Judul Buku: Pilgrim
Penulis: Trias Kuncahyono
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tahun Terbit: Januari 2017
Banyak cara untuk memaknai peziarahan. Cara manusia memaknainya tergantung dari bagaimana disposisi batinnya. Entah peziarahan itu dilakukan secara komunal atau personal, tentu saja ada sentuhan-sentuhan istimewa dalam dirinya. Dalam buku Pilgrim, Trias Kuncahyono mencoba untuk membagikan pengalamannya berziarah ke Tanah Suci. Dalam tuturannya, ia mengkombinasikan dua pendekatan, yakni pendekatan jurnalistik dan pendekatan spiritual-personal.
Dalam pengantarnya, Bapa Uskup Ignatius Suharyo mengungkapkan bahwa penulis sadar betul akan motivasinya untuk mencari oase. Dengan berziarah, penulis berusaha meninggalkan kesibukan, kepenatan hidup keseharian, dan pergi mencari tempat yang memberikan kesegaran batin, kesegaran jiwa. Dan memang, dalam sampul buku ini sudah ditegaskan bahwa berziarah adalah sebuah laku meninggalkan kesibukan dan kepenatan hidup sehari-hari, mencari tempat yang memberikan kesegaran jiwa untuk merenungkan perjalanan hidup.
Setiap bab-bab dalam buku ini akan mengupas dengan rinci pembabakan tempat yang dikunjunginya. Misalnya, ketika tiba di Bukit Sabda Bahagia. Penulis tidak hanya melukiskan situasinya, namun ia juga menengok lagi ke belakang untuk melihat jejak-jejak pengajaran Yesus. Cakrawala akan Bukit Sabda Bahagia semakin lengkap rasanya karena diselipkan juga potret-potret  gambar dan deskripsi singkat atasnya.
Cara penyajian refleksi yang dipilih penulis tidak hanya bersifat satu arah. Hingga bab terakhir, ada banyak dialog antara penulis dengan kawan seperjalanannya. Dialog tersebut dibuat sedemikan mengalir apa adanya sehingga pembaca bisa ikut merefleksikan dan mengkritisi kondisi-kondisinya.
Seperti ditegaskan lagi pada bagian akhir, bahwa ini bukanlah buku sejarah murni, bukan juga buku rohani, namun di dalamnya terdapat refleksi-refleksi yang dibingkai oleh pengetahuan sejarah dan pengalaman rohani.
(SAM - Wisma Cempaka Putih Timur XXV no 7-8)