengan sahabatnya yang suaminya baru saja meninggal. Ia saya tersentuhan oleh ketabahan iman yang tampak dalam diri sahabatnya. “Lalu St Edit Stain menulis, ‘inilahpertama kalinya saya berjumpa dengan salip dan daya kekuatan Ilahi yang diberikan kepada setiap orang yang memikulnya’.”
Singkat cerita, ia masuk menjadi Suster Karmelit, dan karena ia seorang Yahudi maka ia dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi. Paus Yohanes Paulus II menyatakannya sebagai orang kudus pada 11 Oktober 1998.
Mgr Suharyo melanjutkan, perjumpaan Edit dengan temannya yang baru saja kehilangan suami menjadi saat dimana Kristus menampakkan kemuliaannya kepadanya. Penampakkan itu terjadi pada saat yang tidak terduga. “Tetapi pengalaman itu mengubah selurh hidupnya, Tuhan menuntunnya ke kepenuhan hidup Kristiani.”
Santa Edit bisa jadi terlalu jauh. Mgr Suharyo melanjutkan, dalam kunjungannya di salah satu paroki di Keuskupan Agung Semarang, imam yang bekerja di paroki suatu ketika mengadakan ujian untuk calon baptis. Kepada katekumen itu, ia ditanya oleh romo paroki, mengapa ia tertarik untuk menjadi Katolik. “Apabila ia menjawab karena ia percaya kepada Kristus maka ia seketika akan lulus ujian.”
Namun, bapak itu tidak menjawab itu. Mgr Suharyo melanjutkan, bapak itu menjawab di luar dugaan. “Bapak itu menjawab, ‘Romo, saya ingin dibaptis karena saya senang melihat orng Katolik saat pulang dari Gereja. Saya senang karena kelihatannya merek rukun-rukun.”
Mgr Suharyo meyakini, bapak itu melihat kemuliaan Yesus, mengalami kekuatan yang membarui hidupnya dalam diri orang yang baru saja pulang dari gereja. Sama sekali tidak istimewa, namun dipakai Tuhan untuk menyatakan Kemuliaanya.
Mgr Suharyo berpesan kepada peserta AYD7, di dalam dinamika selama seminggu, peserta berjumpa dengan aneka ragam perbedaan. Bahasa, negara, budaya yang berbeda, namun dalam perjumpaan ini, semua mengalami bahwa perbedaan tidak memisah-misahkan bahkan sebaliknya perbedaan itu memancarkan kemanusiaan yang satu. “Ini membuktikan kekuatan iman, harapan dan kasih kita yang mempersatukan.”
Antonius E.Sugiyanto