HIDUPKATOLIK.com – SEBELUM Asian Youth Day 2017 dimulai sebenarnya panitia sudah meberikan pertanyaan untuk direfleksikan di negara masing-masing. Ini menjadi kesempatan yang baik untuk anak muda sehingga mereka dapat merasakan kebersamaan. Hal ini disampaikan Mgr Ignatius Suharyo saat konferensi press perdana Asian Youth Day di Jogja Expo Centre, 2/8.
Bagian kedua, lanjuta Mgr Suharyo, adalah yang saat ini terlaksana, di dalamnya ada berbagi pengalaman, seminar dan tentu selebrasi. Bagian ketiga yang sangat penting adalah kelanjutkan dari peristiwa yang saat ini terjadi. “Karena, kalau hanya berhenti pada selebrasi rasa-rasanya ada satu langkah yang kurang yang harus dijalankan.”
Mgr Suharyo melanjutkan, ada dua pertanyaan yang harus dijawab oleh anak muda sendiri, pertama, adalah pertanyaan tentang apa makna perjumpaan ini bagi bagi setiap pribadi. Di dalam bahasa lokal ada tiga kata yang mencerminkan dinamika refleksi yang sangat penting, yaitu necep sabdo (mencecap sabda Tuhan). Kedua setelah mencecap, adalah neges kersa, ‘mencari kehendak Tuhan dalam sabda itu’. Setelah mengetahui kehendak Tuhan, maka kemudian ngemban dawuh ‘melaksanakan apa yang menjadi kehendak-Nya. “Itu pertanyaan yang harus dijawab secara pribadi. “
Pertanyaan yang kedua adalah lanjutan dari yang pertama yaitu, apa yang harus kita lakukan supaya lingkungan hidup kita menjadi semakin manusiawi. Pertanyaan itu sederhana tapi untuk mampi mengajukan pertanyaan ini perlu kepetensi etis. “Tidak semua orang mampu mengajukan pertanyaan ini hanya orang yang memiliki bela rasa bisa mengajukan pertanyaan ini.”
Mgr Suharyo menlanjutkan, kalau pertanyaan itu sudah dijawab maka yang berikutnya dalah kerja sama. Tanpa kerja sama, maka akan cepat kehilangan energi. “Saya berharap semua orang muda yang ikut AYD7, sungguh memiliki kemampuan pribadi dan kemampuan bersama untuk menjawab serta melaksanakan dalam tindakan konkret.”
Pada kesempatan ini, Mgr Suharyo juga menyoroti tentang situasi Indonesia belakangan. Namun, setelah mereka, anak-anak muda itu datang ke Indonesia hal itu ternyata tidak ada. “Memang ada tantangan dalam hidup di dalam keberagaman. Namun, anak-anak muda Asia yang datang dapat melihat bahwa masyarakat dapat hidup dalam toleransi.”
Contohnya, saat saya bertemu dengan gerakan anak muda yang menamakan diri mereka Komunitas Sabang Merauke. Mereka melihat bahwa satu tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia adalah keberagaman. Mereka menyadari ini dan mereka membuat gerakan dengan mengumpulkan anak SMP dari berbagai daerah Indonesia dan megirim mereka live in di dalam keluarga yang berbeda keyakinan dengan mereka. “Dengan ini mereka megalami dan belajar hidup dalam keberagaman.”
Konferensi press kali ini juga dihadiri, Uskup Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko dan salah seorang peserta dari Konferensi Uskup Kamboja.