HIDUPKATOLIK.com -Â Gereja Katolik dan denominasi lain di Sudan Selatan mendorong pemerintah dan rakyat negara itu untuk bertobat dan menghentikan perang.
PRESIDEN Sudan Selatan, Salva Kiir Mayardit menetapkan Hari Doa Nasional untuk Perdamaian di Sudan Selatan pada medio Maret. Kiir menyebut, momen itu sebagai hari di mana semua rakyat Sudan Selatan bertobat dan memaafkan satu sama lain dalam persiapan untuk dialog nasional yang diharapkan segera dimulai. Kiir seorang Katolik. “Hanya Tuhan yang bisa menyelamatkan Sudan Selatan,†seru Kiir pada acara Hari Doa Nasional di Juba, Jumat, 10/3.
Selama doa berlangsung, Kiir memohon pengampunan kepada Allah dan rakyat Sudan Selatan. “Saya dengan rendah hati, bertobat dan meminta belas kasihan dan pengampunan-Mu,†seru Kiir dengan nada emosional, sebagaimana disiarkan televisi nasional negara itu, 11/3.
Di hadapan rakyat Sudan Selatan, Kiir mengaku bahwa ia telah berdosa kepada Tuhan dan kepada seluruh rakyat Sudan Selatan. Sebagai presiden, lanjut Kiir, ia gagal melakukan yang benar. “Tuhan, Maha Penyayang, saya berdoa agar kiranya Engkau tidak membawa kutukan dan hukuman, tetapi pengampunan dan keselamatan bagi rakyat Sudan Selatan,†ungkap Presiden yang identik dengan topi koboi ini.
Peran Gereja
Pertobatan Kiir yang mengejutkan banyak orang disebut sebagai buah seruan berkelanjutan para Uskup Sudan dan tokoh agama lain agar Kiir bekerja untuk rekonsiliasi Sudan Selatan yang dikoyak perang saudara. Uskup Tombura- Yambio sekaligus Presiden Konferensi Waligereja Sudan Selatan, Mgr Edward Hiiboro Kussala meminta Kiir mengambil langkah konkret demi perdamaian dan menjaga persatuan bangsa.
Hari Doa Nasional ini, lanjut Mgr Hiiboro, hendaknya dimaknai sebagai momen dimulainya sejarah baru. “Seluruh Sudan Selatan akan mengawasi Presiden Salva Kiir secara ketat, untuk melihat apakah doa ini akan mengubah keputusan dan sikapnya untuk mendapatkan kembali perdamaian dan keutuhan Sudan Selatan,†ujarnya seperti dilansir Radio Vatikan (14/3).
Di antara pelbagai tantangan nasional, kata Mgr Hiiboro, pemerintahan Kiir mesti memprioritaskan dialog sipil yang terbuka dan jujur mengenai isu-isu hubungan antaretnis, keadilan, dan pengampunan. Soal peran Gereja, juga diakui Romo Michail Perry OFM. Pekan lalu, pemimpin tertinggi Ordo Saudara-saudara dina ini mengadakan kunjungan ke Sudan Selatan.
Di negara pecahan Sudan itu, kata Romo Perry, ada afiliasi yang kuat antaragama. Katolik dan Anglikan merupakan dua agama besar di Sudan Selatan. Sejak dekade 1960-an, hubungan antara Gereja dan agama lain di Sudan Selatan sudah terjalin baik. “Hubungan itu telah melalui berbagai tahapan dan pasang surut. Saat ini, hubungan itu sangat kuat dan tahan uji.â€
Rakyat Sudan Selatan, lanjutnya, masih berharap dan terus berdoa untuk kunjungan Paus Fransiskus yang direncanakan akan datang bersama dengan Uskup Agung Canterbury Mgr Justin Welby. Kunjungan Paus dan pemimpin Anglikan itu, jelas Romo Perry, merupakan sebuah langkah ekumenis untuk menunjukkan bahwa umat bisa hidup bersama meskipun memiliki perbedaan.
Edward Wirawan