PEMILIHAN seorang imam untuk menjadi Uskup memiliki tradisi tersendiri dalam Gereja Katolik. Ada beberapa tahapan proses pemilihan Uskup ini. Saat sesudah ditahbiskanlah, seorang Uskup secara penuh menjalankan tugasnya sebagai Uskup di wilayahnya.
Pertama, pembacaan Surat Keputusan Paus atau Bulla Kepausan untuk Pengangkatan Uskup di wilayah tertentu mempunyai arti pemberitahuan tentang pengangkatan Bapa Suci atas seseorang untuk menjadi Uskup di wilayah tertentu. Biasanya pembacaan Surat Keputusan Paus ini serentak dilakukan di Vatikan dan di wilayah keuskupan yang bersangkutan. Pembacaan ini belum bisa dipandang sebagai pemberian status sebagai Uskup, tetapi hanya sebagai pengumuman resmi dari Hierarki Gereja. Pengumuman ini merupakan jawaban yang mungkin sudah lama dinantikan umat keuskupan yang bersangkutan tentang siapa uskup baru yang terpilih. Surat Keputusan Pengangkatan Uskup itu memberikan izin kepada yang bersangkutan untuk menerima Tahbisan Episkopat.
Kedua, Tahbisan Episkopat memberikan kepenuhan imamat beserta dengan kuasa suci (Lat: potestas sacra) dan karena itu memberikan status sebagai Uskup. Seorang Uskup bisa menjadi Uskup Tituler, yaitu uskup yang tidak bertugas di suatu wilayah keuskupan, atau Uskup Diosesan, yaitu uskup yang diberi tugas untuk bekerja di suatu wilayah keuskupan. Tahbisan Episkopat harus sudah diterima “dalam jangka waktu tiga bulan sejak penerimaan surat apostolik dan itu sebelum menduduki jabatannya†(KHK Kan 379). Seorang Uskup tertahbis belum mempunyai wilayah, jika Bapa Suci belum memberikan pengangkatan.
Ketiga, seorang Uskup terpilih akan menjadi Uskup Diosesan melalui pengangkatan (Lat: determinatio) oleh Bapa Suci. Hal ini dinyatakan dengan pembacaan Bulla Kepausan oleh Duta Besar Vatikan dan diikuti dengan pernyataan kesediaan untuk memelihara iman dan melaksanakan tugas. Pengangkatan ini bisa dilakukan langsung sesudah upacara pentahbisan episkopat dalam perayaan Ekaristi yang sama. Jika Uskup terpilih sudah menyandang status sebagai Uskup (koadjutor, tituler, dari wilayah keuskupan lain), maka pengangkatan ini bisa juga dilakukan dalam upacara pelantikan yang dirayakan dalam perayaan Ekaristi, tanpa upacara Sakramen Tahbisan. Uskup terpilih tidak dapat melaksanakan jabatan di wilayah keuskupannya jika belum mengambil-alih secara kanonik keuskupannya (KHK Kan 382 #1).
Keempat, seorang Uskup Diosesan mengambilalih secara kanonik sebuah keuskupan (Lat: possessio canonica) sesudah dibacakan atau ditunjukkannya Surat Apostolik Pengangkatan kepada kolegium konsultor, dengan dihadiri kanselir kuria, kepada klerus dan umat yang hadir (KHK Kan 382 #3). Sesudah itu Uskup terpilih harus “mengucapkan pengakuan iman dan sumpah kesetiaan kepada Takhta Apostolik menurut rumus yang disahkan oleh Takhta Apostolik†(KHK Kan 380). Biasanya pengambil-alihan secara kanonik terjadi dalam sebuah tindakan liturgis di gereja (KHK Kan 382 # 4), atau bisa juga langsung dilakukan dalam Misa sesudah upacara Tahbisan Episkopat. Tanda dari pengambil-alihan secara kanonik ialah bahwa Uskup baru menduduki Takhta Uskup. Kemudian kepada Uskup baru diberikan mitra dan tongkat gembala Uskup sebagai tanda bahwa ia sudah mengambil-alih keuskupan tersebut.
Tentang waktu pengambil-alihan secara kanonik, KHK Kan 382 # 2 mengatur: “Kecuali terkena halangan legitim, orang yang terpilih untuk jabatan Uskup diosesan harus mengambil-alih secara kanonik keuskupannya dalam waktu empat bulan setelah menerima surat apostolik, bila ia belum ditahbiskan Uskup, tetapi jika ia sudah ditahbiskan, dalam waktu dua bulan setelah penerimaan surat itu.â€
Di sadur dari Konsultasi Iman yang diasuh Romo C.Maria Handoko CM dalam Majalah Hidup edisi Cetak.