HIDUPKATOLIK.COM-SUASANA kekeluargaan dirasakan oleh umat Lingkungan St Petrus Kanisius (Petkan), Wilayah Teresa. Suasana kekeluargaan ini sehubungan dengan kegiatan Paskah bersama umat lingkungan di Gunung Putri, Kamis, 11/04. Sedikitnya seratus umat berkumpul dan merayakan Paskah bersama ini. Lingkungan yang masuk daerah pelayanan Stasi St Vincentius Gunung Putri, Paroki Keluarga Kudus Cibibong, Keuskupan Bogor ini, membuka Paskah bersama dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin Romo Silverius Betu.
Misa yang dimulai pukul 10.00 ini dimeriahkan oleh koor Lingkungan St Petrus Kanisius. Dalam khotbahnya, Romo mahasiswa di Universitas Pertahanan Sentul, Bogor, ini mengajak umat untuk merefleksikan makna Paskah sebagai sebuah jalan untuk keluar dari kegelapan kubur. Baginya Paskah berarti umat perlu menyadari sebuah pertanyaan “pas-kah”? Kata ini selalu dimengerti dalam konteks cocok, serasi dan tidak kedodoran pun tidak kekecilan. Romo Sil, demikian sapaannya, mengambil contoh sebuah celana bila digunakan kalau nyaman berarti celana itu pas, cocok. Dan soal nyaman atau cocok itu hanya orang yang menggunakannya tahu bukan orang lain yang melihatnya. “Makna paskah juga berarti kita perlu bertanya pas kah ukuran yang kita gunakan saat ini. Sebab ukuran itu tak lain adalah iman kita,” ungkapnya.
Imam Keuskupan Agung Ende ini pun mengajak umat lingkungan untuk merefleksikan pertanyaan pas-kah?. Ia menerangkan bahwa pertanyaan “pas-kah” adalah sebuah pertanyaan reflektif yang pantas direfleksikan di Masa Paskah. Sebab terkadang ukuran yang kita pakai untuk mengukur Tuhan terlalu sempit, atau terlalu kebesaran. Konsekwensinya pemahaman kita terhadap Tuhan pun keliru. “Kita memaksakan Tuhan memahami ukuran kita yang tidak pas. Akibatnya, Tuhan menjadi jauh dari hidup kita,†ungkapnya.
Di akhir khotbahnya Romo Sil mengharapkan agar dengan ukuran yang pas umat bisa mampu memahami makna bangkit dari kubur. Terkadang bangkit dari kubur tidak sekedar keluar dari kubur tetapi harus menembusi kegelapan makam. Artinya, manusia harus keluar dari kegelapan malam dan menjadi saksi terang di tengah masyarakat. Manusia harus berani bersaksi bahwa Kristus telah bangkit tetapi hadir dalam kehidupan kita sehari-hari. Makam selalu menjadi tempat menakutkan karena gelap, pengap dan hanya berteman dengan binatang-binatang tanah. Tetapi untuk bangkit, Yesus harus masuk dalam kegelapan. Ia harus menjadi seperti benih yang tertancap jauh ke dalam tanah dan memperkokoh akar-akarnya. “Belajar dari Yesus, manusia harus melepaskan kegelapan hidup dan mengalami pertobatan,†kata Romo Sil.
Sementara itu, Ketua Lingkungan St Petrus Kanisius Melkior Wora mengapresiasi kegiatan Paskah bersama ini. Ia mengucapkan terima kasih mendalam kepada semua pihak yang turut menyukseskan acara ini. Tetapi menurutnya, jauh lebih penting lagi adalah Paskah lingkungan ini bertepatan dengan Pesta nama pelindung St Petrus Kanisius. “Semoga St Petrus Kanisius menjadi patron bagi kita semua dan membuat kita lebih bersemangat lagi,†demikian Melki. Kegiatan Paskah bersama ini ditutup dengan ramah tamah dan makan bersama sekaligus juga merayakan hari ulang Tahun dari dua anak dari Lingkungan St Petrus Kanisius.
Yusti H. Wuarmanuk