HIDUPKATOLIK.com - TAHUN 1998, Kota Ambon hancur berkeping-keping. Tragedi berdarah “Kerusuhan Pela Gandong†menjadi kisah pahit bagi masyarakat Ambon. Tetapi bagi Pastor Johanes Ouduka, kerusuhan Ambon menjadi anugerah. Pastor Jo ketika itu masih berusia remaja. Jo, begitu ia disapa, bersama keluarga mengungsi dari Karang Panjang (Karpan) ke wisma Keuskupan Amboina. “Sebagai orang Katolik, keluarga percaya Keuskupan menjadi tempat yang aman karena dekat dengan kantor Polisi Daerah (Polda) Ambon dan jauh dari titik kerusuhan,†kata Pastor Jo.
Dalam masa pengungsian, panggilan menjadi imam tumbuh dalam hati Jo. Menyaksikan kehidupan para imam dan frater di Keuskupan, pria kelahiran Ambon, 25 Juni 1988 ini memutuskan masuk Seminari Kelas Persiapan Atas (KPA) Xaverianum Ambon pada 2006. Tamat seminari, Jo memilih menjadi imam Keuskupan Amboina.
Setamat KPA, Jo melanjutkan studi di Seminari Tinggi Hati Kudus Yesus Pineleng, Manado. Perjalanan panjang itu akhirnya berbuah, Jo menjadi imam pertama dari Paroki Katedral St Fransiskus Xaverius Ambon. “Setelah 115 tahun Paroki Katedral berdiri, belum ada imam. Tahun ini seorang imam datang dari Paroki Katedral Ambon,†ungkap Uskup Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC.
Pastor Jo mengambil moto tahbisan, “Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu karena Engkau telah mendengarkan Aku (Yoh 11: 41)â€. Moto ini diambil sebagai syukur kepada Tuhan yang telah merawat hidupnya. Tragedi 1998 mendatangkan luka di hati banyak orang, tetapi membawa sukacita bagi Paroki Katedral Ambon. “Panggilan ini milik Tuhan, saya harus merawatnya. Bila jalanku membelok, banyak umat dari Paroki Katedral yang akan menasihatiku,†kata Pastor Jo.
Yusti H. Wuarmanuk