HIDUPKATOLIK.com – Konflik berdarah di Marawi bisa dengan mudah membakar perpecahan Kristen-Islam. Tapi ada yang melampaui agama; hati siapapun yang mencintai perdamaian dan persaudaraan.
GEROMBOLAN teroris Maute menerobos masuk ke sebuah toko di Marawi, Filipina. Farida, si pemilik, hanya membiarkan saat mereka mulai menjarah isi toko. Tapi ia berubah laksana singa ketika para teroris mengarahkan pandangan kepada 13 karyawan yang meringkuk ketakutan di pojok ruangan. Ia melotot seraya berkata, “Kalian harus membunuh saya terlebih dahulu, sebelum menyentuh mereka,” tantangnya seperti dilansir zenit.org, 16/6.
Para teroris, kebanyakan berusia remaja, merasakan keseriusan gertakan Farida. Mereka pun pergi tanpa menginterogasi para karyawan toko. Tindakan heroik Farida bukan tanpa sebab. Ia harus mencegah interaksi antara para teroris dan pegawainya yang kebanyakan adalah migran Kristen dari daerah-daerah terdekat. Mereka telah bekerja selama hampir satu dekade untuk Farida. “Jika orang-orang bersenjata itu berbicara kepada mereka, segera diketahui bahwa mereka adalah Kristen, dan mereka pasti akan dibawa bersama keluarga mereka,” katanya seperti dilansir Philippine Daily Inquirer, 14/6.
Farida tak berhenti. Usai para teroris pergi, ia segera menyuruh semua karyawan bersembunyi di rumah seorang kerabat. Paman Farida lalu memfasilitasi pelarian para karyawan Kristen dengan kapal, menyeberangi Danau Maranao menuju Iligan.
Filipina mayoritas Katolik, tapi 95 persen penduduk Marawi adalah Muslim. Segera setelah komplotan teroris mengoyak kota, banyak non Muslim yang mengungsi ke utara, meski militer Filipina telah turun. Cerita Farida bukanlah satu-satunya. Zaynab, seorang pekerja kemanusiaan, memimpin pengungsian 20 orang Kristen lewat rute alternatif, sejauh 15 jam perjalanan untuk menghindari gerombolan teroris. “Saya tak pernah memikirkan bahaya. Saya siap untuk mati terlebih dahulu sebelum teroris menyakiti orang Kristen.”
Cerita lain, datang dari seorang jaksa Muslim. Ia menyembunyikan 42 orang Kristen di sebuah gedung miliknya, sebelum memfasilitasi pelarian mereka ke utara. Sementara di Universitas Negeri Mindanao, tujuh mahasiswa Kristen terjebak di asrama selama beberapa hari dengan tiga mahasiswa Muslim. Ketiga mahasiswa Muslim bersumpah tak akan pernah meninggalkan mereka hingga tentara datang membebaskan.
Gembala Prelatur Teritorial Marawi, Mgr Edwin de la Peña y Angot MSP tahu semua cerita itu. Ia mengatakan, Katolik dan Muslim di Marawi telah bertunangan. Mgr Edwin juga bercerita, Pastor Suganub dan orang Kristen yang diculik masih hidup. Ia tahu hal itu dari sebuah video yang dikirim beberapa sahabatnya yang Muslim. “Sebenarnya membandingkan relasi kami dengan relasi Muslim-Kristen di tempat lain di negara ini, saya dapat mengatakan bahwa relasi kami adalah yang terbaik.”
Mgr Edwin mengenal seorang pejabat Muslim setempat yang memberikan sayap perlindungan kepada orang Kristen dan Muslim yang pergi mengungsi. Sang pejabat membawa warga dengan bus menuju Iligan yang aman, seperti dilansir churchinneed.org, 15/6.
Edward Wirawan