web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Solidaritas Lewat Media Sosial

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com - SEORANG teman, Markus namanya, pernah bertanya: “Sebetulnya seberapa sosial yang disebut media sosial?”. Saya tak membayangkan ada hal serius yang tak sempat saya pikirkan dari praktik yang tiap hari saya lakukan, yakni berkomunikasi dengan banyak kawan lewat media sosial. Ya, seberapa sosial, media sosial itu?

Ia lalu bercerita tentang pengalamannya berjumpa dengan seorang sopir taksi dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Ketika pembicaraan sampai pada topik soal biang keladi kemacetan, keduanya saling bertukar pendapat soal motor yang kini menyemut.

Kata “motor” membuat sopir taksi terdiam. Sopir barulah bercerita bahwa pada pagi itu, anaknya yang berusia tujuh tahun tertabrak motor. Anak sopir taksi pingsan, dan segera dibawa ke rumah sakit. Saat dibawa ke rumah sakit, penolakan terjadi saat hendak meminta perawatan di rumah sakit. Pihak rumah sakit minta agar ada deposit minimal tiga juta rupiah. Sopir tak siap dan tak punya uang sebesar itu. Untunglah seorang dokter yang simpati, menyarankan agar bapak ini mengurus surat ke RT, RW, hingga kelurahan untuk mendapat surat keterangan miskin.

Baca Juga:  Ketua Pemuda Katolik Papua Barat Berharap Polisi Utus Tuntas Kasus Kekerasan Terhadap Direktur LSM Panah Papua

Segera setelah surat didapat, barulah anak diproses. Kepalanya di-scan, dan dokter menyimpulkan ada pembekuan darah di kepalanya. Untuk itu dibutuhkan operasi. Kembali sejumlah angka disodorkan. Pemasukan sopir taksi tiap harinya hanya Rp 100.000-150.000 untuk 14-18 jam kerja. Itu pun jika ia sedang bernasib mujur.

Markus yang terus mendengarkan cerita itu perlahan-lahan mengambil alat komunikasinya. Ia menulis status dalam akun facebook mengenai kisah sopir taksi ini. Di bawahnya ia menulis: “Saya mau sedikit membantu, tapi tak banyak, apakah ada teman lain yang juga mau ikut membantu?”

Dalam hati, Markus ingin membuktikan, apakah kesosialan dari media sosial akan terbukti atau tidak, untuk satu perhatian kecil kepada nasib seseorang yang sungguh membutuhkan. Ketika Markus sudah hampir tiba di rumahnya, paling tidak sudah terkumpul kiriman uang sebesar Rp 450.000. Jumlah ini adalah dua per tiga dari dana yang dibutuhkan untuk operasi. Lumayan, kata Markus sambil menutup kisahnya.

Baca Juga:  Ketua Pemuda Katolik Papua Barat Berharap Polisi Utus Tuntas Kasus Kekerasan Terhadap Direktur LSM Panah Papua

Teman saya lalu menyimpulkan, “Saya sudah membuktikan kesosialan dari media sosial. Jika media semacam ini difungsikan secara lebih optimal, maka akan lebih banyak solidaritas kecil-kecilan yang bisa dilakukan lewat media sosial semacam ini.”

Kondisi kemiskinan dan mahalnya pelayanan rumah sakit, adalah keluhan yang banyak dialami oleh masyarakat di Ibukota. Kondisi ketenagakerjaan yang tak sepenuhnya memberikan jaminan kepada para pekerjanya membuat insiden seperti ini banyak terjadi.

Kondisi semacam inilah yang menjadi latar belakang ketika Paus Leo XIII menerbitkan naskah Rerum Novarum (diterjemahkan: Hal-hal Baru) yang kemudian disebut sebagai naskah Ajaran Sosial Gereja (ASG). Dalam bab yang bertajuk “Usaha Meningkatkan Mutu Kehidupan”, disebutkan: “Gereja memanggil para warganya ke arah keutamaan dan membina mereka untuk mengamalkannya bukan bantuan yang kecil ke arah itu” (RN 28).

Dikaitkan dengan kalimat sebelumnya, yang dimaksud di sini adalah bahwa Gereja berupaya agar kaum buruh bisa mengatasi kemiskinan yang begitu menekan. Untuk itu, Gereja mengajak semua warganya agar terlibat aktif dalam upaya mengatasi kemiskinan dan memperbaiki kondisi mereka.

Baca Juga:  Ketua Pemuda Katolik Papua Barat Berharap Polisi Utus Tuntas Kasus Kekerasan Terhadap Direktur LSM Panah Papua

Apa yang dilakukan Markus adalah tindakan personal, tetapi minimal ia sudah mengajak beberapa kawannya untuk aktif dalam upaya mengatasi kemiskinan dan memperbaiki keadaan sopir taksi. Memang hanya kasus kecil, namun sesuatu telah dilakukan, dan hal ini menggunakan cara khas zaman sekarang, menggunakan media sosial.

Jadi solidaritas semacam itu, jika diinspirasikan pada keprihatinan kondisi orang lain, akan menghasilkan buah yang luar biasa. Jadi media sosial punya potensi sangat besar untuk mewujudkan keprihatinan atas kondisi kemiskinan yang ada. Media sosial punya fungsi yang lebih besar dari sekadar tampil narsis.

Sumber: Majalah HIDUP Edisi No. 21, 20 Mei 2012

 

 

Ignatius Haryanto

Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pers dan Pembangungan

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles