HIDUPKATOLIK.com - SUSTER Imelda Tampubolon tak akan bisa lupa akan pengalaman masa kecil saat ia disapa dan diperhatikan oleh salah satu biarawati yang datang ke kampung halamannya. Senyuman dan perhatian biarawati itu nancep dan menjadi kesan pertama yang membangkitkan keinginan untuk menjadi suster. Namun sayang, keinginan ini akhirnya pudar ketika SMP.
Menjelang lulus SMA, niat biarawati kelahiran Bah Tonang-Tebing Tinggi, Sumatera Utara, 27 Oktober 1973 ini terbit kembali. Atas petunjuk seorang imam Kapusin, Sr Imelda lalu diminta mendatangi salah satu Susteran SFD. “Awalnya Ibu tidak menyetujui pilihan saya, sebaliknya Ayah mendukung. Syukur kepada Tuhan dalam perjalanan waktu, Ibu menyetujui, bahkan sangat mendukung panggilan saya,†tutur Ministra Umum SFD Indonesia (2015-2019) ini.
Panggilan sebagai biarawati, menurut Sr Imelda, membutuhkan komitmen yang lahir dari kesadaran diri. “Dalam perjalanan panggilan, para suster selalu mengingat motivasi awal memilih menjadi biarawati, dan selalu memurnikannya sehingga tak mudah jatuh pada kehidupan yang membosankan,†papar suster yang mengikrarkan kaul kekal pada 6 Juli 2002 ini.
Pada 17 April 2017, Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) merayakan sepuluh tahun sebagai kongregasi mandiri di Indonesia. Kongregasi SFD berkarya dalam bidang pendidikan, kesehatan, karya sosial, serta pendampingan asrama dan pastoral. Karya SFD tersebar di Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Agung Medan, Keuskupan Banjarmasin, Keuskupan Palangkaraya, Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Ketapang, dan Keuskupan Denpasar. “Kami berharap bisa menjadi SFD sejati; SFD yang memiliki sikap kedinaan dalam hidup dan karya pelayanan,†ujar Sr Imelda.
Maria Pertiwi