HIDUPKATOLIK.com – DALAM kesempatan berkatekese untuk lima pasang calon manten di aula Gereja Kristus Raja Ungaran, Romo Aloys Budi Purnomo menghadirkan pasangan suami istri (pasutri) Isroni-Regina Jumiyati, Jumat, 28/7.
Pasangan Isroni-Regina Jumiyati sebelumnya dijumpai pastor pembantu Paroki Kristus Raja Ungaran mengadakan kerasulan kunjungan keluarga (kejungkel) pada hari Kamis, 20/7. Romo Budi saat itu berjumpa dengan pasutri Isroni-Regina yang sudah sekitar 30 tahun menikah dalam disposisi beda agama (disparitas cultus). Namun pasutri dengan tiga anak dan satu cucu itu tetap hidup rukun harmonis. Itulah alasan mengapa Kepala Reksa Pastoral Kampus itu memilih dan meminta pasutri Isroni-Jumiyati berbagi kisah nyata tanpa rekayasa kepada para calon mempelai yang sedang mendapatkan katekese persiapan olehnya.
Polos Ikhlas
Saat Romo Budi mempersilahkan Isroni-Jumiyati berbagi cerita, mereka spontan saling menyuruh untuk mengawali. Karena saling lempar, tiba-tiba mereka bilang, “Wis pingsut wae. Sing kalah memulai yang pertama!”
Dengan polos ikhlas mereka pun mulai “adu jari”. Beberapa kali imbang namun ternyata Jumiyati menang. Isroni pun memulai berkisah dengan terus menggunakan bahasa Jawa.
Menurutnya, kisah perkawinan berbeda agama semula tidak mudah. Ada perbedaan yang mengganjal. Seperti sedang melewati jalan terjal. Namun sampai hari ini toh semuanya baik-baik saja dan sudah final.
“Saya itu orang bodoh. Sekolah dasar pun tidak lulus. Saya sekolah lima tahun menggembalakan lembu dan dapat ijazah anak lembu satu yang menjadi hadiah! Itulah modal saya untuk menikah” Kata Isroni.
“Namanya jodoh, meski kami pernah berpisah tapi ya akhirnya bersatu lagi sampai hari ini. Inilah takdir saya! Saya bahagia!” Lanjutnya.
Suami Istimewa
Sementara itu Jumiyati menyatakan bahwa meski awalnya serba berat, namun disadari bahwa suaminya itu amat istimewa.
“Dia pernah minggat meninggalkan saya. Saya juga pernah minggat meninggalkan dia. Tapi kami sama-sama menyesal dan kembali lagi. Malah sesudah itu diberi dua anak lagi oleh Tuhan!” kata Jumiyati jujur.
Keistimewaan Isroni sebagai suami adalah selalu ikhlas mengantar istri dan dua putrinya pergi ke gereja dan ikut kegiatan lingkungan. Padahal jaraknya jauh.
“Sebelum ada kendaraan, kami berjalan kaki. Bawa oncor atau obor. Bahkan sering kami kehujanan basah kuyup,” kata Jumiyati.
Kesejahteraan Keluarga
Kisah pengalaman Isroni-Jumiyati itu dipakai oleh Romo Budi untuk menerangkan hakikat perkawinan Katolik yang merupakan pilihan bebas dua pribadi, satu laki-laki satu perempuan sekali seumur hidup tak terceraikan kecuali oleh kematian.
Perkawinan itu bertujuan untuk kesejahteraan pasangan dan keluarganya, kelahiran dan pendidikan anak. Dalam perkawinan, kehidupan harus dibela, dijaga, dipelihara dan dihormati apa pun keadaannya, tidak boleh diganggu-gugat oleh intervensi manusia. Itulah anugerah Allah.
Kesejahteraan keluarga tidak ditentukan oleh harta materi melainkan cinta dan komitmen suci untuk saling menjaga dan melindungi dalam suka maupun duka, sehat maupun sakit, untung maupun malang.
Romo Budi juga menerangkan dan menekankan larangan melakukan aborsi apa pun alasannya. Menurutnya, menghormati kehidupan janin adalah bagian dari kesejahteraan keluarga sebab setiap kehidupan adalah anugerah Allah.
“Tak usah banyak berteori. Pengalaman Isroni-Jumiyati adalah salah satu contoh nyata dari jutaan lainnya bahwa ajaran Gereja Katolik tentang martabat perkawinan yang suci dan mulia itu sungguh-sungguh nyata dan benar. Bersiaplah memasuki bahtera perkawinan yang suci dengan bahagia! Hormatilah anugerah kehidupan dari Tuhan dalam diri anak-anak. Kasihilah dengan sukacita!” pungkas Romo Budi.
(ANS)