Hidupkatolik.com – SEJUMLAH elemen organisasi menjadikan Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap 8 Maret sebagai momen menyuarakan keadilan. Di sekitar Monumen Nasional misalnya; ada demo yang menyuarakan penolakan terhadap diskriminasi, permasalahan ketenagakerjaan dan semua soal yang menyangkut hak-hak perempuan.
Dengan cara yang berbeda, Perempuan Cipayung Plus menggelar konferensi pers perihal ‘Nawacita Gagal Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan’ di Matraman, Rabu, 8/3. Perempuan Cipayung Plus merujuk pada perwakilan perempuan dari rumpun Cipayung dengan beberapa organisasi lain. Cipayung Plus antara lain, KOPRI, PMKRI, KOHATI, GMNI, GMKI, KMHDI, KAMMI, IMMawati.
Hanny Ika Yuniati, Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) menjelaskan, kasus buruh migran dan human trafficking (red-perdagangan manusia) masih marak terjadi dan banyak yang belum tuntas. Hanny, sapaannya, mengatakan, perempuan kerapkali menjadi korban perdagangan manusia dengan modus penipuan. “Banyak perempuan asal NTT, yang memilih bekerja keluar negeri untuk mencukupi kebutuhan keluarga dengan iming-iming pendapatan besar. Tercatat sepanjang tahun 2016 ada 96 kasus human trafficking di NTT, itu hanya di NTT belum daerah lain,†tulis Hanny dalam pesan Whatsapp yang diterima redaksi HIDUP.
Alumna STKIP PGRI Bandar Lampung ini menilai, keterbatasan informasi dan pengetahuan menjadi sebab ihwal terjadinya human trafficking. Hal ini, lanjutnya, bisa dilihat, bahwa daerah pelosok yang minim arus informasi menjadi lahan basah bagi para pelaku human trafficking.
Karena itu, Hanny menambahkan, Perempuan Cipayung Plus, meminta pemerintah harus berperan aktif dalam kemandirian, pengetahuan, dan perkembangan intelektual perempuan Indonesia. Dengan demikian, simpul Hanny, perempuan memiliki kapasitas yang mumpuni sehingga siap tampil di depan. “Tentu harus ada perlindungan legal di bidang birokrasi mengenai legalitas pekerja perempuan dan hak haknya. Mari perempuan bangkit dan bergerak,†pungkas nona asal Bandar Lampung ini.
Segendang sepenarian, Shanty, kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menyerukan kepada seluruh perempuan untuk bangkit dan bergerak dari segala bentuk ketertindasan dan ketidakadilan. “Otoritas organisasi perempuan di sini menjadi penting untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan,†pungkas Shanty.
Shanty dan Hanny sama-sama menegaskan kembali, komitmen, bahwa Perempuan Cipayung Plus siap mengawal NKRI dan nilai nilai pancasila. Hal ini sehaluan dengan komitmen organisasi-organisasi Cipayung Plus.
Edward Wirawan