HIDUPKATOLIK.com – AKTIVIS organisasi masyarakat Katolik wajib memegang teguh nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 dan mendasari dalam berpikir, berpendapat dan bertindak dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Pernyataan ini disampaikan Ketua Penghubung Karya Kerasulan Kemasyarakatan Keuskupan Agung Semarang (PK4AS), Romo Raymondus Sugihartano selaku romo pendamping aktivis sosial politik katolik di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng).
Menurut Romo Sugihartanto, kesadaran diri hidup di tengah kemajemukan adat tradisi budaya dan agama harus terus dijaga aktivis katolik sebagai suatu kekayaan NKRI. “Umat Katolik dalam bernegara hendaknya menumbuhkan pokok pemikiran seratus persen Katolik seratus persen Indonesia yang telah diteladankan pahlawan nasional Monsinyur Albertus Soegiyopranoto dimasa mendampingi Presiden Soekarno,” kata Romo Sugi membuka pertemuan aktivis Katolik di Rumah Retret Nazaret, Karangpanas, Semarang, Jateng, Jumat-Sabtu, 12-13/5.
Pemikiran Soegiyopranoto itu sampai sekarang masih terus mendasari gerak keuskupan, gereja, dan umat Katolik, dalam karya bidang sosial kemasyarakatan sebagai wujud pelaksanaan ajaran kasih gereja yang harus membawa keselamatan bagi orang banyak yang dikenal perwujudan bonum comune.
Pertemuan dua hari aktivis sosial politik gereja secara khusus menghadirkan kembali nilai luhur kemajemukan yang terkandung dalam Pancasila. Peneguhan akan pancasila dan NKRI menjadi relevan untuk terus ditanamkan pada diri aktivis ditengah menghadapi tantangan praktik demokrasi dan ancaman munculnya kelompok anti Pancasila.
Secara khusus gereja menghadirkan tiga narasumber yakni Nurfuad selaku aktivis muda Nahdatul Ulama (NU) Semarang, H.Soecipto, SH,MH selaku tokoh NU Jateng dan Keluarga Besar Marhaen. Keduanya menyampaikan pemikiran Pancasila dari sudut pandang historis dan gerakan Islam nusantara sebagai salah satu praktik nyata mencintai Indonesia, NKRI, Pancasila dan menjaga kemajemukan bangsa.
Nurfuad juga membekali para aktivis Katolik agar mulai terampil dalam identifikasi kelompok Islam. Menurutnya, umat Katolik harus mampu membedakan mana Islam dengan pemikiran nasionalis dan mana kelompok Islam radikalis yang memang anti Pancasila. Nurfuad membeberkan beberapa gejala kaum radikal seperti pemikiran yang membenturkan ajaran agama dengan nilai adat tradisi budaya lokal yang lebih dulu melekat di masyarakat. Tak heran, imbuh Nurfuad, kelompok radikal anti Pancasila ini menganggap kegiatan budaya yang berjalan di tengah masyarakat tidak sesuai ajaran Islam.
“Sebaliknya NU yang mencintai bangsa ini bisa berjalan bersama dengan adat tradisi budaya masyarakat setempat,” ujar Nurfuad sembari mengurai ciri fisik dan psikologis sosial kaum radikal.
Pembahasan kelompok Islam radikal ini juga lebih ditajamkan dalam sesi pembicara dari Kepolisian Jateng Kombes (pol) Lilik Darwanto yang bertugas dosen Akademi Kepolisian (Akpol). Dengan dimoderatori Romo Edi Purwanto Pr, mantan Humas Polda Jateng itu mengurai perspektif penegakan hukum terhadap gejala dan deteksi dini gerakan terorisme serta rangkaian catatan kasus teror yang terjadi di Jateng.
Beberapa aktivis ormas Katolik yang hadir adalah perwakilan Wanita Katolik RI DPD Jateng dan cabang kota/kabupaten di Jateng, Wanita Katolik RI DPD DIY, Wanita Katolik RI tingkat DPC Kabupaten Kota di DIY, Pemuda Katolik Komda Jateng, Pemuda Katolik Komda DIY, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Jateng, ISKA DIY, Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI)Jateng, FMKI DIY, PMKRI, dan PK3 Kevikepan.
Diakhir kegiatan mereka menyusun rencana kegiatan kebangsaan dari momentum peringatan kebangkitan bangsa 20 Mei, hari lahirnya Pancasila 1 Juni dan HUT RI 17 Agustus mendatang dan memperkuat jejaring nasional untuk persatuan nasional NKRI.