web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Surat Gembala Prapaskah 2017 Keuskupan Ruteng

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM-SEBAB firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam daripada pedang bermata dua manapun; Ia menusuk amat dalam dan memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum….” (Ibr 4:12).

Para imam, biarawan/wati, dan seluruh umat Allah keuskupan Ruteng yang dikasihi Tuhan!

Sejak hari Rabu Abu, tanggal 1 Maret 2017, lingkaran tahun liturgi menuntun kita memasuki masa Prapaskah. Tentu saja hal ini bukanlah sekedar hal rutin yang terjadi dalam kehidupan menggereja. Tetapi kita sungguh ingin memasuki dan menghayati masa berahmat ini dengan semangat dan cara hidup yang baru. Masa Prapaskah adalah titik awal, yang mengajak dan mendorong kita untuk memperbaharui hidup sehari-hari dalam kekuatan kerahiman Allah.

Sebab, seperti kata-kata Paus Fransiskus dalam surat gembala Prapaskah 2017, “Prapaskah adalah suatu permulaan baru, suatu jalan yang menghantar ke suatu tujuan pasti Paskah: kemenangan Kristus akan maut. Dan masa ini senantiasa menyerukan suatu undangan yang kuat kepada pertobatan: Seorang Kristiani dipanggil untuk kembali kepada Allah ‘segenap hatinya’ (Yoel 2:12), agar tidak berpuas diri dengan suatu kehidupan yang biasa-biasa saja, tetapi bertumbuh dalam persahabatan dengan Tuhan.”

Apakah yang menjadi sumber kekuatan kita dalam upaya pertobatan tersebut? Manakah yang menjadi dasar pembaharuan hidup kita dalam masa Prapaskah? Paus Fransiskus menyatakan bahwa “dasar segalanya adalah Sabda Allah, yang dalam masa ini kita diundang untuk mendengarkan dan merenungkan secara lebih mendalam.” Bagi kita di keuskupan Ruteng, hal ini semakin menjadi lebih penting dan relevan, karena dalam tahun 2017 ini kita merayakan Tahun Pewartaan. Oleh sebab itu dalam masa prapaskah ini kami mengajak seluruh umat untuk sering membaca dan mendengarkan Sabda Allah dalam Kitab Suci, merenungkan dan meresapinya dalam hati serta memancarkannya dalam kehidupan yang nyata.

Memang benarlah bila Sabda Allah yang menjadi dasar pertobatan dan pembaharuan hidup kita. Dalam Kitab Suci kita menemukan ajaran yang menuntun hidup ini, cerita iman yang menyentuh dan menggugah hati serta kidung yang mendendangkan kebaikan dan cinta Allah kepada kita. Firman Allah membantu kita untuk menemukan yang salah dan benar dalam kehidupan serta memperjuangkan keadilan dan kebaikan dalam masyarakat. Firman Allah sungguh menjadi dasar, sumber dan penuntun kehidupan kita. Karena itu bersama pemazmur kita dapat berdendang, “Firman-Mu adalah pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mzm 119:105).

Namun Sabda Allah itu membimbing kita bukan seperti sesuatu yang datang dari luar. Firman Allah itu tidak terletak di luar diri kita, tetapi sungguh-sungguh bersatu dengan kita. Rasul Paulus mengatakan kepada kita bahwa, “Firman Allah itu sangat dekat padamu, yaitu dalam mulutmu dan dalam hatimu” (Rom 10:8). Nabi Yeremia memberi kesaksian, “Kudapatkan sabda-Mu dan kuresapkan dalam diriku. Maka Sabda-Mu menjadi kesukaan dan kegembiraan hatiku” (Yer 15:16). Pemazmur membandingkan Sabda Allah itu dengan “manisan” yang dikunyah dan terasa manis seperti “madu” di langit-langit mulut (Mzm 119:103). Akan tetapi Sabda Allah tidak sekedar membuai hidup dan memberikan kenyamanan dalam hati, tetapi juga meresapi dan memurnikan yang hitam dan kotor dalam diri kita.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Firman Allah itu meneguhkan yang positif dalam diri kita, tetapi sekaligus mengkritik yang negatif. Dia mengembangkan apa yang indah dalam hidup kita, tetapi juga membasmi yang layu dan jahat dalam diri kita. Rasul Paulus menyatakan bahwa Sabda Allah itu ibarat “pedang bermata dua”, yang menusuk amat dalam, menyingkirkan yang jelek dan mengembangkan yang baik dalam diri kita (bdk. Ibr 4:12).

Para imam, biarawan/wati, dan seluruh umat Allah keuskupan Ruteng yang dikasihi Tuhan!

Sabda Allah haruslah menjiwai dan membaharui hidup baik bagi setiap pribadi beriman maupun bagi seluruh umat Allah. Firman Allah perlu meresapi seluruh bidang kehidupan Gereja. Untuk itu Sabda Allah hendaknya diwartakan pertama-tama dalam liturgi. Liturgi harus menjadi momentum pewartaan yang indah dan istimewa. Tidak ada kesempatan paling istimewa bagi pewartaan selain dalam liturgi. Mengapa demikian?

Sebab dalam liturgilah Kristus, sang Imam Agung, yang mempersembahkan kurban bagi keselamatan dunia, sekaligus tampil sebagai sang Guru Ilahi yang menerangi dan menuntun hidup murid-murid-Nya. Dalam seluruh perayaan liturgilah, termasuk dalam bagian Liturgi Sabda, Kristus, Tuhan hadir secara istimewa di tengah-tengah umat-Nya. Untuk itu Konsili Vatikan II menandaskan “Ia hadir dalam sabda-Nya, sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan dalam Gereja” (SC 7).

Oleh karena itu kami mengajak para imam agar sungguh-sungguh mengisi perayaan liturgi dengan pewartaan yang menghadirkan Kristus yang menyapa, menyentuh dan membaharui hidup umat. Demikian pula umat beriman hendaknya rajin mengikuti perayaan liturgi, sebab di situ kita berjumpa dengan Kristus, sang Sabda Ilahi dan Roti Kehidupan yang menjadi pedoman dan santapan jiwa dalam peziarahan menuju hidup abadi.

Selain itu Sabda Allah perlu meresapi kehidupan komunitas-komunitas kita. Tentu yang pertama adalah komunitas paroki. Paroki bukan hanya sebuah kesatuan wilayah pastoral, tetapi terlebih sebuah persekutuan umat beriman yang dibangun di atas Firman Allah dan dikuatkan oleh roti Ekaristi.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Oleh sebab itu hendaknya Sabda Allah selalu bergaung dalam semua kegiatan paroki. Selain dalam kegiatan liturgi dan doa, Firman Allah hendaknya dibacakan dan direnungkan dalam kegiatan-kegiatan yang lain seperti: dalam pelbagai kegiatan karitatif, dalam pertemuan DPP, stasi dan KBG; sebelum memulai pekerjaan di paroki, dan lain-lain. Secara khusus dalam tahun 2017 ini, hendaknya di paroki digalakkan aneka kegiatan pastoral pewartaan seperti katekese, kotbah, renungan, syering Kitab Suci, rekoleksi, dan retret.

Baik sekali bila Firman Allah diwartakan dengan pelbagai cara dan metode yang sesuai dengan kelompok usia tertentu seperti nyanyian, tarian, cerita, dramatisasi, puisi, dan lomba Kitab Suci bagi kalangan anak-anak, remaja dan kaum muda. Begitu pula media cetak (misalnya, majalah paroki) dan media sosial (misalnya, grup whatsapp dan facebook paroki) perlu digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan iman dan moral.

Selain komunitas paroki, Firman Allah hendaknya bergaung di sekolah-sekolah. Alangkah indahnya bila tradisi doa bersama anak-anak sekolah dipadukan pula dengan pembacaan sebuah teks Kitab Suci harian yang singkat dan menyentuh. Sekolah-sekolah perlu pula mengadakan kegiatan rekoleksi dan retret bagi siswa-siswinya, sehingga dalam kesibukan belajar, mereka dapat merasakan saat teduh dan inspiratif bersama Sabda Allah. Kami juga mengajak sekolah-sekolah agar terlibat dalam berbagai aneka lomba Kitab Suci yang diselenggarakan dalam tahun pewartaan ini.

Yang tidak kalah pentingnya adalah komunitas keluarga. Sebagai Gereja mini, kehidupan keluarga haruslah berpusat pada Sabda Allah. Melalui kekuatan Firman Allah, kegelapan dalam hidup keluarga diterangi, pertentangan dan konflik diatasi dengan pengampunan, kelemahan dan kegagalan dibukakan harapan baru.

Oleh karena itu kami menghimbau agar setiap keluarga memiliki Kitab Suci, yang selalu dibaca dan direnungkan bersama, misalnya dalam kesempatan doa malam keluarga. Alangkah bagusnya, bila anak-anak dihantar ke dalam istirahat malam yang tenang dengan pembacaan sebuah cerita Kitab Suci oleh orangtuanya. Demikian pula remaja dan orang muda hendaknya dibiasakan dalam keluarga untuk melihat perjuangan hidup mereka dalam terang Firman Allah.

Para imam, biarawan/wati, dan seluruh umat Allah keuskupan Ruteng yang dikasihi Tuhan!

Rasul Yakobus mengingatkan kita bahwa, iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:14). Pewartaan tidaklah cukup diucapkan di bibir saja, juga tidak hanya diresapkan dalam hati, tetapi harus pula menghasilkan buah dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Karena itu hendaknya kita memanfaatkan masa Prapaska ini sebagai kesempatan yang istimewa untuk bertobat, memperbarui diri dalam terang Sabda Allah. Buah pertobatan itu tampak pertama-tama dalam relasi dengan Tuhan. Maka marilah kita meningkatkan kehidupan doa, adorasi, membaca Firman Allah, dan berpartisipasi aktif dalam perayaan-perayaan sakramen khususnya ekaristi sebagai saat penuh rahmat untuk mengalami kebaikan dan kerahiman Allah. Marilah kita juga membangun hubungan yang penuh pengertian, saling menerima dan mengampuni dengan sesama. Nyalakanlah dalam hati kita api belas kasih terhadap orang-orang miskin, sakit dan menderita. Kerlibatan kita dalam derma APP merupakan wujud nyata gerakan hati yang bersolider.

Akhirnya buah pertobatan itu terungkap pula dalam relasi kita dengan alam lingkungan. Bangunlah sikap dan gaya hidup baru yang ramah terhadap lingkungan. Tinggalkanlah mental dan perilaku boros, konsumptif dan membuang sembarangan, yang menjadi penyebab dasar kerusakan lingkungan di sekitar kita. Terlibatlah dalam pelbagai gerakan penghijauan, perlindungan sumber mata air, pengelolaan sampah dan penolakan tambang. Inilah buah-buah nyata pewartaan dan pertobatan di masa Prapaskah ini.

Ketika Yesus mati di kayu salib, para murid-Nya lari tercerai berai. Mereka merasa seolah-olah perjuangan mereka bersama Yesus demi Kerajaan Allah: ‘kerajaan’ keadilan, kebenaran dan kesejahteraan umum menjadi sia-sia dan gagal. Bahkan akibat perjuangan tersebut, mereka dikejar-kejar dan dianiaya. Injil mengisahkan bahwa mereka lari bersembunyi di rumah serta mengunci pintu dan jendela rapat-rapat.

Dalam situasi putus asa dan penuh kecemasan, tiba-tiba muncullah Yesus: Aku ini, jangan takut! (Mat 28:10). Ternyata harapan mereka yang sudah terkubur di Golgota, kini bersemi kembali. Yesus bangkit. Peristiwa Paskah inilah yang kemudian mengubah hidup mereka secara radikal. Dari murid-murid yang penakut menjadi saksi-saksi injil yang berani. Dari persekutuan umat yang mengunci dirinya, menjadi Gereja “pintu-pintu terbuka”, yang keluar dan pergi ke segenap penjuru bumi untuk mewartakan sukacita Injil. Semoga perayaan paskah 2017 sungguh-sungguh mengubah diri kita agar menjadi rasul dan bentara Sabda yang berani dan setia. Marilah kita terus menerus berjuang untuk memberikan kesaksian tentang sukacita, kebaikan, pengampunan, perdamaian dan kerahiman Allah di tengah-tengah dunia dewasa ini. Selamat merayakan pesta Paska 2017.

Ruteng, 19 Februari 2017

Uskupmu,

Mgr. Hubert Leteng

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles