HIDUPKATOLIK.com -Â Seperti Gereja, sekolah Katolik juga mesti menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman.
YAYASAN Terang dan Garam (Tegar) melihat, sinar sekolah-sekolah Katolik terus meredup. Karena itu, yayasan yang beranggotakan para profesional dan pakar pendidikan ini mengadakan seminar sehari di Rumah Perubahan Jati Murni Bekasi, Sabtu, 10/6. “Kita harus terbuka dan jujur, saat ini sekolah-sekolah Katolik bukan lagi pilihan utama,†ujar Indra Charismiadji, pengawas Yayasan Tegar.
Indra menilai, minimnya soliditas para pelaku sekolah Katolik menjadi salah satu penyebab. Padahal, semasa ia kecil, imbuh Indra mengenang, sekolah Katolik tak ada yang sanggup menyaingi. “Kurang kerjasama antar yayasan, komisi pendidikan, mungkin karena perbedaan tarekat, yayasan, dan semacamnya,†jelas Indra dalam seminar bertema “Sekolah Katolik di Pusaran Arus Perubahan, Bagaimana Menyiasatinyaâ€.
Agar menjadi pilihan favorit lagi, lanjut Indra, sekolah Katolik mesti melakukan perubahan. Itu bisa dimulai dengan menjalin kerjasama yang solid sebagai minoritas kreatif. “Semua pihak harus bekerja sama membuat perubahan, jangan merasa hebat sendiri.â€
Tentang perubahan ini juga menjadi sorotan Rhenald Kasali, pendiri Rumah Perubahan. Rhenald mendasarkan materinya dari buku Disruption, yang ia luncurkan Februari silam. Buku ini merupakan upaya Rhenald mendefenisikan perubahan pada era global yang disebut revolusi. Disruption merupakan gelombang ketiga dari revolusi yang dipengaruhi kemajuan teknologi dan informasi.
Rhenald menjelaskan, sekolah Katolik harus berubah sesuai tuntutan zaman, dunia, dan kemajuan. Ada perubahan sistem, cara kerja, dan cara pandang. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini menganalogikan dengan produsen telekomunikasi asal Finlandia, Nokia. Mereka, lanjut Rhenald, tidak melakukan kesalahan, tetapi ditinggalkan konsumen. Hal ini, jelasnya, karena ada perbedaan tuntutan zaman. “Saat ini, orang berganti gadget dengan cepat. Kalau kita tidak melakukan perubahan, akan menjadi dinosaurus yang besar, tetapi tinggal nama.â€
Sekretaris Komisi Pendidikan KWI Romo C. Kuntoro Adi SJ memaparkan bahwa perubahan memang sebuah keniscayaan. Perubahan itu sendiri terletak di karakteristik pendidikan Katolik yang berpusat kepada Yesus Kristus, dan melibatkan diri dalam perutusan. Perubahan itu sendiri juga berarti terbuka kepada semua kalangan dan direkat oleh persekutuan dan semangat komunitas.
Segendang sepenarian dengan Romo Kuntoro, Judo Suwidji, bendahara Yayasan Tegar menilai, mesti ada persatuan antara semua stake holder sekolah Katolik. Saat ini, kata Judo, banyak sekolah Katolik berdiri sendiri. “Tujuan seminar ini adalah untuk mempersatukan, menyadari tantangan, dan melakukan perubahan secara bersama. Ke depan, Tegar akan terus berkomitmen untuk itu,†ujar Judo seraya berharap, sekolah-sekolah Katolik segera melakukan perubahan sesuai dengan tuntutan zaman.
Edward Wirawan